Devil's Fruit (21+)

Dua Malaikat Datang Menegur Jovano



Dua Malaikat Datang Menegur Jovano

0Fruit 1421: Dua Malaikat Datang Menegur Jovano     

Jovano beserta kedua istrinya sudah tiba di sebuah tempat yang merupakan hutan taman nasional Alas Purwo.      

Dari sejak pertama menginjakkan kaki di tanah Alas Purwo, Jovano sudah bisa merasakan gelombang besar energi astral di sana. Sepertinya dia harus bersiap-siap untuk segala hal.     

Benar saja, sambutan pertama untuk mereka adalah makhluk besar tinggi berbulu hitam yang merupakan jenis populer di Indonesia.     

Ketika makhluk berbulu lebat itu hendak menyerang Jovano yang tak mau menuruti perintahnya untuk pergi, dia harus menuai akibatnya, yaitu mencicipi api hitam Jovano.     

Makhluk itu meraung dan suara kerasnya mengakibatkan kedatangan banyak makhluk astral di sana mendekat ingin mengetahui apa gerangan yang membuat penjaga depan Alas Purwo meraung sekeras itu.     

Saat para makhluk astral itu melihat betapa ganasnya api hitam Jovano melahap tubuh si besar berbulu hitam, banyak dari mereka segera merasa ciut dan mundur menjauh, bahkan beberapa puluh sudah melarikan diri.     

Namun, makhluk-makhluk astral yang merasa dirinya kuat, tetap bertahan di sana. Hal ini malah mempermudah bagi Jovano. Jika dia bisa memusnahkan para dedengkotnya, bukankah itu akan melenyapkan nyali yang di bawahnya?     

Sesuai dengan perkiraan Jovano, para dedengkot itu terlalu percaya diri dan mulai mengeroyok Jovano. Sayangnya, mereka harus menelan pil kesombongan mereka karena Jovano sudah mencipratkan api hitamnya ke mereka semua yang mengepung dia.     

"Sepertinya Jo tidak ingin menyisakan satupun untuk kita, Sho." Serafima menyilangkan lengan di depan dada sambil keningnya berkerut.     

Shona malah terkekeh kecil sembari menyahut, "He he … biar saja, Sis. Itung-itung kita bisa bersantai sejenak sambil menonton pertunjukan."     

Baru saja Shona berkomentar seperti itu, mendadak saja sudah ada jin gaun putih lusuh yang tingginya sama dengan pohon kelapa melesat hendak menyerang Shona.     

Sigap akan serangan tersebut, Shona menoleh ke jin tersebut dengan pandangan tajam dan wajah serius. Satu tangannya terangkat ke depan dan menembakkan bola air dia ke jin perempuan itu.     

"Aaarghh!" Jeritan dari jin perempuan itu terdengar rekan-rekannya. Kepalanya terbungkus bola air Shona dan ini sama seperti jika manusia dibekap kantong plastik di kepalanya, susah bernapas.     

Namun, untuk jin itu, bukan karena susah bernapas melainkan energi astralnya seperti dihisap keluar dari tubuhnya. Itu terasa sangat menyakitkan baginya. Apalagi kepalanya serasa ditusuk begitu banyak jarum.     

"Rupanya kau kerap mengganggu pengunjung di sini, huh?" Shona mengerutkan kening hingga alisnya bertaut. "Maka, kau harus menerima konsekuensinya karena mencelakai manusia! Hghh!" Dengan gerakan meremas di udara, bola air pun mengetat menjepit kepala jin perempuan itu hingga akhirnya kepala itu pun hancur meletup.     

Tak mau menjadi penonton semata, Serafima mencabut keluar pedangnya dan mulai melesat mengejar jin-jin lain yang hendak melarikan diri dari area tersebut. Lalu, dengan gerakan beringas, dia menebaskan pedangnya mencabik serta menyayat tubuh astral para jin.     

Setelah Jovano selesai mengurus para dedengkot di sana, ia pun berhenti sejenak untuk menyaksikan dua istrinya sedang beraksi. Ia tersenyum kecil dan terbang melesat untuk mencari lawan bagi dirinya sendiri.     

Hanya dalam waktu satu jam, sudah ada ratusan jin di radius 10 kilometer sudah dimusnahkan kelompok Jovano.     

Hingga akhirnya mereka berhenti karena sudah kehabisan lawan. Tubuh mereka juga dipenuhi darah para jin yang mereka bunuh.     

"Sepertinya kita butuh mandi, nih!" Jovano menatap kondisinya sendiri. Pakaiannya banyak terdapat lumuran cairan berwarna hijau, hitam kelabu ataupun ungu pucat. Itu semua adalah darah para jin tadi.     

"Memangnya kita akan mandi di mana, Jo?" tanya Shona sambil mendekat ke suaminya.     

