Devil's Fruit (21+)

Hamil



Hamil

0Fruit 1567: Hamil     

Beberapa hari ini, Andrea dan tim Blanche lainnya menjalani hari dengan santai. Ada yang sibuk sekolah, ada juga yang sibuk menjalani kehidupan rumah tangga.     

"Zizi, jangan lupa kotak bekal kamu, Sayank!" seru Andrea dari arah ruang makan ketika kaki si bungsu sudah mencapai teras depan usai sarapan pagi.     

Karena tak mendapatkan sahutan, Andrea mengejar ke depan. Dia menggunakan sihirnya dan tiba di depan Zivena dengan segera.     

Zivena memutar bola matanya melihat sang ibu muncul di depannya dalam sekejap mata sambil tersenyum lebar padanya dan mengacungkan bungkusan yang dia yakini merupakan kotak bekal. "Mom, aku bukan anak kecil lagi, oke?"     

"Kotak bekal tidak menunjukkan usia kamu, Sayank." Andrea menyahut lembut dengan senyum belum memudar dari wajahnya. "Daddy kamu juga selalu bawa kotak bekal dia kalo mo pergi kerja."     

Bukannya Zivena tidak berbakti pada ibunya atau apa, tapi menurut dia (dan mungkin juga sebagian besar tim Blanche), makanan buatan Andrea kerap terasa aneh meski tidak beracun.     

Kalau yang membuat Dante, Zivena senang hati saja membawanya karena sang ayah sangat pandai memasak. Tapi ibunya?      

Zivena masih ingat beberapa masakan aneh sang ibu. Nasi goreng stroberi, rendang keju, sambal goreng salmon, dan masih banyak lainnya. Andrea berdalih bahwa namanya kuliner tak ada salahnya dimodifikasi yang penting tidak menggunakan bahan berbahaya dan beracun.     

Bahkan nastar nanas Andrea pun rasanya pedas karena dicampur sambal di dalam adonan selain nanasnya. Katanya, itu sebuah inovasi.     

Tapi, karena tak ingin berlama-lama berdebat dengan ibunya, maka Zivena menyambar kotak bekal di tangan Andrea. Entah kejutan macam apa yang diberikan ibunya di dalam sana.     

"Bye, Dear! Sampai bertemu nanti siang!" Andrea melambaikan tangan dengan penuh semangat pada mobil yang membawa pergi putrinya. "Huft … jadi sepi lagi."      

Senyum lebar Andrea segera berganti dengan bibir melengkung ke bawah diiringi tampilan wajah muram.      

"Kenapa, Sayank?" tanya Dante ketika keluar ke teras.     

Andrea menoleh ke Dante dan berkata, "Rumah ini terlalu sepi, yah Dan! Bahkan tetangga kita aja hutan, walau buatan."     

Penuh pengertian, Dante menggapai tubuh istrinya sambil bertutur lembut, "Yah, rumah kita di area seperti ini karena memang keharusan, bukan? Karena kondisi kita begini, tak mungkin membahayakan manusia jika ada apa-apa."     

"Huft! Andai aku cuma manusia biasa." Andrea melingkarkan kedua lengan ke pinggang suaminya. Mendadak saja dia rindu kehidupan ala dulu, ketika kekuatan cambionnya belum bangkit.     

Tak ingin istrinya terus bersedih, Dante menawarkan, "Kamu ingin liburan? Misalnya ke Eropa?"     

Andrea mendongak, menatap suaminya, dan menjawab, "Bosan, ah, Eropa. Gitu-gitu doang!"      

Namun, baru saja Andrea selesai berucap demikian, dia mendadak merasakan sesuatu dan melepas pelukannya serta mendorong suaminya sambil berlari ke sebuah tanaman terdekat.     

"Huekk!" Andrea muntah di tanaman tersebut.      

Dante melongo di tempatnya melihat sang istri muntah, tapi kemudian dia lekas menghampiri dan mengusap-usap punggung istrinya sambil tersenyum penuh makna.     

Andrea menyelesaikan muntahnya dan menoleh ke Dante sembari wajahnya kuyu karena lelah, "Dan, kayaknya aku hamil."      

Senyum di wajah Dante belum pudar ketika dia berkata, "Ya, aku tahu, Sayank." Dia sudah cukup hafal dengan tanda-tanda ketika istrinya hamil. Ini dia pelajari ketika Andrea hamil Zivena.     

.     

.     

Berita mengenai kehamilan Andrea menyebar dengan cepat di kalangan tim Blanche.     

"Mama! Benar hamil? Wuaahh! Senangnya! Sebentar lagi aku akan dapat adik baru! Asyik!" Kuro memeluk ibunya begitu mereka bertemu di Tropiza pada malam hari untuk bersantai.     

