Devil's Fruit (21+)

Ingin Mengawasi Lebih Dekat Lagi



Ingin Mengawasi Lebih Dekat Lagi

0Fruit 1572: Ingin Mengawasi Lebih Dekat Lagi     

"Hei, kau, kenapa tuanmu memerintahkanmu ke sini? Untuk memata-matai aku?" tanya Zivena beserta pandangan tajam ke Nafael.     

"Ya." Nafael menjawab lugas. Dia tidak menyiapkan kata-kata dusta untuk berkelit dan memilih jujur saja.     

Wajah Zivena makin masam. Tapi, seberapa cemberut pun dia pada Nafael, dia yakin malaikat itu tak akan merasa bersalah atau semacam itu. "Memangnya aku orang bermasalah? Sampai-sampai aku harus diawasi?"     

"Aku hanya menjalankan tugas saja." Nafael memasang wajah datar sambil memakan rotinya.     

"Apakah tuanmu memiliki ponsel? Aku ingin bertanya padanya." Zivena kesal. Apakah dia seseorang yang memang patut diwaspadai sehingga harus diawasi?      

Memangnya dia melakukan kesalahan? Kalau pun iya, apa? Apa kesalahan yang dia perbuat?     

"Tuanku Agung tidak membutuhkan ponsel. Jika kau ingin berbicara dengannya, lakukan saja dengan sopan dan lakukan dari hatimu terdalam." Nafael menoleh ke Zivena, lalu melanjutkan bicara, "Kau bisa bertanya pada kakakmu mengenai itu."     

Zivena membalas tatapan Nafael dengan pandangan kesal berbalut putus asa sambil menjawab, "Memangnya kau tidak tahu kalau—"     

Hampir saja Zivena mengungkapkan di mana Jovano saat ini kalau otaknya tidak lekas teringat pesan ayah dan ibunya untuk merahasiakan keberadaan sang kakak sekarang.     

Nafael menatap Zivena seakan sedang menunggu kelanjutan ucapan gadis itu. Tapi ternyata tidak ada sama sekali. Zivena diam dan berlagak sibuk dengan rotinya.     

Karena tidak ingin memaksa Zivena, Nafael diam tidak mengejar kalimat terputus tadi. Lagipula, itu bukan karakternya.     

"Aku sudah mengetahuinya." Nafael menekuni rotinya lagi sambil menatap ke depan.     

Zivena di ayunan sebelah segera menoleh kembali ke Nafael dengan mata melotot heran. "Kau! Serius kau tahu? Dari mana kau tahu?"     

Tanpa membalas tatapan Zivena, Nafael menjawab, "Tuanku Agung maha mengetahui. Tidak ada makhluk yang bisa menyembunyikan dirinya dari Tuanku."     

"Ya, ya, harusnya aku tidak menanyakan itu. Harusnya aku paham apa jawabanmu." Zivena memutar bola matanya, lalu menggigit geram rotinya seakan pihak yang bersalah membuatnya kesal adalah si roti.     

"Sudah! Ayo kembali ke sekolah. Sepertinya jam istirahat sudah selesai." Nafael menghilangkan bungkus roti di tangannya setelah memastikan tak ada orang di sekitar mereka.     

"Sok pamer." Zivena merutuk rendah melihat tindakan Nafael pada bungkus roti.     

"Aku berguru pada kalian mengenai itu." Nafael bangkit dari ayunan. "Ayo!"     

"Tidak mau! Kau saja sendiri yang kembali ke sekolah!" Zivena tak mau terlihat bersama dengan Nafael. Dia tak ingin menjadi pusat perhatian karena tadi si malaikat sudah membuat heboh kelasnya.     

"Baiklah, karena aku pengawasmu, maka aku akan mengikutimu ke manapun kamu pergi." Nafael berdiri di depan Zivena.     

Mulut Zivena menganga mendengar ucapan Nafael yang berbau ancaman. Mengentakkan kaki karena kesal, Zivena mau tak mau berjalan kembali ke sekolah, tapi tentu saja menggunakan tubuh transparan dulu untuk masuk ke bangunan sekolahnya dan kembali ke bilik kamar kecil tempat dia terakhir terlihat.     

.     

.     

"Zizi, Mama buatkan sop buah, nih! Cobain, yah!" Andrea mengetuk pintu kamar putrinya dan langsung membukanya. Sang ibu datang dengan nampan di tangan, senyumnya lebar dan ceria.      

"Hm, terima kasih, Mom." Zivena kini sudah ada di kamarnya dan menikmati suasana sore tenang di mansionnya. Diberikan sop buah di saat udara sedikit gerah begini, sangat cocok.     

