Devil's Fruit (21+)

Bertemu Harry dan James



Bertemu Harry dan James

0Fruit 1427: Bertemu Harry dan James     

Setelah meledakkan banyak jin yang ada di rumah sakit, Jovano dan Shona merasa puas telah menuntaskan kewajiban mereka di tempat itu.      

Nenek Bawuhi yang masih memiliki kesadaran disela-sela rasa sakit hebatnya akibat api hitam Jovano, mendengar ledakan-ledakan dari arah rumah sakit jin dan dia melotot penuh benci pada Shona. "Arrghhh! Kau penipu! Kau ternyata menipu!"     

Tapi, hanya itu saja yang sempat diteriakkan Nenek Bawuhi karena dirinya sudah terlanjur dilahap sepenuhnya oleh api hitam Jovano hingga menjadi abu dan menghilang di antara angin.     

Dengan bantuan Wei Long, dua orang itu pun bisa keluar dari alam jin tersebut dan kembali ke hutan Alas Purwo.     

"Kalian!" Serafima begitu lega melihat Jovano dan Shona berhasil keluar dari tempat sebelumnya. Dia memeluk Jovano erat-erat sebagai rasa lega luar biasa. "Aku nyaris gila menunggu kalian!"     

Jovano terkekeh sambil menepuk-nepuk ringan kepala istri pertamanya. "Hehe … mana mungkin aku bisa dicelakai jin-jin kecil itu?"     

Serafima memukul pelan dada suaminya dengan raut cemberut meski wajahnya merona karena senang. Lalu dia beralih ke Shona dan memeluk madunya. "Aku senang kau baik-baik saja, Sho. Aku tak bisa menerima amukan ibumu kalau sesuatu buruk terjadi padamu."     

"Jadi, Sis Sera khawatir ke aku hanya karena takut dengan mamaku?" goda Shona sambil mengerling jenaka pada Serafima.     

"Ihh! Tentu bukan begitu maksudku!" Serafima melonggarkan pelukannya untuk meninju pelan bahu Shona. "Aku juga khawatir padamu sebagai bibi ke keponakan, tahu!"     

"Haha, iya … aku percaya, kok Sis! Aku hanya menggodamu saja." Shona terkekeh senang telah mengerjai Serafima sampai dia berwajah sulit.     

"Nah, ayo kita lanjutkan perjalanan kita." Jovano berkata. "Paman Wei, terima kasih atas bantuanmu."     

"Humph! Itu hal terlalu sepele untukku. Apakah tak ada yang lebih menantang lainnya?" sombong Wei Long sambil melipat dua tangan di depan dada sembari dagu terangkat, khas sikap dia.      

Kemudian, mereka pun mulai melanjutkan langkah mereka. Kali ini Jovano menyarankan untuk melakukan perjalanan dengan kaki saja. "Sekalian kita melihat lebih nyaman semua panorama di kanan dan kiri, yah!"     

Kedua istrinya setuju, sedangkan Wei Long kembali masuk ke Alam Cosmo dan hanya akan keluar jika dibutuhkan saja.     

Perjalanan mereka pun tiba di sebuah daerah pemukiman penduduk yang sepertinya sebuah desa yang cukup besar. "Kok sepertinya hawa di sini agak aneh, yah?" Jovano melihat ke sekeliling.     

"Aneh bagaimana, Jo?" tanya Serafima.     

Jovano belum sempat mengatakan apa-apa pada pertanyaan Serafima ketika ada salah satu penduduk sana yang menyapa. "Ehh? Siapa kalian? Turis mancanegara?"     

Segera, ketiganya menoleh ke orang yang baru saja datang mendekati mereka sambil memanggul seikat besar rumput di belakang motornya.     

"Ohh, ya, kami turis." Jovano menjawab menggunakan bahasa Indonesia yang dia sengajakan agak beraksen ala bule, agar tidak terlalu mencurigakan.     

"Ahh, turis. Mister dan noni-noni cantik ini hendak ke mana?"     

"Kami baru saja dari perjalanan di Alas Purwo." Jovano menjawab.     

"Heh? Dari Alas Purwo? Kok bisa ke sini hanya jalan kaki?" Orang itu mendelik saking kagetnya. Itu karena jarak dari Alas Purwo ke desa ini lumayan jauh dan akan sangat gila jika ditempuh dengan jalan kaki biasa.     

