Devil's Fruit (21+)

Tiga Jin Penguasa



Tiga Jin Penguasa

0Fruit 1419: Tiga Jin Penguasa     

Jovano dan kedua istrinya telah berhasil tiba di tepi pantai menggunakan kapal feri yang disewa penuh olehnya.      

Kapal pun berlabuh di sebuah pantai yang berdekatan dengan daerah di kabupaten Banyuwangi. Meski tak bisa dikatakan benar-benar berlabuh karena tak ada pelabuhan di sana dan Jovano beserta kedua istrinya juga dibawa ke bibir pantai menggunakan sekoci.     

"Anda yakin ingin berada di sini, Tuan?" tanya kapten kapal kepada Jovano. Wajahnya menyiratkan keheranan karena titik labuh yang Jovano inginkan benar-benar tidak biasa.      

"Ya, saya ingin datang ke sini. Terima kasih atas perjalanannya dan maaf jika ada halangan sebelumnya di laut." Jovano pun menyalami tangan kapten sembari angsurkan amplop cokelat menggembung. Isinya sudah pasti segepok uang warna merah yang akan membuat kapten dan seluruh awak kapal melongo nantinya.     

Akhirnya, kapal feri pun kembali melaju namun tidak kembali ke Bali melainkan menyisir pantai untuk mencapai Banyuwangi nantinya.     

Jovano dan kedua istrinya melambaikan tangan saat kapal feri menjauh dari mereka.      

"Nah, sekarang kita mulai petualangan alam kita. Kalian siap?" Jovano menoleh ke Shona dan Serafima. Kedua istrinya mengangguk yakin.     

Ketiga orang itu pun mulai berjalan menyusuri pantai tersebut hingga menemui hutan.      

"Sepertinya tidak ada orang di sini. Ayo ganti wujud dan terbang," saran Jovano yang diangguki kedua istrinya.      

Mereka pun beralih ke wujud tak kasat mata dan membumbung naik ke angkasa meski tak terlalu tinggi hanya untuk melihat daerah sekeliling saja.     

"Di sana ada perkampungan penduduk." Jovano menunjuk ke sebuah arah. "Ayo coba ke sana."     

Ketiganya pun terbang ke destinasi yang ditunjuk Jovano, dan memang seperti yang dikatakan, sungguh ada sebuah pemukiman di tengah lebatnya hutan seakan desa itu terkurung gegap-gempitanya alam hijau di seluruh penjuru.     

Namun, baru saja Jovano dan yang lainnya hendak maju, mereka dikejutkan dengan sosok besar warna hitam yang menghadang. Sosok itu lebih tinggi dari pohon paling tinggi di sana, tubuhnya sangat besar dan banyak bulu di sekujur badan.     

Taringnya mencuat keluar dari mulut lebar yang berwarna merah kehitaman. "Siapa kalian?!" Sosok besar hitam membuka mulut dan aroma menyengat keluar dari sana, suaranya cukup menggelegar.     

Hanya saja, ini adalah Jovano, dia tak akan gentar bila berhadapan dengan sosok meski sebesar gunung sekalipun. Yang ada, Jovano malah meringis santai dan menjawab, "Kami musafir."      

"Jangan bercanda! Mau apa kalian ke sini? Pergi! Sana, pergi!" usir sosok besar itu.     

"Umph! Astaga mulutnya bau sekali!" Serafima tak bisa mengendalikan dirinya lagi dan menutup hidung sambil tangannya mengipasi di depan wajah dengan dahi mengerut. Padahal jarak mereka cukup jauh.     

Shona di sebelahnya tak bisa tidak terkikik geli melihat polah jujur Serafima.     

Merasa dirinya dihina terang-terangan oleh Serafima, sosok besar itu murka. "Kau berani menghina aku!" Mata merahnya segera melotot ke Serafima.     

"Astaga, memang kenyataan, bukan? Kau itu bau mulut—duhh, kau ini makan apa selama ini, hah? Busuk sekali bau mulutmu …." Serafima masih bisa mengeluh lebih lanjut. Shona mati-matian menggigit bibir agar tidak memburaikan tawanya. Serafima memang terkadang terlalu jujur.     

"Lancang!" Sosok besar berbulu itu sudah tidak ingin kompromi lagi dan segera ayunkan tangannya hendak memukul Serafima.     

Namun, pastinya Jovano tidak akan membiarkan itu begitu saja. Dengan mudah, Jovano menangkap ayunan tangan besar itu hanya menggunakan satu tangan saja. "Sabar, bosku. Bini ane emang kadang polos kalo ngomong." Dia memakai bahasa gaul.     

Melihat ayunan lengannya ditahan menggunakan satu tangan saja, sosok besar itu melotot heran ke Jovano. "K-Kau … siapa kau? Siapa kalian?" Mendadak, dia jadi lebih waspada.     

