Devil's Fruit (21+)

Memanggil King Zardakh



Memanggil King Zardakh

0Fruit 1519: Memanggil King Zardakh     

"Menurutmu kenapa dia menyasar ke sis Sera, Jo?" Shona tertarik ingin tahu pemikiran Jovano yang biasanya mind-blowing.     

"Dia sepertinya ingin membuatku marah. Sekarang pikirkan saja, kalau memang dia ingin mencelakai aku, bukankah kesempatannya ada banyak? Dia bisa saja mengambil jiwaku atau tubuh fisikku di pantai saat kosong. Bahkan tubuh fisik yang aku tinggalkan di hotel saja tidak dia sentuh melainkan tubuh Sera." Jovano mengerutkan kening. "Sepertinya dia mencari apapun titik lemahku agar aku murka dan emosional."     

Shona dan yang lainnya terkejut dengan pemikiran Jovano.      

"Benar juga!" Gavin menampar pahanya sendiri dan berkata, "Kalau memang dia ingin melakukan sesuatu ke Kak Jo, kenapa tidak mengutak-atik tubuh Kak Jo ketika sedang dalam situasi rapuh?"     

"Sepertinya Kak Jo benar. Dia ingin membuat Kak Jo marah." Zivena mengerutkan kening.     

"Apalagi, dia dengan culasnya melakukan pemisahan arah!" Shona masih geram mengenai itu.     

"Hah! Ini benar-benar salahku. Aku begitu lengah dan payah, sama sekali tak bisa melindungi istriku." Jovano meremas frustrasi rambutnya. Ingin murka, tapi pada siapa? Pelakunya saja belum diketahui siapa gerangan.     

Kaisar iblis. Itu merupakan sosok yang sangat kuat yang masih di luar jangkauan Jovano.      

Bahkan melawan raja iblis saja Jovano belum memiliki kepercayaan diri secara mutlak. Dia masih sangat muda. Dia bagaikan bocah cilik di hadapan raja iblis, dan bagaikan bayi merah di depan kaisar iblis.     

Jovano merasa dirinya masih harus lebih banyak mendapatkan tempaan dan pelatihan untuk bisa bertarung dengan baik melawan sosok-sosok kuat seperti raja iblis, apalagi kaisar iblis.     

"Aku akan menemui opa dulu." Jovano memutuskan demikian.     

"Kak Jo! Lebih baik jangan tinggalkan kak Sho, deh!" Gavin mengingatkan itu kepada Jovano. "Ingat, oknumnya ingin Kakak marah, bukan ingin Kakak terluka fisik."     

"Astaga! Iya juga, yah!" Jovano seperti diingatkan mengenai itu. "Trims, Gav! Untung aja kamu mengingatkan soal itu."      

Karena itu, Jovano memutuskan untuk memanggil kakeknya datang ke hadapan mereka saja ketimbang dia yang pergi ke si kakek.     

Maka, menggunakan telepatinya, dia memanggil King Zardakh agar sudi datang ke tempatnya berada.      

Satu menit … lima menit … sepuluh menit … sampai akhirnya hampir setengah jam berlalu sejak Jovano memanggil si kakek.     

"Huh! Ini pasti pria tua jelek itu sedang melakukan hal busuk makanya tidak langsung datang saat kak Jo memanggil!" dengus Zivena sambil mengucapkan kalimat apa adanya seperti yang di otak, tanpa ragu.     

"Duh, duh … tega sekali mengatakan seperti itu tentang opamu ini, hm?" Akhirnya, King Zardakh pun muncul dari ruang kosong dan tiba di depan kelompok Jovano. "Ehh! Kenapa kalian berkumpul begini? Aku pikir hanya Jo saja yang ingin bicara denganku." Wajah penuh senyum tak berdosa King Zardakh ditampilkan penuh percaya diri.     

"Huh! Rupanya kau ini hanya muncul jika sudah aku umpat." Zivena berkata sengit. "Baiklah, lain kali akan aku umpat dulu kau agar muncul!" Tatapan matanya kesal pada kakeknya.     

"Zizi, tak boleh begitu pada opa." Jovano menasehati adiknya.     

"Hu hu … untung sekali aku memiliki cucu berbakti dan baik seperti Jo." King Zardakh segera memeluk manja ke Jovano sambil mengeluarkan air mata palsu.     

"Opa, jangan begini, aku memanggil opa bukan untuk acara santai." Jovano memaksakan dirinya tersenyum meski hatinya kacau luar biasa.     

