Devil's Fruit (21+)

Misi Khusus untuk Gavin



Misi Khusus untuk Gavin

0Fruit 1459: Misi Khusus untuk Gavin     

Tidak disangka-sangka, senjata pamungkas yang dikatakan Jovano ternyata adalah Gavin!     

Gavin muncul dari luar dan senyum cengirannya langsung terpampang di wajahnya. "Halo, ladies."      

Serafima dan Zivena secara kompak memutar bola mata mereka dengan jengah akan sapaan dari Gavin yang terkesan genit dan tak penting.     

"Kenapa bisa dia dijadikan senjata pamungkas, sih Kak?" protes Zivena pada kakaknya yang dia anggap cukup sembrono menunjuk Gavin sebagai senjata untuk melawan siluman Cempluk.     

"Ei, jangan remehkan kemampuan Gavin, Zi. Dia ini … aku yakin dia sudah makin piawai merayu cewek, apapun rasnya, ya kan Gav?" Jovano menoleh ke sahabat masa kecilnya sambil tersenyum penuh arti.     

"Ha ha ha … tentu aja! Mana mungkin kemampuan unikku ini tidak ter-upgrade setelah sekian lama, hm?" Gavin menaikkan dagunya sambil tersenyum sombong. Namanya juga keturunan iblis, sombong itu seperti sebuah kewajiban.     

"Memangnya dia akan merayu siluman itu?" Serafima masih menyangsikan kemampuan Gavin. Di matanya, Gavin ini masih bocah, masih terlalu hijau untuk dipuji Jovano sebagai seorang piawai dalam merayu perempuan.     

"Wah, jangan kerdilkan kemampuan Gavin soal itu, sayank." Jovano mengedipkan satu matanya ke istri pertama dan bicara lagi, "Kamu kan belum lihat perkembangan dia selama beberapa bulan ini. Tanya saja Zizi kalau tak percaya."     

"Astaga …." Zivena makin memuta bola matanya. Dia akui, Gavin memang sungguh mudah menaklukkan perempuan manapun saat mereka sedang melalang buana di benua Asia Tenggara dan Asia Barat. Ia mengakui itu, namun tak sudi mengucapkannya.     

Jika teringat seperti apa kelakuan Gavin selama perjalanan misi, Zivena rasanya malu dan mual sendiri. Itupun Gavin masih sempat mencoba merayu dia sebelumnya. Pemuda itu memang terlalu gila nyalinya.      

Untung saja Gavin bergegas menyerah dan tidak lagi memiliki keinginan menaklukkan Zivena.     

"Oke, jadi, kapan aku bisa memulai misi penaklukannya, Kak Jo?" Gavin mengusap-usapkan dua tapak tangannya sendiri, seolah dia sudah tak sabar.     

"Bisa kamu lakuin kapan aja kalo kamu siap, Gav, yah carilah waktu yang tepat sesuai perhitungan kamu." Jovano menepuk bahu sahabatnya sambil berkata, "Aku percayakan ini padamu."     

Gavin mengangguk mantap, dia tak sabar ingin buktikan kepada Jovano bahwa dia memiliki kegunaan di kelompok ini. Dia sudah ditunjuk oleh Jovano mengikuti misi ini sejak awal mereka mencari kristal jiwa Andrea, maka tak mungkin dia hanya berpangku tangan tidak memberikan kontribusi apapun.     

Bisa-bisa, jika dia tidak melakukan hal berguna, Jovano akan mengembalikan dia ke Jepang dan diminta mengurus salah satu  bisnis Andrea di sana.     

Tidak! Gavin tidak mau menjalani hidup membosankan macam itu. Dia ingin banyak mengalami petualangan mendebarkan di segala penjuru dunia.      

Seorang lelaki, apapun rasnya, patut memiliki petualangan menjelajahi segenap alam raya ketika masih muda sebelum beranjak tua dan renta. Inilah yang diyakini oleh Gavin.     

Maka, dia sangat senang dan bersemangat ketika dirinya ditunjuk Jovano mengiringi pemuda itu untuk berpetualang mencari kristal jiwa di berbagai jenis alam.     

Sungguh pengalaman yang tiada duanya bagi Gavin.     

Kini, dia dikatakan sebagai senjata pamungkas oleh Jovano, bukankah itu menandakan dia sangat dipercaya oleh Jovano? Maka, dia tak boleh mengecewakan kepercayaan yang diberikan sang sahabat.     

.     

.     

Saat siang hari menjelang, Gavin mendekat pelan ke area rumah pak Lurah tanpa menyentuh batas energi gaib yang ditebar oleh Cempluk. Dia sudah diberitahu Jovano berapa radius untuk batas aman dia agar tidak terdeteksi oleh si siluman kucing.     

