Devil's Fruit (21+)

Menyelamatkan Sekumpulan Jiwa Korban Penumbalan



Menyelamatkan Sekumpulan Jiwa Korban Penumbalan

0Fruit 1437: Menyelamatkan Sekumpulan Jiwa Korban Penumbalan     

Jovano menatap sedih pada jiwa-jiwa yang terperangkap di alam jin pesugihan. Dia yakin itu memang alam milik jin-jin yang biasa bersekutu dengan manusia dan mereka akan menyeret jiwa manusia penghambanya ke alam itu untuk dijadikan mainan atau budak.     

Dengan penuh rasa sedih, Jovano bertanya melalui suara batin ke Sang Sumber Agung. "Bolehkah aku menyelamatkan para jiwa di tempat ini, Tuan Maha Agung?"     

Jovano sambil menunggu jawaban dari Sang Agung, dia sembari mencari jiwa Mardi untuk lekas dibawa kembali ke alam manusia. Dia tak yakin Mardi melakukan pesugihan.     

Setelah melacak jiwa Mardi menggunakan kekuatan Sniffer yang lebih ter-upgrade, Jovano akhirnya menemukan di mana Mardi berada. Ia ditawan di sebuah bangunan mirip gubuk dan di dalamnya ada 2 jin dengan cambuk di tangannya. Di gubuk yang cukup besar itu, tidak hanya ada Mardi namun juga banyak jiwa-jiwa manusia lainnya di sana.     

Para jiwa itu meringkuk di sudut bersama mardi. Mereka terlihat ketakutan. Bahkan, banyak jiwa-jiwa anak kecil ada di antara kumpulan itu. Ini membuat Jovano terheran-heran, kenapa ada anak kecil di sini?     

"Ha ha ha! Kalian ini hanya sekumpulan tumbal, maka lebih baik kalian bersiap-siap saja menerima kehormatan yaitu menjadi santapan tuan kami, ha ha ha!" Salah satu jin penjaga tertawa hingga perut buncitnya bergerak-gerak naik dan turun.     

"Ya, benar! Untuk apa kalian menangis begitu? Terima saja nasib kalian, kalian ini sudah ditumbalkan keluarga dan kerabat kalian, jadi tak usah berlagak sedih. Sana, kalian kutuk saja orang-orang itu, ha ha ha! Kutuk dan caci mereka keras-keras sebelum nanti kalian akan dihidangkan ke bos kami!" Penjaga satunya ikut tertawa, lalu cambuknya dikibaskan ke salah satu pemuda di sana.     

Pemuda itu menjerit kesakitan. "Arrghh! Aku tak percaya orang tuaku menumbalkan aku! Tak mungkin! Arrghh! Berhenti mencambukku! Kalian berbohong! Kalian hanya berdusta! Orang tuaku orang tua terbaik!"     

"Terserah apa katamu, manusia bodoh!" Dan penjaga itu terus melecutkan cambuknya ke jiwa si pemuda. Sementara, jiwa anak-anak kecil mulai menangis keras lagi melihat adegan menakutkan di depan mereka. Bahkan ada yang masih balita! Masih bayi!     

Betapa geramnya Jovano melihat pemandangan itu. Dia ingin sekali keluar dari persembunyiannya dan membunuh kedua jin penjaga itu, lalu menyelamatkan para jiwa yang rupanya merupakan tumbal dari pelaku pesugihan. Sungguh miris jika membayangkan ada orang yang tega menumbalkan keluarga ataupun kerabatnya hanya demi kenikmatan sesaat.     

Ia tak tahan dan hendak maju, ketika suara Sang Agung terdengar di benaknya. "Itu bukan wewenangmu."     

Jovano menyahut, "Bukan wewenangku? Lalu, apakah Anda tetap berpangku tangan saja melihat kejahatan di depan mataku ini? Mereka hanyalah tumbal, mereka tidak bersalah, mereka bersih dari dosa yang dilakukan kerabat dan teman mereka!"     

"Aku memiliki sikapku sendiri."     

"Tuan Agung, aku mohon, perkenankan aku untuk menyelamatkan jiwa di sini. Aku … aku tak tega melihat mereka disakiti dan disiksa!"     

"Tidak bisa."     

"Tuan Agung! Kenapa tidak bisa?"     

"Itu bukan wewenangmu."     

"Tapi kasihan jiwa-jiwa ini!"     

"Itu merupakan kehendak bebas mereka."     

"Y-Ya, oke kalau untuk yang melakukan pesugihan, tapi yang menjadi tumbal …."     

"Aku memiliki rencanaku sendiri atas mereka, kau … ambil saja jiwa yang memang ingin kau ambil dari sana."     

