Devil's Fruit (21+)

Keputusan Zivena Pada Akhirnya



Keputusan Zivena Pada Akhirnya

0Fruit 1451: Keputusan Zivena Pada Akhirnya     

"Zi, lebih baik sekarang kamu ikut Kakak di sini saja, yah!" pinta Jovano. Dia khawatir bila berjauhan dengan sang adik. "Lagipula, ini juga merupakan tanah kelahiran mom."      

Demikian Jovano mengungkapkan keinginan dia untuk bersama adiknya menuntaskan misi kemanusiaan mereka demi mendapatkan kristal jiwa milik ibu mereka.     

Zivena termenung beberapa saat sebelum dia berkata, "Lalu … ini artinya aku tidak perlu lagi berkelana ke negara Asia lainnya, Kak?"     

"Kurasa sudah cukup sih kamu berpetualang ke berbagai negara Asia, Zi. Pastinya kamu udah ngerasa cukup juga mengenai itu, kan?" Jovano tersenyum ke adiknya.     

"Um, yah … aku rasa memang begitu, sih." Zivena tidak menyangkal kalau di dalam hatinya pun dia ingin bersama sang kakak, tidak perlu terpisah lagi.     

Meski tahu bahwa maksud sang kakak meminta Zivena melalang buana ke berbagai negara Asia lainnya untuk misi mereka itu merupakan sebuah tempaan bagi Zivena agar lebih kuat dan berkembang secara mental, namun seorang adik tetaplah adik.     

Terlebih karena Zivena sangat menyukai kakak Jovano dia, meski bukan rasa suka yang sama seperti yang pernah ada di hati Ivy dulunya.      

Rasa suka Zivena terhadap Jovano bukanlah asmara melainkan hormat dan bangga memiliki seorang kakak seperti Jovano.     

Karena Zivena sudah setuju akan permintaan Jovano, maka nanti pagi hanya perlu datang ke pak lurah untuk mengurus pertambahan penghuni di rumah ini: Zivena dan Gavin.     

Sisa malam itu digunakan kelompok Jovano untuk beristirahat, meski mereka tidak tidur dan masih ingin mengobrol santai.     

Tak lupa Serafima juga dibaringkan di tempat tidur dengan penjagaan ketat dari kelompok Jovano, alias mereka mengobrol di kamar utama tersebut.     

"Wah, sepertinya Gavin harus berpuasa dari hobinya, nih!" goda Shona ketika melirik ke Gavin yang banyak terdiam sejak mereka bertemu lagi.     

"He he … Kak Sho bisa aja." Gavin tersipu malu sambil mengusap tengkuknya.     

"Huh! Berpuasa apanya?" Zivena mulai mencuitkan protesnya atas jawaban Gavin. "Dia di setiap negara yang kami singgahi, selalu berusaha memikat perempuan! Sungguh memalukan!" Pipinya menggembung lucu sembari mulutnya dikerucutkan saat kesal menceritakan mengenai kelakuan Gavin.     

"E-Ehh! Tidak selalu, loh Zi!" Gavin lekas mengoreksi. "Kak Jo, Kak Sho, sumpah deh, aku gak selalu begitu, kok! Hanya beberapa aja, beneran!" Gavin sampai mengangkat jarinya membentuk gesture orang bersumpah.     

Jovano tertawa geli. "Ha ha, ya gak apa, dong Zi … Gavin kan udah gede, udah dewasa, udah pantas kalo merayu sana dan sini." Ia membela sahabat masa kecilnya.     

Raut wajah Gavin berubah percaya diri dengan pembelaan dari Jovano. Dagunya sedikit terangkat disertai senyuman setuju akan ucapan sang sahabat.     

"Tapi kalau itu mengganggu misiku, kan sungguh menyebalkan!" Kemudian, Zivena membuka aib-aib Gavin yang mengencani banyak perempuan, terutama ketika mereka singgah di Thailand.     

Jovano dan Shona terkekeh geli membayangkan Gavin yang masih bandel dan Zivena yang harus menahan emosinya setiap melihat kelakuan binal Gavin.     

Hingga, sinar matahari mulai muncul dari ufuk timur dan tirai langit berganti menjadi semburat warna jingga kekuningan emas dan berangsur-angsur jingga itu berubah menjadi kuning terang, hari pun berubah menjadi pagi.     

"Sebentar lagi akan aku ajak kalian ke tempat pak lurah, yah! Kita harus mendaftarkan kalian sebagai tamu di desa ini." Jovano berkata ke Zivena dan Gavin.     

"Tapi, Kak Jo, apa nanti si pak lurah itu enggak bingung karena aku dan Zizi muncul gitu aja dalam semalam di sini?" Gavin mempertanyakan itu.     

"Jangan khawatirkan mengenai itu, Gav," sahut Shona dengan kerlingan penuh arti. "Kau seperti tidak tahu kakak Jo kamu saja."     