Setelah berkamuflase sebagai pohon di dekat rumah pak Lurah dan ini sudah cukup aman untuknya bersembunyi dari manusia karena suasana di sekitarnya cukup sepi, dia tetap menyatu dengan pohon.     

Karena makhluk astral di desa ini sudah melarikan diri kala itu, maka Gavin tidak perlu khawatir akan adanya endusan makhluk astral di dekat dia. Ini sungguh memudahkan kinerja dia, sebagai senjata pamungkas.     

Perlahan, Gavin mulai berkonsentrasi dan mencari alam mimpi yang dia targetkan, hendak dia susupi masuk.     

Setelah sekian menit mencari, akhirnya dia mendapatkan targetnya.      

Tadi, Serafima sempat bertanya, kenapa misi ini dijalankan Gavin di siang hari, bukannya malam hari, Jovano menjelaskan bahwa kucing termasuk hewan nocturnal yang aktif di malam hari, maka akan lebih aman kalau Gavin beroperasi di siang hari, tatkala Cempluk sedang beristirahat dan bersantai.     

Benar saja, kala itu, Cempluk memang sedang tidur lelap setelah semalaman bermain panas dengan Ferdi. Demikian juga Ferdi yang lelap di sisi Cempluk, kelelahan luar biasa.     

Kalau sudah begitu, biasanya Cempluk akan membuat kamar Ferdi menjadi kamar isolasi yang tidak akan mendengar bunyi apapun termasuk ketukan dari luar.     

Keluarga pak Lurah sudah paham kalau Ferdi tidak akan keluar kamar meski digedor macam apapun, maka dari itu, mereka tidak lagi mengingatkan jam makan karena biasanya Ferdi akan makan bila memang dia lapar.     

Kini, siang ini … Gavin menyusup masuk ke alam mimpi Cempluk.     

Di alam mimpinya, Cempluk terkejut ketika dia sedang bermain-main di sebuah taman penuh makanan kucing, tiba-tiba saja muncul sosok lelaki tak dikenal di dekatnya.     

"Siapa?" Cempluk bertanya pada sosok yang masih terlihat kabur.     

Sosok itupun mendekat sambil mulai menyapa Cempluk. "Ohh, ehh, aku." Gavin memunculkan dirinya. "Maaf kalau aku mengganggumu, aku … aku hanya heran siapa di depanku, tidak disangka ternyata ada wanita cantik begini."      

Gavin mengusap tengkuk dengan gaya malu-malu seakan perjaka bertemu wanita untuk pertama kalinya.     

Mendengar pujian manis dari Gavin, Cempluk tersenyum senang dan melayang mendekat ke Gavin. "Kamu manis sekali. Siapa namamu?"     

"Aku … he he … aku … Vin." Gavin sampai sengaja meronakan pipinya agar Cempluk percaya dia pemuda lugu.     

Tentu ini sangat memancing rasa penasaran Cempluk. Ada pemuda lugu antah-berantah di mimpinya, bukankah ini terlalu mengundang?     

"Kau … kau juga tampan." Jemari lentik Cempluk mulai merayap ke dada Gavin.     

"A-Ahh! Benarkah aku tampan? Tapi … tapi … tidak pernah ada yang mengatakan demikian. Kau pasti berbohong untuk menyenangkan aku saja, ya kan?" Gavin terus saja berlagak lugu.     

"Berbohong apanya? Kau ini benar tampan, juga manis. Hm, aku tak tahu kau ini darimana … tapi kau sungguh imut menggemaskan." Tangan Cempluk seketika meraih sesuatu di selatan Gavin, sehingga pemuda 'lugu' itu memekik kaget.     

"A-Ahh! Aduh, aku … aku jadi malu … kakak begitu cantik dan aku … aku cuma begini saja." Gavin tundukkan kepalanya.     

Hal ini makin memancing gairah Cempluk. "Ha ha, kau ini sungguh menggemaskan, Vin." Segera, dia mendorong Gavin hingga pemuda itu rebah di rerumputan lembut.     

"No-Nona?" Gavin menunjukkan wajah takut namun juga berhasrat. Terutama ketika Cempluk mengurai satu demi satu kain di tubuhnya hingga tak bersisa. "Nona sungguh molek, astaga … aku sungguh beruntung bisa melihatnya."     

"Hi hi … sini biar Kakak ajarkan apa itu kenikmatan yang bisa digapai berdua begini." Cempluk mulai merunduk ke Gavin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.