Belum sempat Jovano menjawab, tiba-tiba saja langit terbelah dan muncullah 2 malaikat turun dari celah tersebut. Seperti biasanya, itu adalah Nafael dan Hazriel.     

"Lihatlah, kawan, jagoanmu sudah mengacau seenaknya." Hazriel dari awal memang tidak menyukai kelompok Jovano sehingga kini dia seperti melihat celah dari apa yang dia temukan.     

Mendengar ucapan Hazriel, kening Jovano berkerut heran. Apa maksud perkataan malaikat tadi?     

Hingga ketika Nafael membuka mulut, barulah Jovano mengerti. "Kau, cucu dari Baginda Mikael, kau sudah berlebihan."     

"Berlebihan? Maksudnya bagaimana?" Jovano tidak sedang berpura-pura, dia sungguh bingung.     

Nafael menatap datar ke Jovano di bawahnya dan melanjutkan perkataannya, "Kau terlalu sewenang-wenang dengan makhluk Sang Agung."     

"Um, bisakah diperjelas dengan bahasa yang lebih sederhana?" pinta Jovano dengan raut sedikit memohon.     

"Kau terlalu banyak membunuh jin!" Hazriel menyahut mewakili Nafael, namun dengan suara sengit meski terkandung rasa senang di sana karena akhirnya Jovano terlihat salah.     

"Hah? Terlalu banyak membunuh jin dan itu dianggap salah?" Serafima tak tahan dan menimpali. "Mereka itu banyak mencelakai manusia! Maka sudah sepantasnya dimusnahkan, bukan? Ini yang menjadi misi kami, betul?"     

"Kau terlalu lancang merespon kami, perempuan nephilim!" bentak  Hazriel seraya menatap tajam ke Serafima.     

Ingin sekali Serafima menjawab, namun lengannya sudah disentuh Shona sebagai tanda untuk mengurungkan niatnya. Biarkan saja Jovano yang berdiskusi dengan para malaikat itu.     

Setelah Serafima surut dan tak lagi ingin bicara, Jovano ganti yang bersuara, "Apakah memang salah jika kami banyak memusnahkan jin yang sudah mengganggu manusia?"     

"Apakah kau yakin mereka yang kau musnahkan benar-benar pernah mengganggu manusia atau mencelakai manusia?" Nafael bertanya balik dan itu tentu saja sebuah pertanyaan retoris.     

Segera saja Jovano merenung sejenak. Ya, dia akui dia hanya asal bantai selama itu adalah jin yang ada di jalan mereka sejak dari laut Bali hingga di Alas Purwo ini. Lalu, benarkah seperti ucapan Nafael baru saja? "Jadi … kami salah duga pada mereka?"     

"Tidak semua dari mereka mencelakai manusia. Mengganggu mungkin iya, namun tidak mencelakai. Inilah yang kukatakan kau berlebihan." Suara Nafael terdengar tenang namun memuat banyak tekanan dari hukum kebijaksanaannya. Hal ini menimbulkan kharisma yang kuat darinya.      

"Hm … aku akui aku sudah banyak melakukan pembantaian kepada mereka. Dan, yah … aku juga tidak banyak memindai memori mereka sehingga kupikir mereka yang ada di jalan kami ke sini adalah makhluk yang banyak berbuat kejahatan pada manusia." Jovano selesai merenung dan berani mengakui kesalahannya.     

"Kau memang iblis bodoh!" cela Hazriel dengan nada puas. "Yang kau bantai juga ada jin baik ataupun jin muda yang tak tahu apa-apa. Dasar kau—"     

"Hazriel, tak perlu berkata-kata lagi. Biarkan aku saja yang berbicara." Nafael menghentikan rekannya sebelum sang rekan mempermalukan diri sendiri dengan mengumpat serta memaki Jovano.     

"Maafkan aku yang kurang teliti mengenai itu. Jadi, apakah poinku tidak bisa naik karenanya?" tanya Jovano penuh wajah antisipasi.     

Nafael mengangguk, katanya, "Benar, poin kebajikanmu tidak bisa bertambah karena kebajikanmu seimbang dengan kejahatanmu."     

"Uffhh … baiklah. Aku akan lebih teliti lagi lain kali." Jovano tidak hanya berjanji pada Nafael namun juga pada dirinya sendiri. Dia benar-benar merasa bersalah jika membayangkan sudah membunuh jin tak bersalah ataupun jin muda yang masih polos.     

"Oleh karena perbuatan brutalmu itu, Sang Agung menjatuhkan perintahnya untukmu. Apakah kau siap mendengarnya?" Nafael menatap datar namun sorot matanya tajam meski samar.     

Menelan salivanya sekali, Jovano mengangguk meski hatinya berdebar-debar. Kira-kira dia akan dihukum? Atau mungkin … ahh, ini sungguh mendebarkan!     

Apa? Apa kira-kira yang diperintahkan Sang Agung untuk Jovano?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.