Devil's Fruit (21+)

Mengamati Gavin Mandi



Mengamati Gavin Mandi

0Fruit 1462:      

Begitu Gavin bangun, dia sudah mendapati dirinya tanpa satupun helaian kain menutupi tubuhnya. Dia gelagapan, bingung, dan kaget,     

"I-Ini kenapa? Kok bisa begini?" Gavin melihat sekeliling kamarnya dan tangan dia menemukan adanya cairan pekat lengket di bagian perut bawah dia. "Aduh! Ini kan …."     

Ketika tangan Gavin menatap cairan yang baru saja dia sentuh menggunakan tapak tangan, matanya menangkap sosok kucing putih yang berbaring santai di dekat kakinya.     

"Ehh! Pus!" Gavin kaget dan tertawa canggung ketika kucing itu mengangkat kepala menoleh ke dirinya seakan sedang bertanya ke Gavin, ada apa.     

Gavin membeku, menyadari kondisi dan situasi dirinya di pagi buta ini begitu aneh. Semalam dia begitu lelap dan seperti bermimpi, tapi tidak begitu teringat mimpi apa yang dia alami.     

Tapi kenapa ketika bangun, dia malah tidak berpakaian sama sekali dan memiliki cipratan cairan pekat lengket di perutnya. Bahkan cipratan itu sampai ke daerah dada.     

Segera, Gavin meraih apapun kain di dekatnya untuk menutupi tubuhnya. Dia seolah malu terlihat telanjang di depan kucing. Ia bahkan terkekeh canggung ke kucing putih yang terus menatap dirinya.     

Dengan penutup seadanya untuk tubuh bagian bawah, Gavin membuka pintu kamar, melongok kanan dan kiri, berharap tidak ada siapapun di sekitarnya sehingga dia bisa berjalan ke arah sumur untuk mandi.     

Kamar yang ditempati Gavin memang tidak memiliki kamar mandi dalam. Kamar mandi bagi Gavin adalah sebuah sumur di belakang, bersebelahan dengan kebun.     

Kata Pak Min, sumur itu biasa digunakan para pekerja rumah Pak Lurah untuk membasuh tubuh, dan sesekali digunakan untuk mandi meski hanya dibatasi tembok rendah untuk menghalangi pandangan.     

Di sebelah area sumur, ada bangunan seperti WC yang airnya didapat dari menimba sumur terlebih dahulu untuk memenuhi bak kecil di sana.     

Bagi pekerja di sana, area sumur itu sangat dihindari di kala malam dan pagi buta karena dikenal sebagai tempat paling angker di rumah Pak Lurah.     

Tapi, itu sama sekali tidak berlaku bagi Gavin. Justru makhluk astral seperti jin dan sejenisnya akan rendah diri jika bertemu Gavin.     

Kebetulan, semua makhluk astral di desa tersebut sedang transmigrasi bedol desa usai kedatangan 2 malaikat agung. Hanya Cempluk saja yang bertahan.     

Maka, Gavin merasa santai dan tidak menemukan siapapun, entah itu manusia ataupun makhluk astral ketika dia sedang sibuk di sumur.     

"Ya ampun, tempat Pak Lurah ini ternyata masih ada sumur begini, seperti di desa terpencil saja, ck ck ck …." Gavin sembari menimba air, dia juga sekalian bergumam lirih.     

Di belakangnya, ternyata ada kucing putih yang duduk menatap Gavin dengan sabar seakan menunggui Gavin.     

Saat Gavin menoleh ke belakang, dia mendapati Cempluk versi kucing dan ia berkata, "Wah! Ha ha … kenapa kamu malah mengikuti ke sini, mpus cantik?" Ia tersenyum ke Cempluk.     

"Meooww …." Cempluk menyahut dengan suara imutnya.     

"Sebentar, yah … aku mau mandi dulu. Kamu ke sana, dong … nanti kena cipratan airnya, loh!" Gavin berkata sambil tersenyum.     

"Meooww …." Lagi-lagi Cempluk menyahut tanpa dia bergerak dari tempatnya duduk dengan pantatnya dan dua kaki depan diluruskan.     

Karena sepertinya Cempluk tidak ingin pergi, maka Gavin terpaksa mandi meski di dekatnya ada Cempluk.     

Ternyata air siraman yang Gavin guyurkan ke tubuhnya memang benar terciprat sampai ke tempat Cempluk duduk. Kucing putih itupun segera melompat menghindari cipratan air dan malah naik ke tembok pembatas yang hanya setinggi 2 meter.     

Ketika Gavin mengusap wajah yang baru dia basahi, dia menoleh ke belakang dan tidak ada Cempluk di tempat sebelumnya. Tapi ketika matanya terarah ke atas tembok, ternyata kucing putih itu sudah duduk tenang di sana.     

