Devil's Fruit (21+)

Alasan Nafael Menyamar Menjadi Murid Sekolah



Alasan Nafael Menyamar Menjadi Murid Sekolah

0Fruit 1571: Alasan Nafael Menyamar Menjadi Murid Sekolah     

Zivena terkejut tak terkira ketika melihat siapa murid baru yang datang ke kelasnya siang itu.      

"Perkenalkan, nama saya Nafael." Sosok berpenampilan tinggi dan tampan dengan rambut pirang keemasan sepanjang tengkuk itu memperkenalkan dirinya.     

Ya benar, itu adalah salah satu malaikat agung yang biasa membantu Jovano dan Zivena di saat melawan iblis di situasi sulit ketika keduanya masih menjalani misi untuk memperoleh kristal hati milik Andrea.     

'Untuk apa dia ke sekolah?' Batin Zivena terus menjerit heran sekaligus tak terima. 'Yang lebih penting lagi … untuk apa dia menyamar menjadi murid?' Zivena melolong di hatinya.     

Sekolah tempat Zivena menimba ilmu merupakan sekolah semi internasional karena ada banyak anak dengan penampilan non-Jepang ada di sana meski jumlahnya sekitar 30 persen dari keseluruhan siswa.     

Nafael menembakkan pandangannya ke arah Zivena secara sekilas dan kemudian berjalan ke arah bangku kosong yang ditunjukkan guru kelas.     

Banyak gumaman rendah dari para murid di kelas tersebut atas kedatangan Nafael yang memang terlihat tampan dan berkharisma dengan sikap tenang dan cenderung dingin.     

Zivena lekas membuang pandangannya dan menduga-duga bahwa kehadiran Nafael menyamar menjadi murid di kelasnya pasti ada kaitan dengan dirinya.      

Jangan-jangan, Nafael bahkan sudah biasa mengawasi Zivena karena malaikat itu segera mengetahui di mana dia duduk. Dugaan ini semakin membuat Zivena mencibirkan bibirnya karena kesal.     

Ketika tiba waktu istirahat makan siang, banyak siswa dan siswi kelas Zivena menghampiri meja Nafael.     

"Nafaeru!" Salah satu siswi memanggil Nafael dengan panggilan yang biasa dilafalkan orang Jepang dengan menambahkan huruf vokal jika huruf akhir adalah konsonan dan mereka sering mengubah L menjadi R.     

Nafael melirik singkat ke beberapa teman sekelas yang mengerubungi mejanya. Dia harus menghadapi beberapa perkenalan dan pertanyaan wajar yang dilontarkan mereka.     

Namun, karena kepribadiannya, Nafael kadang enggan menjawab pertanyaan yang dirasa tidak penting untuk dijawab. Sikapnya benar-benar terkesan dingin.     

Herannya, sikap semacam itu justru membuat para siswi makin terpikat dengan Nafael. Sepertinya tren lelaki tampan dengan sikap dingin nan misterius masih belum usai.     

"Aku panggil kamu Eru, boleh?" tanya seorang siswi.     

Nafael hanya mengangguk saja. Tidak masalah baginya mengenai panggilan.     

Zivena bangkit dari kursinya karena dia ingin membeli roti melon di kantin. Selain itu, sepertinya lebih menyenangkan menghindari Nafael daripada harus melihat sosok yang dia rasa menyebalkan.     

Mata Nafael mengikuti pergerakan Zivena dan dia mulai bangkit berdiri ketika gadis itu sudah melewati pintu kelas.     

"Permisi, saya ingin keluar dulu. Jangan ikuti saya." Nafael berkata pada para pengerumunnya. Dia berjalan cepat menyusul Zivena.     

Setelah Zivena mencapai kelokan anak tangga untuk turun ke bawah, Nafael sudah mengejarnya.     

Namun, si malaikat ternyata hanya berjalan menjajari Zivena saja sembari mereka melangkah menuruni anak tangga.     

Zivena melirik ke samping dan dia mendesahkan napas seakan putus asa. "Apakah kehidupan hebatmu di atas sana begitu membosankan sehingga kau harus menyamar menjadi murid sekolah?" Dia tidak boleh sembarangan bicara karena ada beberapa murid di sekitarnya.     

"Aku tidak sedang bosan, karena ini adalah titah dari Tuan Agungku." Nafael menjawab tanpa melirik Zivena.     

Mendengar jawaban Nafael, Zivena mau tak mau terkejut. Sang Sumber memerintahkan malaikat satu itu untuk turun ke bumi dan menyamar menjadi manusia?     

"Untuk apa begitu?" Kening Zivena berkerut penuh dengan rasa penasaran.      

Kali ini, Nafael menoleh ke Zivena dan menjawab, "Kalau kau saja bisa menjadi murid, kenapa aku tidak?"     

Jawaban Nafael seakan menohok Zivena secara telak. Ya, dia sendiri merupakan makhluk yang tidak sepenuhnya manusia. Bahkan darah yang mengalir di tubuhnya terdiri dari berbagai macam ras.     