"Kan udah dibilangin, kami ini musafir yang lagi jalan-jalan santai aja." Jovano melemparkan lengan sebesar pohon jati itu kembali ke empunya.     

Sosok besar tidak percaya. Dia mengernyit sambil bertanya, "Kalian … kiriman siapa? Katakan!"     

"Kiriman? Kami ini bukan paket, astaga!" Jovano malah masih bisa-bisanya berkelakar.     

Tiba-tiba, muncul beberapa sosok astral lainnya di sana. Ada yang bergaun putih lusuh berambut acak-acakan, ada pula yang seperti ogre namun berbentuk wanita dengan tampang tidak ramah lingkungan dan berkuku panjang.     

"Ada apa, Jantar?" tanya si ogre.     

"Mereka ingin menyusup di daerah kekuasaan kita." Sosok besar yang dipanggil Jantar itu mengadu ke si ogre.     

Segera, mata si ogre melotot ke Jovano dan dua istrinya. "Kalian hendak masuk seenaknya ke daerah kami? Jangan harap!" Suaranya ketus dan menandakan dia sangat tidak bersahabat dengan kedatangan Jovano.     

"Lebih baik kalian pulang ke majikan kalian daripada mengacau di sini." Si gaun putih lusuh mendelik seram ke Jovano. "Kami tidak akan ramah pada makhluk lain yang ingin mencoba masuk ke teritori kami!"     

"Ohh, jadi ini kawasan teritori kalian?" Jovano berlagak manggut-manggut. "Kami hanya pendatang dan tidak ingin merebut daerah kekuasaan kalian. Kami hanya sekedar … turis. Hanya ingin lihat-lihat saja, kok!"     

"Pembohong!" bentak si gaun putih lusuh.     

"Masni, serang saja dia!" Si ogre berteriak sambil dia mulai maju juga.     

"Ayo, Renggok!" Si gaun putih lusuh yang dipanggil Masni itu pun segera ikut melesat maju ke Jovano dan kedua istrinya. Sementara itu, Jantar diam mengawasi di belakangnya.     

Jovano hanya perlu mengeluarkan api hitam dia dan membentuk sebuah pagar mengelilingi Masni dan Renggok.      

Shona ikut ambil bagian dan dia mengeluarkan elemen air ke Masni, membungkus kepala Masni dengan bola airnya, membuat Masni kewalahan bagaikan kepalanya ditutup plastik yang susah dilepas.     

Sementara Masni sedang berjuang lepas dari bola air Shona, Renggok langsung berhenti maju ketika api hitam mengelilingi dia. "Apa ini? Api apa ini?!" tanyanya panik. Di benaknya, ada semacam ketakutan aneh ketika melihat api hitam menjilat-jilat ke atas membentuk pagar bundar mengelilingi dia dan Masni. Dia mulai bergidik tanpa bisa dimengerti alasannya.     

"Kalau saranku, nih, mendingan jangan nekat pegang itu api, deh!" Jovano melipat dua tangan di depan dada sambil menyeringai nakal.     

"Masni! Renggok!" Jantar mulai maju ketika melihat dua rekannya dipersulit Jovano.     

Shona kembali membuat bola air yang dia lepaskan ke kepala Jantar sehingga sosok besar berbulu itu juga panik seperti Masni, berusaha ingin melepaskan diri dari bekapan bola air, namun ternyata tidak semudah yang dibayangkan.     

Hingga akhirnya Shona juga melemparkan bola airnya ke kepala Renggok. Kini ketiganya kelojotan di tanah berusaha ingin melepas bola air tersebut.     

Dalam kurun waktu beberapa menit berikutnya, Shona melepaskan satu demi satu bola air dari kepala ketiga jin itu. Bola air menguap hilang begitu saja dari mereka, membuat ketiga jin kaget dan terheran-heran sekaligus lega.     

"Jo, mereka semua jahat!" Shona menuding ketiga jin di depannya. "Yang gaun putih itu punya kebiasaan mengganggu ibu hamil dan bayi, bahkan kadang mengambil bayi baru lahir untuk dimakan dengan yang besar berbulu."     

"Ahh, pantas saja mulutnya bau busuk! Ternyata makan sesuatu yang terlarang!" pekik Serafima.     

"Dan yang besar berbulu itu biasa menggauli wanita-wanita di desa ini dengan menyamar sebagai suami. Kadang pula jika dia menyukai seorang wanita, dia membuat si wanita dijauhi lelaki manusia dan menguasai wanita itu untuk dirinya sendiri."     

"Astaga, jahat!" jerit Serafima.     

"Sedangkan si ogre hijau itu suka menculik anak kecil untuk dimakan." Shona selesai mengungkapkan dosa-dosa ketiga jin tadi.     

Rupanya, bola air Shona gunakan untuk memindai memori para jin tadi. Ini merupakan kemampuan baru darinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.