Devil's Fruit (21+)

Berikan Mereka Waktu (21+)



Berikan Mereka Waktu (21+)

0Fruit 1453: Berikan Mereka Waktu     

Jovano, Zivena, dan Gavin baru saja dari rumah pak lurah dan kini sudah tiba di halaman rumah yang dipinjamkan ke Jovano.     

Kemudian, tampaklah Serafima yang telah siuman dan sehat seperti sedia kala, berlari untuk menubruk Jovano, suaminya. "Jo!"     

Jovano tersenyum senang melihat istri pertamanya sudah siuman dan pulih seperti sedia kala. Ia merentangkan kedua tangannya dan menerima Serafima yang meloncat ke pelukannya. "Sudah sembuh?"     

"Hu-um …." Serafima menenggelamkan wajahnya dalam-dalam ke perpotongan leher Jovano, menghirup aroma suami yang dia rindukan. "Aku kira aku gak akan bertahan, Jo." Ada suara lirih bergetar darinya.     

Hal ini sangat mengharu-biru hati Jovano. Ia tetap menggendong Serafima di depan bagai sedang menggendong bayi saja dan melangkah masuk ke rumah.     

Serafima terus menyandarkan kepala ke bahu Jovano sambil menyamankan diri di gendongan suaminya.     

Bahkan, mereka berdua masuk ke kamar dan Jovano berkata, "Sebentar yah, guys, aku ingin berduaan dulu ama si merah ini, he he …."      

Zivena memutar bola matanya dengan jengah mendengar ucapan kakaknya. Dia sempat menggumam pelan, "Tau begitu, tidak aku bantu sembuhkan saja dia."     

"Jangan begitu, Zizi." Shona mencubit lembut pipi adik iparnya.     

Mata besar Zivena menatap Shona dan dia bertanya, "Kak Sho, apakah kau tidak cemburu melihat kakakku begitu dengan si rambut merah?"     

Kepala Shona menggeleng disusul senyuman menyejukkan mata. "Sista Sera juga memiliki hak atas Jo, mana mungkin aku hendak mengusik mereka ketika mereka sedang ingin berduaan saja?"     

"Tapi, Kak Sho pastinya ada rasa cemburu, ya kan?" Mata menyelidik Zivena terus tersorot ke Shona.     

"Tentu saja ada, tapi itu sama sekali tidak perlu dijadikan hal utama yang harus aku pikirkan karena porsinya sangat kecil." Shona mengajak Zivena duduk di sofa ruang tamu.     

Gavin mengikuti kedua perempuan itu dan duduk juga di sana. "Kak Sho, bagaimana Kakak bisa menahan rasa egois itu? Maksudku, kalau itu aku yang jadi Kak Sho, mana mungkin aku sudi milikku dibagi dengan orang lain."     

"Hei, aku ini datang sesudah sista Sera, jadi mana mungkin aku hendak membesar-besarkan rasa egois itu? Justru aku yang sering merasa tak enak sendiri karena aku seperti mengganggu rumah tangga mereka." Shona menatap langit-langit rumah.     

Sekarang ini, di rumah tersebut sudah tidak ada makhluk astral satupun yang berani berteduh di sana. Jika pak lurah mengetahui ini, pasti Beliau sangat senang.     

"Aku lebih suka Kak Sho ketimbang si merah itu," sungut Zivena disertai mulut mengerucut imut.     

"Hei, tak boleh begitu." Shona menggusak gemas puncak kepala adik iparnya. Meski Zivena sudah belasan tahun, namun tingkahnya masih menggemaskan seperti ketika kanak-kanak dahulunya.     

"Oh ya, Kak Sho, rumah ini punya siapa?" tanya Gavin.     

"Ini punya pak lurah, tadi pasti kamu sudah bertemu dia, kan?" Shona menjawab.     

"Ahh, iya, sudah, Kak. Bahkan, tadi kami dijamu banyak jajanan tradisional dan semuanya enak! Makanan Indonesia sungguh enak, yah Kak!" Lalu, Gavin berceloteh riang mengenai apa yang dia makan.     

Shona menimpali, "Makanan negeri ini memang luar biasa enaknya, sangat memanjakan lidah, dan bumbunya itu … tajam namun membuat ketagihan, ha ha ha …." Shona tidak menutupi itu, lalu berkata lagi, "Ohh ya, bukankah Indonesia juga merupakan tanah air ibumu, Gav?"     

"Ahh, ya benar! Auntie Shelly dari Indonesia, kan!" Zivena teringat akan Shelly, bibi luar biasa baik yang merupakan sahabat ibunya sejak masa remaja.     

