Devil's Fruit (21+)

Nasib Para Tumbal



Nasib Para Tumbal

0Fruit 1513: Nasib Para Tumbal     

Shona dan Serafima bersama-sama mempertanyakan mengenai manusia yang dijadikan tumbal oleh manusia lainnya dengan perjanjian dengan jin.     

Ratu Laut Utara merasa kedua istri Jovano sungguh menakutkan jika memberikan pertanyaan, sama seperti suami mereka. Bukan mengenai rupa, tapi apa esensi dari pertanyaan itu sendiri.     

Dengan menenangkan dirinya, Ratu Laut Utara berkata, "Memang, para tumbal itu jiwanya ditarik ke tempat di mana jin itu tinggal. Meskipun manusianya tinggal jauh dari sinipun, jika dia membuat perjanjian dengan jin dari sini, maka jiwa tumbalnya akan ke sini."     

Sebelum salah satu dari kedua istri Jovano merespon, Ratu Laut Utara sudah berbicara lagi, "Lalu, mengenai jiwa para tumbal tersebut, Semesta memang memberikan izin dengan sangat berat hati tetap tinggal di alam kami sampai hari dimana seluruh makhluk diangkat oleh Semesta dan diperkarakan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya."     

"Jadi, kalau Semesta mengangkat mereka 2000 tahun lagi, maka jiwa para tumbal harus menderita dan disiksa selama 2000 tahun lagi, begitu, Ibu Ratu?" Jovano dengan cepat bertanya.     

"Seperti itu kira-kira, Tuan Mudaku." Ratu Laut Utara mengangguk. "Hanya saja, hamba tidak berani mengatakan hal ini dengan yakin karena semua adalah hak dari Semesta."     

Akhirnya, Jovano meminta izin untuk berjalan-jalan saja di sekitar istana. Dia tidak ingin terlalu lama membebani dengan cecaran pertanyaan yang pastinya akan sangat dilematis bagi Ratu Laut Utara.      

Jovano sudah bisa merangkum jawaban dari Ratu Laut Utara dan dia tidak bisa membantah jika itu berkaitan dengan Semesta dan Sang Sumber.     

Meskipun Jovano tidak tahu siapa itu Semesta dan apakah Semesta sama dengan Sang Sumber itu sendiri, karena dia berinteraksi dengan Semesta di beberapa alam sebelum dia menjalani misi di bumi.     

Setidaknya, Jovano hanya ingin mewarisi tekad idealis sekaligus misi hidup ibunya, Andrea, untuk sebanyak mungkin berbuat kebaikan kepada manusia.     

Ya, apapun yang terjadi, Jovano akan lebih berada di pihak manusia ketika manusia mendapatkan bencana dari makhluk lain. Itu adalah tekadnya, karena dia memiliki darah manusia di tubuhnya meski hanya setetespun, tak menyurutkan tekadnya tadi.     

Jovano dan kelompoknya berjalan-jalan dengan didampingi Ratu Laut Utara.      

Ketika mereka tiba di sebuah lahan seperti ladang, di sana mereka melihat banyak jiwa manusia yang menahan tangis ketika dijadikan alas jalan untuk para jin.      

Jovano dan kelompoknya hanya bisa menahan sedih melihat itu. Bagaimanapun, mereka tidak bisa berbuat apapun untuk para jiwa itu karena sudah merupakan ketentuan dari Semesta sendiri.     

Ketika kehendak bebas dari manusia sudah digunakan, bahkan Semesta saja tidak bisa ikut campur. Ketika manusia sudah memutuskan ingin melakukan perjanjian dengan jin atau iblis, maka Semesta sudah tidak bisa lagi melakukan intervensi.     

"Ibu Ratu, apakah ada kejadian seperti … pelaku perjanjian dengan jin membatalkan perjanjian mereka?" Jovano tergelitik bertanya mengenai itu.     

"Ada, Tuan Mudaku." Ratu Laut Utara mengangguk sambil mereka berjalan terus berdampingan.     

"Ohh! Ternyata ada! Lalu, bagaimana ceritanya? Sukses lepas dari perjanjian itu?" Serafima dari belakang menyambar dengan pertanyaan karena tidak sabar.     

Ratu Laut Utara sedikit menoleh ke belakang sambil menjawab, "Ada yang berhasil, ada pula yang gagal, Nyonya Mudaku."     

"Bagaimana bisa begitu, Ibu Ratu?" Shona ikut bertanya.     

"Bagi yang berhasil, itu karena mereka ditolong oleh manusia lain yang memiliki ilmu dan kemampuan di atas jin tersebut sehingga jinnya kalah dan melepaskan manusia tersebut." Ratu Laut Utara menjabarkan.     

"Rupanya bisa begitu. Lalu, kalau manusianya tidak lebih tinggi kemampuannya … gagal?" Zivena juga bersuara.     