"Ha ha ha … istriku yang ini memang paling tau aku, dah!" Jovano menjangkau wajah Shona untuk dia belai pipinya disertai tatapan memuja sekaligus cinta yang begitu besar.     

Shona tersipu dengan hati membuncah senang.     

"Sho benar, mana mungkin aku tidak mempersiapkan sesuatu ketika aku akan bertindak, ya kan?" Jovano berkata, "Aku nantinya akan menghadap ke pak lurah dan berkata kalau kau dan Zizi adalah dua adikku dan kalian datang tengah malam dari kota lain ke desa ini. Tenang saja, mana mungkin aku gagal bicara dengan manusia?"     

Seketika, Gavin teringat bahwa ibunya pernah berkata bila Andrea dulunya memiliki kekuatan senyum ajaib yang bisa begitu saja menundukkan hati siapapun yang melihatnya, membuat Andrea mudah dipatuhi makhluk yang kekuatannya lebih rendah darinya jika dia memamerkan senyumnya.     

Apakah itu juga menurun pada Jovano? Gavin bertanya-tanya mengenainya.     

.     

.     

Seperti yang sudah dikatakan Jovano, pada jam 10 pagi, dia membawa Zivena dan Gavin untuk pergi ke rumah pak lurah. Dia sudah membuat janji dengan pak lurah melalui telepon di jam 8 tadi dan dipersilahkan datang di jam 10.     

Sementara, Shona ditemani Wei Long, masih akan menjaga Serafima yang masih belum siuman. Malaikat Nafael sudah menjanjikan bahwa istri pertama Jovano itu akan sadar hari ini.     

Di rumah pak lurah, rombongan kecil Jovano disambut baik. Makanan kecil dan minuman hangat langsung dikeluarkan, terhidang memenuhi meja ruang tamu.     

"Duh, Pak, malah merepotkan begini." Jovano berbasa-basi.     

"Ahh, ini tidak repot sama sekali! Ha ha ha!" Pak Lurah berkata lantang dengan sikap santai namun penuh wibawa meski tetap menghormati Jovano. "Ayo, ayo, silahkan dicicipi sajian ala kadarnya ini, maaf kalau mungkin kurang enak bagi lidah bule seperti kalian."     

Jovano tanpa ragu mengambil salah satu jajanan yang ada di hadapannya dan tanpa ragu digigit lalu dikunyah. Matanya segera berbinar sambil kepalanya mengangguk-angguk. "Ini enak sekali, Pak! Namanya apa, yah?"     

"Ohh, itu Kue Lumpur." Bu Lurah yang menjawab, Beliau duduk di sebelah Pak Lurah.     

"Ehh? Namanya … Kue Lumpur? Kok sangat kontradiksi dengan bentuk dan rasanya, yah Pak? Ha ha ha!" Jovano tidak ragu menghabiskan kue tradisional itu dengan cepat untuk beralih ke jajanan lainnya.     

Melihat Jovano senang dengan yang disajikan, tangan Gavin menjulur ke lainnya. Ia mengambil yang berwarna hijau berbentuk bulat dengan buliran kelapa parut di sekujur bola-bola itu. "Umh! Hu-humph!" Ia segera menutup mulutnya dengan wajah ingin tersenyum dan takjub.     

"Ahh, pasti ada yang meledak di dalam sana, ya kan?" tebak Pak Lurah.     

Gavin menganggukkan kepala sambil mulutnya terus mengunyah dan tidak mampu bicara.     

Jovano penasaran dan mencoba apa yang tadi Gavin masukkan ke dalam mulut. Kemudian, dia juga bereaksi seperti Gavin. "Umh! Ini … apa ini yang meledak di dalam?" Ia bertanya ketika sudah menelan semuanya.     

"Ha ha ha, itu dinamakan Klepon. Yang tadi seperti meledak itu adalah isiannya yang terbuat dari gula jawa cair." Pak Lurah menerangkan.     

"Gula jawa cair?" ulang Gavin usai menelan klepon.     

"Brown sugar?" tanya Jovano.     

"Bukan, sepertinya bukan." Pak Lurah menggeleng.     

Bu Lurah masuk ke dalam dan keluar sambil membawa sepotong utuh gula jawa. "Ini terbuat dari nira pohon kelapa. Kalau brown sugar setahuku dibuat dari tebu."     

"Wah, sepertinya Bu Lurah ini sangat luas wawasannya," puji Jovano.     

"Ahh, Ibu hanya sekedar tau dari obrolan emak-emak yang bergosip di tukang sayur saja, kok!" Bu Lurah tersipu dipuji Jovano.     

Sementara itu, dari balik kain pembatas ruang tamu, ada seseorang mengintip di sana. Namun, Zivena memergokinya dan menoleh ke orang itu.     

Si pengintip segera mundur dan menjauh dari tirai tebal tersebut.     

Kening Zivena berkerut, ada perasaan aneh dan sedikit tak nyaman dari tatapan orang tadi. Siapa? Keluarga Pak Lurah?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.