Baru saja Zivena duduk di tepi kasur untuk menikmati sop buahnya, terdengar bunyi bel pintu depan.      

"Bentar, Mama liat dulu siapa yang datang." Andrea keluar kamar dan berjalan ke arah pintu depan.     

Zivena meneruskan memakan sop buahnya dan dia akui, ini merupakan salah satu buatan ibunya yang sangat normal dan rasanya tidak aneh.     

Tak berapa lama, Andrea kembali masuk ke kamar Zivena dan berkata, "Zizi, ada temanmu yang ingin bertemu."      

Ketika pandangan Zivena terangkat menatap ibunya, di wajah sang ibu ada senyum aneh. Perasaannya jadi tak enak, seakan akan ada bencana setelah ini.     

"Siapa, Mom?" tanya Zivena ingin tahu.     

"Lihat sendiri, Sayank. Yuk!" Andrea mengajak agar putrinya keluar kamar.     

Karena penasaran kenapa ada teman yang datang ke rumahnya, Zivena terpaksa meninggalkan sop buah yang tinggal setengah untuk mengikuti ibunya ke ruang depan.     

Wajar jika Zivena penasaran, karena selama ini, dia tidak pernah memberitahu teman sekolahnya di mana dia tinggal dan tidak pula berniat memberitahukannya.     

Ketika Andrea dan Zivena sudah sampai di ruang depan, di sana sudah ada Dante yang sedang berbincang dengan seseorang.     

Mata Zivena melotot melihat siapa yang dikatakan sebagai temannya. "Kenapa kamu ke sini?"      

Nafael menatap Zivena. "Ini perintah dari Tuanku Agung."     

"Em, jadi begini, Zizi … malaikat Nafael ini … dia ditugaskan ke sini untuk mendampingi kamu." Dante menjelaskan sesuai apa yang tadi dia dengar dari Nafael. Sebenarnya, dia sendiri tak paham kenapa si malaikat malah berubah menjadi manusia dan menyamar sebagai teman sekelas Zivena.     

"Sebegitunyakah aku harus diawasi?" erang Zivena, putus asa.     

Andrea yang belum paham situasi, segera bertanya ke Nafael. Ketika anak-anaknya berinteraksi dengan malaikat agung seperti Nafael, dia masih tertidur panjang.     

Dengan raut datar dan tenang, Nafael menjelaskan siapa dirinya dan mengapa menyamar menjadi manusia remaja dan datang sebagai teman sekelas Zivena.     

Setelah mendengar uraian cukup panjang dari Nafael, Andrea mulai paham.      

Yang lebih mengejutkan Zizi dan kedua orang tuanya, Nafael berkata, "Tuanku Agung meminta agar aku tinggal di sini, harus memastikan bisa mengawasi Zivena dengan lebih dekat."     

Zivena sudah ingin bicara, tapi ibunya mendahului. "Bolehkah aku—sebagai ibunya Zizi—mengetahui kenapa putriku harus diawasi, Tuan Malaikat?" Andrea mencoba sesopan mungkin. Memangnya dia bisa bersikap sembrono di depan entitas seperti malaikat? Dia tak punya keberanian itu.     

"Sudahlah! Kau pulang saja sana! Atau cari orang lain untuk kau awasi. Menyebalkan sekali harus melihat mukamu tak hanya di sekolah tapi di rumah juga? Big no way!" Zivena tak sabar menyambar dengan nada ketus disertai wajah bosannya.     

Andrea dan Dante melongo. Mereka berusaha bersikap sesopan mungkin dengan Nafael, tapi ternyata putri mereka begitu berani menghardik serta mengusir Nafael. Ini berbicara mengenai malaikat agung, level yang tidak bisa disepelekan.     

"Kau bisa mengatakan protesmu kepada Tuanku Agung. Sebelum itu, aku harus di sini. Tolong tunjukkan padaku, di mana kamar yang paling sunyi dan kosong." Nafael langsung mengetahui bahwa mansion itu memiliki banyak penghuni.     

Andrea dan Dante saling pandang.      

Lalu, Andrea berkata sembari tersenyum, "Kalau memang Tuan Malaikat ingin mengawasi putriku atas perintah Bos Besar, silahkan saja menempati kamar di samping Zizi."      

Zivena menatap cepat ke ibunya dengan pandangan tak percaya. "Mom!" Kenapa ibunya justru menempatkan sosok menyebalkan seperti Nafael di sebelah kamarnya?     

"Kamu yakin, Sayank?" Dante bertanya ke istrinya. Yang harus diketahui, kamar itu adalah bekas kamar Ivy.     

Andrea mengangguk. "Ya, aku yakin."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.