Devil's Fruit (21+)

Hukuman Dari Sang Agung



Hukuman Dari Sang Agung

0Fruit 1422: Hukuman Dari Sang Agung     

Jovano mendapatkan teguran cukup keras dari pencipta segala dunia dan alam, Sang Agung. Teguran itu disampaikan melalui Nafael dan akan dikatakan ke Jovano.      

"Sang Agung bersabda padaku, bahwa kau, Jovano keturunan Mikael, kau tak boleh lagi menggunakan 2 kekuatan besarmu itu selama mengerjakan misi dariku." Nafael mengatakan apa yang telah disabdakan oleh Sang Agung.      

"Hah?" Suara Serafima menyahut lebih dulu ketika mendengar itu. "Dia tak boleh pakai kekuatannya?"     

Jovano menepuk lembut lengan istri pertamanya sebagai upaya menenangkan Serafima. "Jadi, itu hukuman dari Sang Agung padaku?"     

"Ya, itu merupakan hukuman untukmu dari Tuan Agung." Nafael menguatkan konfirmasi Jovano disertai anggukan kepalanya. "Kau tidak diperkenankan memakai kedua kekuatan besar di dua telapak tanganmu itu saat memusnahkan makhluk astral yang merugikan manusia. Pakailah kekuatanmu yang lain. Kecuali kau menghadapi iblis kuat yang susah kau hadapi. Namun, itu pun kau tetap harus meminta ijin terlebih dahulu dari Sang Agung, karena segala hal di semua dunia adalah kepunyaan-Nya."     

Dari penuturan Nafael, Jovano seakan sedang diingatkan kembali bahwa kedua kekuatan yang dia miliki merupakan pemberian Sang Agung, bukan hasil dia menciptakannya sendiri. Seperti ucapan Nafael, segala di seluruh alam ini, baik yang atas, bawah atau manapun, adalah milik Sang Agung.     

Paham mengenai itu, Jovano mengangguk setuju. "Baiklah, aku sudah paham akan sabda Sang Agung. Tapi, bagaimana jika aku terdesak dan tak sempat meminta ijin dulu pada Sang Agung untuk menggunakan kekuatanku tadi?" Ia pun harus jelas mengenai segala konsekuensi yang akan dia hadapi.     

Tatapan datar Nafael berbanding lurus dengan suaranya ketika menjawab Jovano, "Jika kau bersikeras melanggar sabda Sang Agung, maka bersiaplah jika Sang Agung sendiri yang akan mencabut kekuatanmu itu dari dirimu, dan kau bisa melupakan impian melihat ibumu bangun dari tidur panjangnya."     

Serasa ada godam sebesar gunung menghantam dada Jovano saat kalimat Nafael meluncur datar padanya. Dia bahkan kesulitan menelan saliva dikarenakan memikirkan bila ibunya tak akan punya kesempatan bangun lagi bila dia nekat menggunakan 2 kekuatan besarnya.     

"Dengan kata lain, mulai saat ini, aku harus melawan segala makhluk astral, apapun itu, dengan kekuatan biasaku saja, benar?" Mata Jovano terarah lurus pada Nafael ketika menanyakan ini.     

"Benar. Kau harus menyadari bahwa ini merupakan hukuman atas tindakan sewenang-wenangmu. Sang Agung sangat tidak menyukai sesuatu yang berlebihan dan sewenang-wenang." Sedatar sebelumnya, Nafael menjawab.     

"Kau katakan dia tak suka yang berlebihan, tapi mengapa masih ada banyak iblis dengan kelakuan sangat sewenang-wenang dan berlebihan, entah kepada manusia maupun ke ras lain?" Sebagai karakter yagn keras dan tidak mudah pasrah, Serafima mempertanyakan apa yang kerap mengendap di benaknya.     

Mata Nafael beralih ke Serafima untuk menjawab, "Hanya Sang Agung yang memiliki kewenangan mengenai semua hal dan semua makhluknya. Tidak ada yang perlu dipertanyakan karena semua sesuai dengan sistem Sang Agung sendiri. Ini merupakan kewenangan tertinggi dari Sang Agung."     

"Kau sangat tidak layak mempertanyakan mengenai itu, bocah!" Hazriel membentak Serafima diiringi suara ketusnya.     

"Sang Agunglah yang memiliki hal penuh untuk menentukan apakah dia akan menjatuhkan hukuman atau memberikan kasih sayangnya kepada setiap makhluk ciptaannya." Nafael menambahkan.     

Shona buru-buru mengusap-usap bahu Serafima agar istri pertama tidak terlalu emosi lagi. Hukuman tetaplah hukuman. Bahkan jika dipikir secara mendalam, tindakan Jovano dan mereka berdua memang tidak bijaksana. Sudah sepantasnya jika Sang Agung tidak berkenan.     

