Devil's Fruit (21+)

Sikap Andrea Mengenai Kejujuran Dante



Sikap Andrea Mengenai Kejujuran Dante

0Fruit 1547: Sikap Andrea Mengenai Kejujuran Dante     

Karena tak ada satupun yang bersedia membantu Dante menjelaskan mengenai Eunika pada Andrea—bahkan kedua anaknya pun memilih mundur menjauh—maka Dante hanya bisa mengandalkan keberuntungan saja.     

Dia mengajak Andrea ke sudut lain, sebuah tempat terbuka, agar apabila Andrea mengamuk, maka istrinya tidak akan merusak bangunan apapun di dekatnya.     

"Jadi begini, Sayank." Dante memulai penjelasannya dengan kalimat sebaik mungkin dan suara selembut mungkin. "Kamu masih ingat insiden penjara di Nirwana diledakkan oleh Ruenn?"     

"Hm, ya. Lalu?" Andrea menunggu dengan hati berdebar-debar, dia juga bertanya-tanya di benaknya, kenapa suaminya membawa mereka ke memori yang begitu jauh?     

"Nah, saat itu, Erefim tergesa-gesa mengirimku ke sebuah alam lain." Dante berhati-hati menata kalimatnya.     

"Alam apa itu?" tanya Andrea.     

"Alam peri." Dante menjawab.     

"Hm, baiklah. Lalu?" Andrea melipat kedua lengan di depan dada.     

"Aku di sana mengalami luka parah dan amnesia." Dante melanjutkan ceritanya.     

Dagu Andrea terangkat sedikit dan dia berkata, "Ahh, sepertinya aku mulai mendapatkan titik terang. Teruskan!"     

"Ehem! Aku di sana … ditolong oleh salah satu ratu peri bernama Yredis." Dante bersiap menerima amukan Andrea setelah kalimat ini.     

Andrea makin manggut-manggut seakan sudah mengetahui alur yang akan disampaikan suaminya, tapi dia tetap diam menunggu Dante menyelesaikan ceritanya.     

"Aku … aku menikah dengan Yredis di sana dan … dan memiliki 2 anak." Ini adalah kalimat paling sulit dan pahit bagi Dante untuk dikatakan pada istrinya.     

"Ahh … begitu rupanya …." Andrea masih terlihat tenang meski pandangan matanya berkilat.     

"Err … jadi … Eunika itu bukan pacar aku. Dia … dia itu … anakku. Anak bungsuku dengan Yredis." Meski heran karena tanggapan Andrea biasa saja, tapi Dante masih memperjelas status Eunika. Kemudian, dia mengulum bibirnya sendiri, menunggu apapun dari Andrea, meski itu bola energi atau semacamnya, Dante tidak akan melawan.     

Andrea tersenyum. "Jadi … kayak gitu, yah!"     

"Iya. Tapi, Sayank, aku benar-benar sedang mengalami amnesia saat itu dan sama sekali lupa  jati diriku!" Setidaknya Dante harus menegaskan mengenai ini pada Andrea.     

"Hm, oke! Aku mo jalan-jalan sebentar, yak!" Andrea menyahut setenang mungkin dan berjalan ke arah perbukitan.     

Dante mengekor di belakangnya, tapi segera kena hardik Andrea.     

"Jangan ikut!" teriak Andrea sambil menoleh ke Dante.     

Jantung Dante seperti dihantam godam raksasa. Dia melihat kilatan amarah di pandangan mata istrinya. Kali ini, Andrea memang sedang sangat marah.     

"Kembali ke mereka! Sekarang!" Andrea menegaskannya sehingga suaminya segera melakukan yang dia perintahkan.     

Kemudian, Andrea berjalan sendirian saja ke sebuah tanah lapang di dekat bukit. Tak ada yang berani mendampingi Andrea karena mereka sudah tahu apa kira-kira perasaan Andrea saat ini.     

Dante kembali bergabung dengan Jovano dan yang lainnya.      

"Dad, semua aman?" tanya Jovano, sekedar basa-basi.     

"Semoga. Apa kamu ingin mengikuti mommy kamu di sana?" Dante menunjuk ke arah Andrea berjalan sendiri.     

"Aku masih ingin tetap hidup, Dad." Jovano menahan tawanya melihat wajah tak berdaya sang ayah.     

"Semoga mommy baik-baik saja dan tidak begitu emosi." Zivena ingin sekali mendampingi ibunya, tapi Dante mengingatkan bahwa Andrea ingin sendiri dulu saat ini.     

Kelompok itu meneruskan acara pesta makan dan minum, meski tidak seramai tadi karena menghargai Andrea yang mungkin saja sedang bersedih.     

Sementara itu, Eunika menatap Dante dengan mata berkaca-kaca. "Sepertinya … aku ini hanya membawa kesusahan saja di sini. Lebih baik aku kembali ke alamku."     

Jovano dan yang lain bergegas menoleh ke Eunika dan menghibur gadis berhati lembut itu.     