Maka, sepertinya Zivena tidak patut menghakimi kehadiran Nafael di bumi manusia untuk menyamar menjadi murid sekolah jika dia sendiri juga melakukannya. Apalagi ini dikatakan sebagai perintah Sang Sumber.     

"Lalu, kau mau apa mengikutiku?" tanya Zivena karena tak memiliki alasan untuk menyudutkan Nafael.     

"Mengikutimu? Aku memiliki kehendak sendiri." Nafael menyahut sambil menatap ke depan.     

Zivena tak ingin bicara lagi dan mempercepat langkahnya ke arah kantin. Ternyata, Nafael juga mengikuti. "Bukankah sebagai malaikat kau seharusnya tidak semudah itu berbohong?" sindirnya setelah memastikan tak ada orang lain di sekitarnya.     

"Aku memang tidak mengikutimu. Aku ingin ke … kantin." Nafael segera mengetahui tempat apa yang hendak dicapai Zivena.     

"Oh, baiklah kalau begitu!" Zivena membelokkan langkahnya, urung ke kantin.     

Hal ini mengejutkan Nafael. Kalau dia ikut belok, bukankah dia mengakui kalau dia memang mengikuti Zivena? Menahan kekesalannya, dia terpaksa tetap berjalan ke kantin meski berpisah arah dengan Zivena.     

Ada seringai nakal di wajah Zivena ketika dia berhasil menipu Nafael. Setelah dia yakin si malaikat memasuki area kantin, dia segera berlari ke arah kamar mandi dan di dalam biliknya, dia berubah transparan dan keluar sekolah, ke tempat penjual roti di terdekat.     

"Enak saja hendak menggagalkan aku makan roti melon!" Zivena merutuk. Di gang sepi, dia segera berubah menjadi wujud fisik solid. Tentu juga mengganti seragam dengan pakaian kasual agar tidak mencolok.     

"Hu hu! Dia pikir dia sudah menang?" Zivena memilih-milih roti yang hendak dia beli. Dia tertarik roti lain selain roti melon, seperti yakisoba pan atau roti yakisoba, roti panjang semacam hotdog yang isinya adalah mie soba goreng dan kadang ada sosisnya.     

Mata Zivena menyala senang melihat roti hotdog ala Jepang yang terlihat menggiurkan. Dia mengambil 2 selain melon pan atau roti melon.     

Zivena sendiri kadang tak habis pikir dan kadang geli sendiri jika memikirkan kenapa disebut roti melon karena sebenarnya tidak ada rasa melon sama sekali di roti tersebut. Itu hanyalah roti manis yang bagian atasnya dilapisi bahan yang digunakan untuk membuat kukis sehingga renyah.     

"Sepertinya bukan hal baik jika siswa membolos keluar sekolah." Mendadak saja sudah ada sosok Nafael di sebelah Zivena.     

Gadis itu sontak terkejut. "Sial! Kau mengejutkan aku!" Zivena tak bisa menahan rutukannya.     

"Seorang gadis tidak baik mengucap kata semacam itu." Nafael masih melanjutkan bicaranya.     

"Diam! Kau tak pantas memberikan aku kritikan! Kau sendiri ada di sini, wahai siswa sekolah!" balas Zivena disertai wajah cemberut.     

"Hm, aku sedang mengawasimu." Nafael seakan tidak kehabisan jawaban untuk menyahuti Zivena dan dia mendapatkan respon jengah dari Zivena.     

Tak berapa lama, keduanya malah sudah berada di taman sepi dekat sekolah mereka. Masing-masing dari mereka duduk di ayunan.     

Nafael sudah memegang roti melon pemberian Zivena.     

"Aku tak mau dikatakan jahat dan pelit pada malaikat meski malaikat itu menyebalkan sekali!" Demikian yang diucapkan Zivena ketika memberi roti itu ke Nafael.     

Nafael memakan roti melon tadi dan merasa heran, kepalanya miring sambil berpikir. "Apa ini namanya?"     

"Roti melon." Zivena menjawab sambil memakan roti yakisoba.     

Nafael memiliki rasa heran mengenai roti tersebut. "Kenapa dinamakan roti melon? Apakah ada isian selain melon di dalamnya?"     

"Dulu kupikir begitu, tapi ternyata bukan." Zivena menjawab sambil terus menikmati hotdog ala Jepangnya dan berkata lagi, "Sesuai yang pernah aku ketahui di kemudian hari mengenai penamaan roti melon yang menjadi ikon roti khas Jepang, adalah karena tampilan berbentuk bundar dan bagian atas roti mirip kulit melon."     

"Kulit melon? Bukankah ini lebih mirip seperti permukaan granat nanas?" Nafael masih berpikir sebelum dia menggigit lagi rotinya.     

"Nah! Rupanya bukan aku saja yang berpikir demikian!" Zivena berseru gembira. Tapi, kemudian dia surut dan berdehem. Jangan terlalu riang di depan malaikat menyebalkan itu! "Hei, kau, kenapa tuanmu memerintahkanmu ke sini? Untuk memata-matai aku?"     

"Ya." Nafael menjawab lugas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.