Kepala Gavin mengangguk. "Aku sudah lama tidak mengunjungi kakek dan nenek."     

"Mereka masih ada semua?"     

"Ada, Kak Sho. Mungkin kalau ada waktu luang, aku akan ke sana."     

"Bagus, Gav, memang seharusnya begitu, jangan sampai melupakan akar tempat kita berasal." Shona mengangguk setuju mendengar rencana Gavin hendak mengunjungi kakek dan neneknya.     

"Tapi, tadi … tadi di rumah orang itu …." Zivena kembali bertutur namun pelan seperti bergumam.     

"Hm, rumah orang itu?" Shona menoleh ke adik ipar dengan wajah penuh tanda tanya, "Siapa, Zi?"     

"Ya, itu tadi yang aku dan kak Jo datangi." Zivena kurang paham dengan istilah di Indonesia.     

"Ohh, pak lurah?" Shona mengonfirmasi dan Zivena mengangguk. "Ada apa dengan orang di sana?"     

"Ada yang membuat aku merasa … apa yah … agak … tak nyaman." Zivena seakan susah payah mendeskripsikan apa yang dia rasakan.     

"Siapa memangnya? Yang mana?" Shona makin penasaran.     

Zivena menceritakan mengenai anak pak lurah yang bertingkah aneh dan memiliki aura tak wajar yang membuat Zivena kurang nyaman.     

Sementara itu, Jovano sedang menikmati masa-masa intim dengan Serafima. Dia sudah memasang array pelindung yang bisa membuat kamar itu menjadi kedap suara dan tidak bisa sembarangan dimasuki makhluk astral manapun.     

"Aannghh … Jo … mmghhh …." Lenguhan disertai desahan terus menguar dari mulut terbuka Serafima tatkala lidah suaminya terus mengelus daerah paling peka miliknya di selatan sana, tempat yang merupakan pusat kehidupan, pusat kenikmatan digapai.     

Tanpa menggubris erangan manja Serafima, Jovano terus menggerakkan lidahnya di area lembap tersebut, memulas tanpa menjeda sama sekali sambil sesekali jemarinya akan turut bekerja mengusap-usap liang hangat sang istri.     

"Ha—angghh … Jooouuhh …." Suara Serafima semakin keras dibarengi dua paha yang kian dia buka lebar untuk memberikan akses seluas-luasnya pada sang suami memanjakan dirinya.     

Hanya dalam waktu 5 menit Jovano memanjakan daerah tersebut, Serafima sudah menyerah dan memberikan seluruh cairan cinta dia ke suaminya. Napasnya tersengal-sengal ketika menatap sayu Jovano yang mulai meniadakan pakaian mereka semua dan bergerak naik ke atas tubuhnya.     

"Pasti kamu udah gak tahan, ya kan Sera?" Jovano setengah berbisik sambil mengarahkan senjata maskulinnya ke liang gelap dan sempit di depannya. "Kamu keluar cepat sekali, sayank. He he he … dasar kucing merahku yang manis …."     

"Jo, ernnghh … just shut up …." Antara malu dan kesal sekaligus bergairah, Serafima menjawab suaminya sembari dua tangannya merengkuh pinggang Jovano dan menggerakkannya mendekat ke tubuhnya.     

Sehingga ….     

"Aarrghh!"     

"Annghhh …."     

Keduanya sama-sama melenguh nikmat ketika penyatuan itu terjadi.      

Jovano tidak ingin menunda lebih lama karena dia juga sudah menginginkan ini. Dia lekas hentak istrinya hingga tubuh Serafima bergerak naik dan turun secara harmonis dengan gerakan desakan dari Jovano.      

Mereka berdua saling mengerang, saling mendesahkan seluruh perasaan yang akhirnya terangkum dalam hujaman serta tarikan penuh ritmis seakan sedang menarikan salsa.     

Peluh mengalir deras dari kedua tubuh, seakan itu merupakan magma yang keluar dari sebuah erupsi setelah sekian lama terpendam.     

Hujaman serta desakan Jovano semakin beringas sembari dia merunduk dan menaruh kedua kaki istrinya pada sikunya, mengakibatkan Serafima menjerittak terkendali.     

Pada jeritan paling keras si wanita nephilim, saat itulah tembakan peluru cair milik Jovano membanjiri sumur gelap Serafima beserta luapan air suci dari sumur itu sendiri bertemu dengan si peluru cair.     

Namun, tentu saja ini belum selesai begitu saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.