Devil's Fruit (21+)

Malam Pertama di Rumah Pak Lurah



Malam Pertama di Rumah Pak Lurah

0Fruit 1461: Malam Pertama di Rumah Pak Lurah     

"Kembalikan kucingku!" Tiba-tiba terdengar suara ketus dari sebuah arah. Itu Ferdi, berdiri sambil menatap sengit ke Gavin yang mengelus Cempluk dalam gendongan.      

Suara dari Ferdi cukup mengagetkan 3 orang di sana, sedangkan Cempluk tetap memasang wajah datar seolah tak bersalah. Namun untuk menjaga emosi Ferdi, kucing putih itu paham dan dia meloncat turun dari gendongan Gavin dan berlari kecil ke Ferdi.     

Pak Lurah merasa tak enak sendiri dan berkata ke putranya dengan suara lembut, "Fer … jangan begitu pada ta—"     

"Kembalikan!" Ferdi tidak menggubris ayahnya dan tetap menagih si kucing di lengan Gavin dengan sorot mata tajam penuh permusuhan, seakan Gavin sudah mengambil harta karun paling berharganya.     

"Ohh, maaf, yah! Aku tadi melihat kucing kamu lucu sekali dan dia juga jinak mendekat ke aku. Maaf, sekali lagi maafkan kelancanganku." Gavin sampai harus menundukkan kepala berulang kali ke Ferdi yang masih cemberut untuk menyatakan dia benar-benar menyesal.     

Tanpa mengatakan apapun, Ferdi hanya mendengus sekali dan berbalik badan meninggalkan tempat itu.     

"Ferdi! Fer! Ferdi!" panggil ayahnya, namun sia-sia saja karena putranya tidak menggubris. Karena itu, Beliau hanya bisa menghela napas pasrah dan menoleh ke Gavin untuk berkata, "Nak Vin, mohon maaf atas kelakuan putra Bapak yang itu, yah. Dia memang agak … nyentrik, cukup introvert kalau kata ahli, sih!" Pak Lurah menggosok tengkuknya dengan sikap canggung dan malu karena perilaku putranya yang dianggap kurang layak sebagai putra kepala desa.     

"Ahh, tidak apa-apa, Pak. Saya yang salah." Gavin menimpali dengan sikap sopan penuh pengertian. "Saya juga pasti akan begitu kalau kucing kesayangan saya dipegang akrab orang lain, berasa takut akan dibawa lari, begitu Pak, he he …."      

Pak Lurah ikut tersenyum, lega karena Gavin sepertinya anak baik yang tidak banyak rewel akan situasi apapun. "Ya sudah, ini kamar yang Bapak akan berikan ke Nak Vin untuk ditinggali."      

Gavin melongok kamar kosong tersebut. Ada bau lembap dan lumut. Tapi tak mengapa, hal seremeh itu sama sekali tidak akan menggoyahkan Gavin dari misi suci yang diberikan Jovano padanya. Jovano sudah mempercayakan ini pada dia, maka kini saatnya dia bersinar.     

Gavin dibantu pelayan rumah Pak Lurah, membersihkan kamar kosong tersebut yang memang letaknya paling belakang dan dekat dengan kebun yang cukup luas.     

"Mas, Masnya berani sekali yah menerima kamar di sini." Pelayan itu berkata ke Gavin.     

Menunjukkan wajah herannya, Gavin bertanya, "Berani bagaimana maksudnya, Pak Min?" Dia sudah berkenalan dengan pelayan tersebut.     

Pak Min teringat pesan majikannya dan ia segera menyahut, "O-Ohh, tidak apa-apa, Mas! Pak Min ini cuma bercanda saja, he he … he he …."      

Gavin melihat kecanggungan sikap Pak Min. Sebenarnya dia paham kenapa Pak Min bertanya semcam itu padanya. Dia bisa melihat kamar kosong ini tadinya menjadi tempat arisan banyak makhluk astral.      

Yah, tapi itu sebelum semua astral di desa ini berbondong-bondong kabur ketika ada 2 malaikat agung datang saat itu, kan!     

Sekarang desa ini sedang dalam masa tenangnya tanpa ada astral apapun, kecuali siluman Cempluk yang sepertinya tidak bersedia kabur seperti astral lainnya karena merasa kuat.     

Saat kejadian turunnya 2 malaikat agung ke desa sehubungan dengan Jovano, Cempluk tetap ingin bertahan, tak mau kabur meski banyak astral mengajaknya melarikan diri ke desa lain.     