"Tapi, kenapa kau tak ingin melakukan sesuatu? Jin-jin di sini begitu jahat!" Suara batin Jovano berkoar keras, namun dia tidak lagi mendapatkan jawaban dari Sang Agung, menandakan Sang Agung tidak ingin bicara lagi.     

Hghh! Jovano menghela napas pelan, dia tidak diperkenankan untuk memusnahkan jin di sini karena para pelaku pesugihan itu melakukannya dengan kesadaran dan kehendak bebas mereka masing-masing, oleh sebab itu, Sang Agung tidak berkehendak memberikan pertolongan, kecuali Beliau memang ingin.     

Semuanya … kembali pada keputusan mutlak dari Sang Sumber Agung. Siapa yang hendak Sang Agung tolong atau tidak, itu merupakan hak absolut Sang Agung.     

Bisa saja Sang Agung tiba-tiba mengampuni jiwa pendosa kemudian mengangkatnya ke Nirwana, dan bisa pula Sang Agung melemparkan sang ahli ibadah ke dalam Jahanam. Tak ada yang bisa mengukur dosa setiap makhluk kecuali Sang Agung.     

Setelah menerima jawaban dari Sang Agung, Jovano memusatkan perhatiannya pada Mardi yang meringkuk diam di sudut gubuk. Ia harus menunggu hingga para penjaga itu mulai pergi satu demi satu dari gubuk.     

Jovano langsung keluar dari persembunyiannya dan menghampiri Mardi. "Hei, kau Mardi, kan?" tanyanya pada pemuda itu.     

Mardi menoleh ke Jovano dengan tatapan mata sendu. "K-Kau … kau siapa? Kenapa tahu namaku?" Ia agak bingung.     

"Aku kenal kakekmu, dan dia saat ini ingin kau pulang. Ayo, aku antar kau pulang." Jovano mengulurkan tangannya ke Mardi.     

Tapi, Mardi sepertinya ragu. Kakeknya bisa mengenal lelaki bule? Mana mungkin! Kakeknya itu hanya orang desa saja dan jarang berinteraksi dengan penduduk kota, apalagi bule! Ia menggeleng. "Kau … kau tak usah membujukku dengan bawa-bawa kakekku."     

"Ehh? Kau tak percaya aku kenal dengan kakekmu? Namanya Pak Tarno, betul kan?" Lalu Jovano menyebutkan ciri-ciri fisik dan juga alamat rumah Pak Tarno.     

Mardi terbelalak tak percaya, ternyata Jovano benar mengenal kakeknya! "Jadi kau … kau sungguhan kenal simbah?"     

"Ya, simbahmu. Dia yang meminta tolong aku untuk mengajakmu pulang ke rumah. Semua kerabat terutama simbahmu sudah sangat merindukan kamu. Mereka sedih karena kau pergi." Jovano memberikan bujukannya.     

Mardi tiba-tiba menangis. "Aku ingin pulang, aku ingin pulang, aku takut di sini … aku tak mau di sini … hu hu hu …."     

"Maka dari itu, ayo ikut aku pergi dari sini." Jovano mengulurkan tangannya lagi ke Mardi. Segera, tangan itu diraih Mardi tanpa ada keraguan lagi. Ia benar-benar sudah ingin pulang kembali ke orang-orang yang menunggunya di rumah. Ia tak sabar ingin bertemu mereka!     

Melihat Mardi ditarik Jovano, banyak jiwa di gubuk itu mulai berseru, "Tolong bawa aku juga!"     

"Tidak, bawa aku saja! Tolong aku!"     

"Kakak! Bawa aku keluar dari sini!"     

Jovano bimbang. Dia ingin membawa mereka semua, tapi jumlah puluhan seperti itu, rasanya akan susah keluar dari alam ini tanpa diketahui para jin.     

Tapi … dia ingin menolong mereka. "Ya sudah, cepat ikuti aku dan jangan sampai terlihat para jin, yah!"     

Banyak dari mereka yang bangkit dan berbondong-bondong keluar dari gubuk mengikuti Jovano. Mereka tak sabar ingin meninggalkan alam ini untuk diselamatkan menuju alam lain yang lebih baik.     

Namun, karena jumlah mereka terlalu banyak sehingga menarik perhatian jin yang memergokinya. "Heh! Siapa itu? Kenapa mereka mengendap-endap begitu! Hei! Mereka hendak kabur! Mereka mau kabur!"      

Teriakan jin tadi mengakibatkan banyak jin lainnya bergegas terbang mengejar Jovano dan kawanan jiwa yang mengikutinya.     

Jovano terpaksa menggunakan api iblisnya untuk melawan para iblis yang menghadang terbangnya. Namun, jumlah iblis yang mendekat semakin banyak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.