"Ohh, tadi kami … pakai mobil teman, tapi kami minta turun di sini. Kami … backpacker. You know backpacker, kan?" Jovano berakting bagai bule sungguhan yang kurang paham aksen orang Indonesia, padahal dia bisa bicara bahasa Indonesia dengan sangat lancar, lengkap dengan aksennya pula.     

"Ohh, yes, backpacker yah! Itu yang … anu … bule miskin ehh, maksud aku … petualang, bule bolang!" Orang itu agak gugup bicara ketika dia merasa kata pilihannya agak kurang baik didengar.     

Jovano hampir saja memburaikan tawanya mendengar ucapan jujur orang itu. "Ahh, petualang! Ya, benar!"     

Tak lama, muncul seseorang dengan mengendarai motor, mendekat ke mereka. "Ehh, Kang Heri. Ada apa, nih Kang?" sapa orang itu ke orang yang berbincang dengan Jovano.     

"Kang Mardun, ini loh ada bule, turun ke desa ini dari Alas Purwo. Mereka bolang." Orang yang disapa Kang Heri itu berbicara ke kawannya.     

"Ohh, bule bolang?"     

"Iya, Kang Mar, bule kere (miskin). Ehh, mugo-mugo (semoga) mereka nggak tau omonganku ini, hehe …."     

"Ahh, Mister, Madam! Kenalkan … I am James." Kang Mardun mengulurkan tangannya ke Jovano terlebih dahulu sebelum beralih ke Serafima dan Shona.     

"Ohh, hai Sir James!" Jovano malah mengikuti alur saja dan makin membuat besar kepala Kang Mardun disebut Sir James olehnya.     

"Serafima."     

"Shona."     

Kedua istri Jovano menyambut jabat tangan Kang Mardun.     

"Kok malah James kui piye, tho (itu bagaimana, sih)?" Kang Heri menepuk lengan kawannya untuk protes karena kawannya memperkenalkan diri dengan nama yang terlalu jauh berbeda dengan aslinya.     

"Hiss, meneng ae kon (diam saja kau)! Diem saja kau, Kang! Nama panggungku itu James kalo ketemu bule. Paling-paling dia nggak paham omongan kita, ya kan?" Kang Mardun begitu percaya diri akan ucapannya.     

Kang Heri mendelik. Kawannya ini sungguh sok tahu.     

"Jadi, apakah kami bisa bermalam di desa ini?" tanya Jovano pada Kang Mardun.     

"Eh gusti! Lha kok dia bisa bahasa Indonesia, tho?" Betapa kagetnya Kang Mardun mengetahui ternyata Jovano bisa berbahasa Indonesia dengan fasih.     

Kang Heri tertawa dan berkata, "Rasain. Makanya jangan sok tau! Jangan belagu. Dasar James karbitan!"     

Kang Mardun agak tersipu-sipu malu tersenyum ke Jovano. "Hehe, maaf, ya Mister, saya nggak tahu kalau situ ternyata bisa bahasa mbokku."     

"Tak masalah, Sir James. Santai saja." Jovano menyahut sambil kibaskan tangan pelan.     

"Duh, jangan Sir James, lah Mister. Jadi malu." Kang Mardun menggaruk belakang kepalanya. "James saja, yah!"     

Kang Heri ingin sekali menampar kepala Kang Mardun yang masih saja tak tahu diri, tetap ingin dipanggil James.     

"Baiklah, James. Dan ini pastinya Harry, kan?" Jovano menunjuk ke Kang Heri.     

"Ahaha … um, iya, Mister. Situ siapa tadi namanya?" Kang Heri juga rupanya tidak menolak diberi nama ala bule oleh Jovano.     

"Tak usah panggil mister ke saya. Nama saya Jovano. Ini kedua istri saya, Serafima dan Shona."     

Kang Heri dan Kang Mardun melotot seketika.      

"Eh buset! Bule juga ada poligami!" Kang Mardun memberikan celetukan begitu saja.     

"Aku harus minta poligami juga ini! Ningsih harus setuju! Masa sih bule bisa, aku nggak bisa?" Kang Heri malah lebih sembarangan menyahutnya.     

"Njaluk sirahmu ditepak Ningsih nganggo ulegan po, Kang (Minta kepalamu digeplak Ningsih pakai ulekan apa, Kang)?" Kang Mardun menyahut. Kawannya merespon dengan desisan saja.     

Maka, malam itu, Jovano dan kedua istrinya pun dibawa ke rumah kepala desa untuk diperkenalkan sekaligus mendapat ijin menginap di rumah kosong milik salah satu warga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.