Cempluk merasa, kedatangan malaikat itu bukan untuk mengusir mereka, cuma para astral bodoh saja yang buru-buru lintang-pukang dari desa ini.     

Maka, semenjak itu, kamar kosong yang bersebelahan dengan kebun luas Pak Lurah pun terasa damai tanpa ada nuansa horor seperti sebelumnya.     

"Ini kasurnya akan ditaruh di bagian mana, Mas?" tanya Pak Min sambil menggendong kasur busa dibantu pelayan lainnya.     

"Ohh! Di bagian sudut sana saja, Pak! Terima kasih. Aduh, maaf, aku jadi merepotkan …." Gavin bergegas membantu sekenanya untuk kepantasan.     

Setelah seluruh area kamar kosong dibersihkan, kamar itu kini mulai lebih terlihat hidup dan segar.     

"Wah, ini berkat Pak Min dan Pak Yos, nih! Terima kasih, Pak!" Gavin menyerahkan lembaran merah ke tangan kedua pelayan tersebut.     

"Ehh! Tidak usah, Mas! Tidak usah!" Pak Min justru menolak pemberian besar dari Gavin. Dia teringat bahwa Gavin anak kurang mampu, akan menjadi dosa bagi Pak Min apabila mengambil uang berharga milik Gavin.     

"Iya, tidak usah, Mas Vin. Kami akan dapat dari pak Lurah, kok!" Pak Yos menyambung.     

Meski didesak dan dibujuk macam apapun, ternyata Pak Min dan Pak Yos benar-benar menolak uang pemberian Gavin hingga Gavin pun menyerah dan tersenyum sembari mengucapkan terima kasih sekali lagi pada dua pelayan Pak Lurah.     

Bagi Gavin, langka orang-orang jujur dan amanah seperti Pak Min dan Pak Yos. Nanti dia akan meminta Jovano untuk memberikan rejeki tiban pada keduanya ketika misi mereka di desa ini sudah selesai.     

Malam itu, Gavin masih dalam penyamaran dia dan itu bukan hal sulit sama sekali. Sebagai keturunan iblis, dia mampu mempertahankan penyamaran dia sekaligus menyembunyikan aura iblisnya.     

Kalau jin saja bisa hal semacam itu, kenapa iblis tidak? Justru trik semacam ini berasal dari bangsa iblis yang ditiru kaum jin yang kekuatannya jauh di bawah bangsa iblis.     

Seperti yang diperkirakan oleh Gavin, malam pertama dia menginap di rumah Pak Lurah pasti dia akan mulai dihampiri oleh si kucing putih alias siluman Cempluk.     

Ketika muncul kucing itu di ambang jendela yang sengaja Gavin buka sebagai perangkap, Cempluk masuk dengan mudahnya ke dalam kamar Gavin dan naik ke atas perut Gavin saat pemuda itu sedang merebahkan diri sembari membaca buku kuliahnya.     

"Ehh? Kucingnya Ferdi. Duh, nanti kamu dicari majikanmu, aku bisa kena marah lagi nanti, puss …." Tangan Gavin sembari mengelus-elus kepala lalu ke dagu Cempluk.     

Namun, alih-alih pergi dari Gavin, kucing cantik berbulu putih bersih itu justru menggeliat manja merebahkan tubuhnya di atas perut Gavin.     

"Hee? Kamu suka di sini? Ahh, nanti Ferdi marah, loh! Ehh, tapi … kalau elus kamu sebentar, nggak apa-apa pastinya, ya kan? He he … kamu jangan lapor ke Ferdi kalau aku elus kamu begini, yah!" Gavin mulai berceloteh.     

Tangan Gavin mengelus perut Cempluk sehingga kaki belakang Cempluk menendang manja pada tangan yang sedang menggelitik perutnya.     

Gavin tertawa lucu sambil terus menggoda Cempluk dengan elusannya sampai kemudian dia merasa mengantuk. "Duh, kenapa aku mengantuk sekali sekarang?" Ia menguap beberapa kali dan kemudian seperti terkena sihir tidur.     

Tapi, sebelum dia benar-benar lelap, dia seperti melihat bayangan seorang perempuan molek di dekatnya.     

"Hah? Siapa? Siapa ka—mmhh …." Gavin pun tidak bisa meneruskan kalimatnya dan pasrah dalam tidurnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.