Hingga tak berapa lama, mereka mendengar bunyi berdebum keras di tempat Andrea berada. Sepertinya si nyonya cambion sedang melampiaskan murka dia ke tanah lapang di depannya.     

"M—mommy dalam bahaya kah?" Zivena cemas bukan kepalang karena arah ledakan itu berada di area di mana Andrea berada.     

Wusshh!     

Tanpa dicegah siapapun, Eunika sudah terbang cepat ke Andrea.     

"Ehh?! Eunika!" Jovano dan yang lain menyeru gadis peri itu dan bergegas menyusulnya. Akan gawat kalau Eunika yang berhati lemah dan halus itu disembur ucapan pedas Andrea.     

Namun, rupanya Eunika memacu cepat dirinya dan sampai terlebih dahulu di dekat Andrea melebihi lainnya.     

Eunika segera saja berlutut dengan menekuk kedua kakinya di tanah di hadapan Andrea dan berkata dengan suara lirih serta kepala tertunduk takut, "Ny—Nyonya, aku sungguh memohon ampun atas kesalahan ibuku. Aku bersedia menerima hukuman dari Nyonya sebagai perwakilan dari ibu—"     

"Hei, hei … kenapa malah begitu, hm?" Andrea menatap Eunika dengan mata nyalang lalu dia meraih Eunika dan membantu gadis peri itu bangkit berdiri.     

"M—Mom! Adik hanya—"     

"Andrea! Sayank! Tolong ja—"     

Jovano dan Dante lekas berlomba mengucap kalimat untuk melindungi Eunika yang lemah dari kemurkaan Andrea. Namun, mereka lekas dipotong Andrea.     

"Kalian ini apaan, sih? Ha ha ha!" Andrea malah tertawa keras sambil memegang lengan Eunika lalu. "Kenapa malah pada ke sini, oi! Mo ngapain?"     

Dante dan semua yang datang ke area itu menatap bingung ke Andrea yang memberikan respon tertawa keras. Apalagi kini Andrea sudah melingkarkan satu lengannya di bahu Eunika.     

"Aku punya anak peri, keren, ya kan?" Andrea menoleh ke Eunika sambil wajahnya masih berseri-seri. "Ayo! Kita harus rayakan ini! Ambil lagi daging yang banyak dan anggur! Kita harus mabuk malam ini!"     

Meski orang-orang di Cosmo heran dengan sikap Andrea, namun mereka tidak berani membantah. Pesta dilanjutkan lebih meriah sesuai keinginan Andrea. Bahkan dia menempatkan Eunika pada di sebelahnya bersama Zivena. Raut wajahnya terlihat gembira.     

Ketika pesta usai, Andrea mengecup Jovano, Zivena, dan Eunika sebelum dia pergi ke kamarnya di pondok, diikuti Dante.     

Di tempat tidur, Andrea berbaring memunggungi Dante.     

Meski masih ada rasa takut dan waswas, tapi Dante tak mungkin menghindari Andrea terus, kan?      

Dante memberanikan diri bertanya, "Sayank, aku tahu, aku salah. Dan pastinya kamu merasa tidak terima—"     

"Mau bagaimana lagi, hm?" Tanpa mengubah posisinya, Andrea menjawab sang suami. "Semua sudah terjadi, marah ampe bunuh kamu juga percuma, kagak ngilangin kenyataan kalo kamu menikah ama cewek lain."     

"Maaf, Sayank. Maafkan aku." Dengan lemahnya suara Andrea menjawab dia, Dante makin merasa bersalah. Dia peluk erat sang istri dari belakang dan benamkan wajahnya di tengkuk Andrea yang tertutup rambut lebat dan panjang.     

"Tak perlu minta maaf, Dan."      

"Kenapa begitu? Aku salah, Yank!"     

"Aku juga pernah di posisi kamu, inget kan?"     

Ingatan Dante terbang ke Giorgio.     

"Aku juga pernah menikahi cowok lain, Dan. Jadi, ini rasanya … impas, ya kan?"     

"Yank …." Rasanya sedih mendengar Andrea mengucapkan itu. Dia usap-usapkan wajahnya ke rambut istrinya.     

"Aku juga pernah mengira bahwa kamu tak mungkin kembali dan menikahi cowok lain, lalu punya anak pula ama Gio. Bahkan kamu sayang ama Ivy seperti anakmu sendiri, gak kamu beda-bedain. Kalau udah gitu, gimana mungkin aku bisa marah ama kamu dan Yredis ama Eunika?"     

"Yank … aku cinta sekali padamu. Aku janji tidak akan ada wanita manapun kecuali kamu, selamanya!" Dante mengetatkan pelukannya.     

Sedangkan Andrea tetap pada posisinya membelakangi Dante dan dari kedua matanya, mengalir keluar air mata tanpa isak tangis, tanpa diketahui suaminya.     

Serela-relanya seorang wanita menerima suaminya pernah menikah dengan wanita lain dan memiliki anak, tetap saja dia akan menangis meski diam-diam sekalipun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.