Andrea tersenyum lebar sambil menepuk-nepuk kepala sang ular hitam yang bersemangat. "Ayo! Ayo! Kita rayakan hari menyenangkan ini! Semua pengunjung gratis makan sampai resto ini tutup jam 10 ini!" serunya.     

Ucapan lantang Andrea lekas direspon sorakan gembira para pengunjung. Banyak dari mereka segera mengeluarkan ponsel dan menghubungi kawan dan kerabat untuk ke Tropiza.      

Tak apa, Andrea membiarkan saja itu. Toh, dia tidak kekurangan uang sama sekali meski Tropiza gratis selama sebulan sekali pun. Sekarang, dia berbisnis bukan untuk mengumpulkan uang, melainkan agar tidak jenuh saja di rumah.     

"Shiro masih di Joglo?" Andrea bertanya ke Kuro.     

Kuro mengangguk disertai kuluman senyum lebar sampai matanya menjadi bulan sabit, menjawab ibunya, "Ya! Aku tinggal saja dia di sana setelah aku mendengar Mama hamil dan sedang di sini."     

Andrea terkekeh. "Anak nakal. Tapi Mama senang atas perhatian kamu."     

"Tentunya Shiro juga ingin memberi perhatian juga denganmu, Sayank, tapi dia terkendala dengan Joglo Fiesta yang harus tetap beroperasi sampai nanti jam 10." Dante di sebelah Andrea mengingatkan.     

"Aku tau, lah! Dia juga anak baik yang penuh bakti ke orang tuanya." Andrea menusuk pinggang suaminya dengan jari telunjuk.     

"Auntie, apakah sudah bisa merasakan, itu anaknya laki atau perempuan?" tanya Voindra sambil menopang dagu menggunakan kedua tangan.     

"Sepertinya ini laki, Voivoi, tapi entahlah. Cuma firasat aku saja." Andrea menjawab keponakannya. "Kira-kira Zizi suka adik laki atau perempuan, yak?"     

"Hatchim!" Zivena yang sedang duduk di kursi belajar di rumah sampai bersin tanpa sebab. "Huh! Tidak dingin tapi kenapa aku bersin? Pasti ada kuman masuk ke sini!"     

Lekas saja, Zivena menyemprotkan gas anti kuman ke seluruh ruangan. Untung saja keluarganya menyediakan hal ajaib semacam itu di rumah.     

Setelahnya, Zivena bisa kembali tenang mengerjakan PR sekolahnya. Saat ini, dia sudah menjalani kehidupan sebagai anak SMA.     

-0—00—0-     

"Zizi, bekal kamu, Darling!" teriak Andrea sambil melesat cepat mengejar putrinya yang sudah hampir masuk ke mobil.     

"Haahh … ya, iyaaa …." Zivena setengah hati menerima kotak bekal dari ibunya. Kemarin dia sudah mendapatkan kejutan dengan isi kotak bekalnya. Nasi kepal isi kismis, sosis balur bumbu rendang, telur gulung bihun rasa ceri, dan pisang balur saus cokelat.     

Yah, hanya pisang balur cokelat saja yang masih dikategorikan normal bagi Zivena, namun lainnya sungguh out of the box. Namun, meski demikian, Zivena masih juga menghabiskan semua yang dibuat ibunya.     

Bagaimanapun, itu buatan sang ibu, ibu yang belum lama ini terbangun dari tidur panjangnya. Mana mungkin Zivena ingin menyakiti hati ibunya melalui makanan? Dia sudah sangat bersyukur masih memiliki ibunya, seaneh apapun masakannya.     

"Anak baik! Semoga nanti adikmu juga sebaik kamu, yah!" Andrea menepuk-nepuk puncak kepala Zivena.     

Lalu, mobil pun pergi membawa Zivena pergi ke sekolah.     

Seketika, suasana kembali hening. Terlalu hening! Sampai-sampai wajah Andrea muram kembali.     

Dia berjalan ke ruang tengah dan mendapati Dante di sana sedang membaca surat kabar paginya. Andrea duduk bermanja dan merebahkan kepala di pangkuan sang suami.     

Mendapati sikap tak biasa istrinya, tentu Dante memilih melipat surat kabar di tangannya dan bertanya, "Ada apa, Sayank?" Dia ingin memberikan pemanjaan maksimal pada sang istri.     

"Rumah ini benar-benar sepi! Kuro sudah tinggal dengan suaminya. Shiro sebentar lagi akan berangkat kerja, kamu juga ke Tropiza untuk kerja." Andrea melirik ke suaminya. "Bagaimana kalau aku keluarkan beberapa orang dari Cosmo, Dan? Oh! Eunika pastinya juga harus mengalami kehidupan di sini, ya kan? Pasti dia suka!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.