"Ehh! Mpus cantik udah di atas. Kena air, yah? Maaf, yah …." Gavin tersenyum lagi, dan dijawab meongan sama dari Cempluk.     

Akhirnya, Gavin meneruskan mandi subuhnya dengan santai sembari Cempluk memandangi dia dari atas tembok, tatapannya tertuju ke satu area khusus di bawah perut Gavin, tersenyum sambil matanya bersinar tanpa diketahui Gavin.     

Cempluk senang melihat benda yang menggantung, cukup panjang dari ukuran rata-rata, bergerak-gerak jika Gavin juga bergerak. Kucing mesum ini segera teringat akan malam indahnya tadi bersama Gavin.     

Meski Gavin dia buat tak sadarkan diri, namun Cempluk memiliki kemampuan agar Gavin seperti tersadar dan tegang sehingga dia bisa bercinta untuk pertama kalinya secara fisik dengan Gavin, meski Gavin nantinya tak ingat sama sekali sudah bercinta penuh membara semalaman.     

Mungkin Cempluk harus pelan-pelan mendekati Gavin dan bercinta tanpa harus menghipnotis pemuda itu terlebih dahulu.     

Usai Gavin mandi, Cempluk turun dari tembok dan mengikuti Gavin ke kamar pemuda itu. Gavin tidak keberatan paginya ditemani Cempluk.     

Namun, di jam mendekati pukul 7, Cempluk keluar dari kamar Gavin dan tentu saja kembali ke kamar Ferdi. Walaupun dia sudah membius Ferdi agar tidak terbangun, namun Cempluk masih ingin menyadarkan Ferdi agar dia bisa diberi makan seperti biasa.     

Benar saja, setelah Cempluk meniupkan asap ke wajah Ferdi, pemuda itu bangun dari tidurnya.     

"Ehh, Cempluk sayank. Kamu sudah bangun? Ohh, iya, makan pagi, yah!" Ferdi tersenyum dan mulai bangkit dari tempat tidur, mengambil makanan instan kalengan untuk kucing berharga mahal dan menuangkan setengahnya ke piring kecil yang dia sediakan untuk Cempluk.     

Setelah itu, kaleng berisi makanan basah itu dia masukkan ke dalam lemari es kecil yang ada di kamarnya.     

Kamar Ferdi memang sengaja dilengkapi berbagai peralatan dan fasilitas oleh Ferdi agar dia tidak perlu banyak keluar kamar. Di sana ada lemari es kecil, microwave, kompor listrik, dispenser. Semuanya dia masukkan ke kamar demi memenuhi kebutuhan Cempluk.     

Dan ini belum termasuk alat-alat untuk keseharian kucing seperti untuk buang kotoran dan peralatan perawatan lainnya.     

Sebenarnya kedua orang tua Ferdi sudah menegur agar kamarnya tidak diisi peralatan demikian karena itu akan membuat Ferdi makin malas keluar kamar.     

Sayang sekali, itu tidak digubris Ferdi sedikitpun dan dia tetap saja melakukan apapun yang dia ingin lakukan.     

Lalu, makanan mahal untuk Cempluk? Sudah pasti itu dari uang orang tuanya. Dia cukup memesannya secara online dan akan dikirim nantinya.     

Meski kesal dengan tingkah keras kepala Ferdi, namun kedua orang tuanya tidak tega mengabaikan keinginan Ferdi. Mereka terlalu sayang pada pemuda tak tahu diri itu.     

.     

.     

Di siang harinya, Gavin pamit keluar rumah untuk mulai mengerjakan tugasnya sebagai mahasiswa KKN. Pak Lurah dan semua di rumah itu tentu saja memberi restu.     

"Ya ampun, andaikan Ferdi seperti Arvin, yah Pak!" Istri Pak Lurah memandang punggung Gavin yang menjauh.     

"Tsk, sudahlah, Bu, tidak perlu bicara begitu. Nanti kalau Ferdi dengar, dia bisa tersinggung." Pak Lurah menasehati istrinya.     

"Halah, Pak! Kenapa harus takut Ferdi marah?" Emi, kakak Ferdi berkomentar dengan nada ketus.     

"Ada apa denganku?" Ferdi sudah di belakang mereka, membawa kantong plastik berisi kotoran Cempluk yang siap dia buang ke tempat sampah di depan rumah.     

Mereka segera menoleh ke Ferdi, melihat wajah pemuda itu menjadi masam. Pasti Ferdi sudah mendengar pembicaraan mereka bertiga.     

.     

.     

Pada malam harinya, seperti biasa, Cempluk menidurkan Ferdi dengan asap hipnotisnya sehingga dia bisa melenggang santai keluar kamar Ferdi untuk datang ke kamar Gavin melalui jendela.     

Dia memiliki rencana baru malam ini untuk Gavin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.