"Benar, Nona Mudaku." Ratu Laut Utara menganggukkan kepalanya. Sesekali dia disapa rakyatnya dengan sikap hormat dan dia membalas dengan anggukan kepala singkat saja.     

"Aku tidak bisa membayangkan jika manusia harus berhadapan dengan iblis untuk melepaskan manusia lain dari belenggu perjanjian." Gavin di barisan paling belakang mendesahkan napas panjang usai berkata demikian.     

"Jujur saya katakan, akan sangat sulit bagi manusia bisa mengalahkan iblis ketika itu berkaitan dengan pelaku kontrak yang ingin dibebaskan." Ratu Laut Utara menggeleng lemah.     

"Ya, karena kekuatan iblis tentunya jauh di atas jin, kan?" Louv juga bersuara.     

"Benar. Itulah kenapa, biasanya jika manusia membuat perjanjian dengan iblis, manusia itu sudah tidak bisa tertolong, kecuali ada keajaiban dari Semesta." Ratu Laut Utara berkata, "Butuh manusia terpilih yang benar-benar mampu melawan iblis."     

"Manusia terpilih …." Jovano menggumam seraya memasang raut wajah seakan sedang berpikir, "Aku bertanya-tanya, ada berapa jumlah manusia itu? Terpilih oleh Semesta untuk sanggup melawan iblis."     

"Kemungkinan jumlahnya sedikit, Tuan Mudaku. Tapi bukan berarti hitungan jari, tentu tidak. Hamba yakin jumlahnya mencapai ratusan di antara penduduk bumi ini, hanya saja, mungkin tersebar di seluruh dunia, dan … bisa jadi masih setengahnya saja yang sudah terbangkitkan kekuatan khususnya itu." Ratu Laut Utara memberikan celah untuk pertanyaan selanjutnya.     

"Ohh? Terbangkitkan! Bagaimana maksudnya?" Serafima memakai celah itu.     

"Artinya, apakah kekuatannya sudah disadari dan dibangkitkan oleh manusia itu sendiri, sayank." Jovano yang menjawab istrinya. Kemudian, menoleh ke Ratu Laut Utara, "Apakah dugaan saya ini benar, Ibu Ratu?"     

"Benar, Tuan Mudaku."      

Kemudian, mereka sudah tiba di ladang lainnya dan mendapati banyak jiwa manusia di sana dijadikan semacam alat untuk membajak atau hewan tunggangan bagi para jin.      

Dicambuk, dipukuli bila tidak bergerak, dan ditendang apabila tak mau jalan. Itu sungguh pemandangan yang tidak menyenangkan.     

Apalagi ketika mereka tiba di sebuah pemukiman dan di sana ada banyak jiwa-jiwa para bayi yang dijadikan mainan oleh anak-anak jin. Dari dijadikan bola sepak, dijadikan boneka, dijadikan semacam bola bowling, dan banyak lainnya.     

Jiwa-jiwa bayi itu menangis keras-keras tapi tidak menyurutkan para anak jin untuk terus menggunakan mereka sebagai alat permainan.     

Shona memalingkan wajahnya ke samping, tidak kuat. Serafima dan Zivena sudah bersiap maju untuk mengambil jiwa-jiwa bayi malang tadi, tapi Jovano mencegahnya.     

"Jangan, jangan lakukan sesuatu yang hanya akan menimbulkan kesalahan lebih besar." Jovano menggeleng lemah ke istri dan adiknya yang sama-sama emosional.     

"Tapi, Kak Jo! Betapa jahatnya mereka memperlakukan bayi seperti itu! Meski hanya jiwanya saja, tapi tetap jiwa itu bisa merasakan sakit dan … arghh!" Zivena kesal sendiri.     

"Ayo, kita balik kanan saja, jangan ke sana." Jovano memutuskan demikian. Kelompoknya patuh meski hati mereka merasa tersayat melihat jiwa para bayi diperlakukan demikian.     

"Setidaknya, aku harap roh mereka sudah kembali ke Sang Sumber dan terlahir kembali." Shona mengusap air matanya yang sempat hadir di pelupuk mata.     

Jovano merengkuh pundak Shona, berkata, "Ya, semoga saja, sayank. Karena kita tahu, manusia terdiri dari 3 tubuh, yaitu fisik, jiwa, dan roh. Ini yang aku pelajari dari banyak literatur kuno."     

Shona mengangguk.      

Pada 3 jam hitungan Jovano, dia berpamitan pulang ke daratan pada Ratu Laut Utara.     

Ratu Laut Utara mengangguk dan mengantar kelompok Jovano dengan iringan kereta kencana seperti sebelumnya.     

Ketika Jovano dan kelompoknya tiba di daratan, mereka kembali ke tubuh masing-masing. Hari sudah siang dan menjelang sore ketika itu.     

Namun, Jovano seperti merasakan ada yang salah. Apa itu?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.