King Zardakh segera menjauhkan dirinya dari Jovano dan berlagak menyusut ingusnya yang sebenarnya tidak ada sembari mengusap mata yang tidak ada air mata sama sekali. Benar-benar definisi "lebay".     

"Ehem! Oke, Jo! Ingin membahas apa dengan opamu hebat ini?" King Zardakh mendadak menegakkan punggung dan membusungkan dada dengan gaya percaya diri tinggi.     

Jovano mengabaikan sikap 'lebay' kakeknya dan menceritakan apa yang menimpa Serafima.     

"Hm, begitu, yah!" King Zardakh mengetuk-ketukkan jarinya pada dagu seolah sedang berpikir keras. "Jo, bisakah kamu men-transfer memori kamu mengenai si raja iblis yang menghadangmu itu?"     

Jovano mengangguk dan menjulurkan tangan ke kakeknya yang langsung disambut King Zardakh dengan tangannya pula. Melalui pegangan tangan seperti itu, mereka bisa saling berbagi memori.     

Jovano memejamkan mata agar dia tidak salah membagi memori dengan kakeknya. Sementara, King Zardakh tidak perlu memejamkan mata karena … memang tidak diperlukan baginya begitu!     

Setelah menerima memori mengenai penampilan si raja iblis yang menemui Jovano, dahi King Zardakh berkerut. Dia diam sejenak sebelum akhirnya bersuara, "Kenapa Horial ada di sana, yah!"     

"Horial? Siapa itu, Opa?" Jovano ingin tahu.     

"Dia adalah raja iblis dari jenis Pride dari gen Yang Mulia Luc." King Zardakh menjelaskan secara singkat.     

"Opa mengenal dia?" Harapan muncul di mata Jovano karena ternyata kakeknya mengenali sosok tersebut.     

"Tidak begitu, Jo. Hanya sekedar tahu saja kalau dia dari klan Yang Mulia Luc." Ucapan King Zardakh ini menurunkan harapan Jovano dengan segera.     

Melihat raut muram cucunya, Beliau berkata, "Tapi, Jo, Opa bisa upayakan menghubungi orang yang bisa terkoneksi baik dengan Horial."     

Mendengar itu, harapan Jovano kembali naik dan wajahnya cerah lagi. Senyum lebarnya menggambarkan itu saat dia juga berkata, "Opa, tolong, yah! Aku butuh kejelasan tentang istriku. Aku tak bisa kehilangan dia!"     

"Tapi, Jo … kalau aku boleh memberikan saran, nih!" King Zardakh berkata.     

Jovano seketika merasa ada yang tak enak dengan ucapan kakeknya setelah ini. Senyumnya lenyap dan berganti dengan pertanyaan, "Apa itu, Opa?"     

"Kalau Opa bisa kasi saran, sebaiknya kamu berlagak cuek saja, maksud Opa … anggap saja kamu tidak merasa rugi dengan kehilangan istri pertamamu itu." Demikian saran dari King Zardakh.     

Roman Jovano mendadak suram saat dia berkata, "Tidak bisa! Aku tidak mungkin bisa melakukan itu!"     

"Jo, kamu sendiri menyadari bahwa tindakan Horial dan siapapun di belakangnya adalah sarana untuk membuatmu marah, maka mereka akan sangat senang bila kau termakan pancingan emosi mereka, ya kan?" King Zardakh menasehati cucunya.     

"Tapi, Opa …." Jovano seperti hendak menangis saja mendengar apa yang menjadi saran dari kakeknya.     

Tangan King Zardakh menepuk bahu cucunya dan berkata, "Opa tau, pasti sangat berat bagi kamu dengan adanya insiden semacam ini, tapi … kalau kamu berani bertaruh pada ucapan Opa, sebaiknya kamu melakukan seperti saran Opa."     

"Tidak sanggup, Opa!" Jovano menggelengkan kepala. Dengan dia bersikap cuek seperti saran kakeknya, artinya dia tidak boleh terlihat panik atau khawatir lagi mengenai Serafima. Itu artinya, dia tak boleh terlihat mencari-cari Serafima.     

Mana bisa Jovano bersikap semacam itu? Bila memasang wajah tak peduli, dia masih bisa, tapi jika sampai tak mencari keberadaan istri pertamanya, itu mustahil!     

"Opa, tolong beri aku solusi lainnya." Jovano tampak lesu dan putus asa.     

"Opa justru lebih penasaran dengan kabut hitam yang kamu ceritakan tadi, Jo." Kening King Zardakh berkerut.     

"Zizi, apakah bisa kalau kamu membuat Opa bisa merasakan apa yang kamu alami di alam ingatan Sera?" Jovano menoleh ke adiknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.