"Baiklah, Tuan Malaikat, aku akan sangat berusaha untuk menahan diri tidak menggunakan 2 kekuatan di telapak tanganku itu, meski misalpun kepepet sekalipun. Semoga saja aku tidak perlu bertemu dengan lawan yang unggul di atasku secara kekuatan. Aku hanya ingin berbuat kebaikan untuk manusia sekaligus menjalankan misi." Jovano memang tak punya pilihan lain selain patuh pada ketentuan yang diberikan.     

"Bagus kalau kau sudah mengerti." Kemudian, usai mengatakan itu, Nafael pun melesat ke langit menembus awan diikuti Hazriel.     

"Oke, ladies, ayo kita lanjutkan perjalanan kita." Jovano mengajak kedua istrinya untuk beranjak pergi dari Alas Purwo.      

Bentangan alam hijau nan asri yang membuat nyaman mata, jiwa dan napas ada di kiri dan kanan mereka. Suasana sungguh terasa sejuk, tentram dan … sepi.     

"Tidak ada pengunjung kah di area ini?" Serafima bertanya ke Jovano.      

Jovano mengedarkan radarnya dan menggeleng. "Tidak ada manusia di radius 10 kilometer dari kita. Mungkin karena ini sudah hampir petang?"     

"Kita akan terus berjalan sampai ke gerbang depan, Jo?" tanya Shona.     

"Ya, aku ingin berjalan santai saja sambil menikmati alam sekitar." Jovano menghirup dalam-dalam udara segar di sekelilingnya sambil perlahan mulai memunculkan wujud fisik dia. Shona dan Serafima mengikuti tindakannya.     

Bertiga, mereka berjalan dalam tubuh manusia menuju ke gerbang depan.      

Sayangnya, belum juga mereka mencapai gerbang depan, langkah mereka sudah dihadang sekelompok makhluk astral.     

"Kau sudah banyak membunuh rekan-rekan dan keluarga kami!" seru salah satu yang bertubuh tinggi seperti pohon kelapa.      

"Yah, aku minta maaf mengenai itu. Aku sungguh gegabah." Jovano tidak segan mengucapkan kata maaf karena baginya, itu bukan kata yang buruk.     

"Enak saja! Kau sudah membunuh mereka dan kini hendak seenaknya pergi?" Sosok mirip nenek berkulit kehijauan dengan rambut putih acak-acakan melotot lebar. Bibir hitamnya menyeringaikan amarahnya saat menggeram.     

Sepertinya, para makhluk astral itu sudah mengikuti percakapan antara pihak Jovano dengan kedua malaikat tadi, sehingga kini mereka merasa di atas angin, tak perlu lagi merasa gentar pada Jovano yang sudah 'diberangus' kekuatannya.     

"Lalu, kalian ingin kami bagaimana?" Jovano bertanya.     

"Kau harus jadi budak kami selama 500 tahun!" seru nenek menyeramkan itu.     

"Ya! Ya! Budak selama 500 tahun!" teriak yang lainnya secara serempak.     

"Heh! Jangan mendorong keberuntungan kalian terlalu jauh, yah!" bentak Serafima. Sebagai seseorang yang mudah tersulut, mana mungkin dia pasrah begitu saja menerima persyaratan tak masuk akal begitu?     

"Kau berani berbuat kejam tapi tak berani menanggung resikonya? Cuih! Memalukan!" ejek si nenek hijau pada Serafima dan kelompoknya.     

"Tak tahu malu! Tak tahu malu!" seru astral lainnya. Sepertinya si nenek itu adalah pemimpin dari kelompok itu.     

"Begini saja, bagaimana jika aku dan kedua istriku menyembuhkan rekan kalian yang terluka? Kalian setuju?" tawar Jovano. Ia menoleh ke Shona untuk meminta persetujuan.     

Shona tak mungkin menolak keinginan suaminya, ia pun mengangguk.      

"Hanya itu?" tanya si nenek sambil mencibir, seolah tawaran Jovano terlalu murah.     

"Yah, kalau nanti aku kebetulan sedang baik, aku bisa memberikan hal-hal bagus lainnya untuk kalian. Maka dari itu, lebih baik kita berdamai saja agar kita bisa saling menguntungkan." Rasanya bukan hal bijaksana bila Jovano memprovokasi para astral. Ia berusaha untuk meredakan amarah mereka atas tindakannya yang lalu.     

"Kalau begitu, kalian harus masuk ke tempat kami!" Si nenek melirik tajam Jovano.     

"Masuk ke tempat kalian?" Shona tak paham.     

"Maksud dia … ke kerajaan jin mereka." Jovano menjawab istri keduanya. "Benar begitu, kan Nek?" Ia menoleh ke nenek tadi.     

"Benar. Ayo! Ayo dan buktikan ucapan kalian tadi bahwa kalian ingin meminta maaf dengan tulus!" Nenek menatap tajam ketiga orang di depannya.     

"Jo, ini kita akan ikut mereka? Sungguhan?" Serafima agak tak yakin. Ia waswas. Demikian pula Shona. Apakah Jovano akan nekat menyetujui masuk ke kerajaan jin di Alas Purwo?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.