Devil's Fruit (21+)

Mendapatkan Jawaban dari Penjelasan Nafael



Mendapatkan Jawaban dari Penjelasan Nafael

0Fruit 1574: Mendapatkan Jawaban dari Penjelasan Nafael     

"Apakah iblis juga perlu dilindungi tuanmu itu? Bukankah seharusnya dia memusnahkan semua iblis jahat agar tidak mencelakakan manusia?" Zivena begitu berapi-api bertanya sambil menatap tajam Nafael.     

Si malaikat agung membalas dengan tatapan datar ke Zivena dan menjawab, "Semesta tidak bekerja semacam itu. Tuanku memiliki keputusannya tersendiri, tidak sepatutnya kau mempertanyakan Tuanku."     

Zivena memutar bola matanya. "Memangnya kenapa kalau aku musnahkan iblis-iblis jahat yang mempengaruhi manusia berbuat keji?" Dia melipat kedua tangan di depan dada, menatap lurus ke Nafael seolah sedang menantang.     

"Umurmu bisa dipendekkan dari seharusnya." Nafael menjawab lugas. "Itu hanya salah satu dari konsekuensi yang harus kau terima."     

"Lalu apa salah dua dan salah tiga atau mungkin ada salah empat?" tantang Zivena.     

Nafael menjawab, "Kau hanya diizinkan mendengar salah satunya saja."     

Zivena mendengus kesal dan melanjutkan terbangnya. Dia malas berdebat dengan malaikat yang kini sedang mengikutinya seperti bayangan saja.     

"Kenapa? Apakah kau masih kesal mengenai itu?" tanya Nafael di sisi Zivena.     

"Hmph! Apakah ini alasannya kakakku tidak leluasa menggunakan kekuatannya saat melawan iblis di saat kami mengemban misi kala itu?" Zivena jadi teringat mengenai Jovano yang kadang menahan diri tidak memakai 2 kekuatan dahsyatnya ketika berhadapan dengan lawan. "Karena konsekuensi pengurangan umur itu?"     

"Ya, benar." Nafael selalu lugas memberikan jawaban. Itu memang sudah menjadi karakternya.     

"Tuanmu sungguh aneh dan tidak adil!" rutuk Zivena. "Apakah tuanmu itu senang melihat manusia menderita di bawah tekanan jin dan iblis yang jahat ke mereka?" Dia mempertanyakan ini di hatinya sejak lama dan baru ini bisa dia ungkapkan.     

"Sudah aku katakan, Tuanku memiliki sikap dan keputusan tersendiri yang tidak patut dipertanyakan makhluk Beliau." Nafael masih menjawab dengan kalimat yang bertema sama seperti sebelumnya.     

Zivena masih belum bisa berdamai dengan jawaban itu dan terbang cepat ke sebuah atap gedung tertinggi di dekatnya dan duduk diam di sana. Nafael tentu saja mengiringinya.     

"Kenapa kau muncul dan menjadi gangguan bagiku?" sinis Zivena sembari melirik ke Nafael di sebelahnya.     

"Aku sudah katakan bahwa aku akan mengawasimu sesuai dengan perintah Tuanku." Nafael menoleh sebentar ke Zivena sebelum pandangannya diedarkan ke depan, menatap cakrawala yang menaungi kota padat di bawahnya.     

"Patuh sekali kau!" ejek Zivena.     

Sang malaikat berujar, "Aku memilih untuk begitu."     

"Apakah tidak semua malaikat patuh?" Mendadak saja Zivena penasaran pada beberapa hal.     

Segera, Nafael menoleh kembali ke Zivena dan menjawab, "Tidakkah kau mendengar mengenai Malaikat Jatuh?"     

Zivena terdiam. Dia paham apa itu Malaikat Jatuh. "Jadi, tidak semua penghuni Surga itu suci tanpa dosa, yah?"     

"Aku tidak mengatakan itu. Kami semua memiliki kehendak bebas karena Tuanku bukanlah seorang diktaktor, bukan pula tirani. Kami hanya mengetahui apa saja tugas kami. Selebihnya, kami yang memutuskan sendiri apakah hendak patuh atau tidak. Semuanya memiliki konsekuensi masing-masing." Nafael menjelaskan.     

"Lalu kenapa kalian sebagai malaikat jarang kulihat menolong manusia ketika diganggu iblis atau jin?"     

"Kami hanya menolong atas izin Tuanku. Lagipula, itu sudah menjadi sebuah ketentuan."     

"Hm? Ketentuan? Maksudmu, iblis dan jin berhak mengganggu manusia tanpa malaikat perlu menolong, begitu?"     

"Semacam itu." Nafael kembali menatap ke depan. "Cerita yang melatarbelakangi hal itu sangat panjang dan sepertinya tidak bisa bebas diketahui seluruh makhluk. Jadi, lebih baik kita mematuhi saja ketentuan itu." Sepertinya Nafael ingin menutupi hal yang sangat dijadikan rahasia oleh Sang Sumber dan semesta.     

Zivena mendengus singkat dan berkata, "Kalau dari kak Jo yang menjelaskan ke aku, katanya tuanmu itu ingin sesama manusia saling membantu satu sama lain dan karenanya tidak sembarangan membolehkan malaikat campur tangan akan itu. Benar?" Dia mencoba mengonfirmasi apa yang pernah diucapkan kakaknya dulu.     

"Semacam itu." Nafael tidak berusaha menutupi. "Sudah menjadi ketentuan bahwa iblis dan turunannya mendapatkan hak istimewa dari Tuanku untuk membawa manusia ke jurang kesesatan. Hanya ketika manusia tidak lagi mampu menanganinya, maka di sanalah Tuanku memberi kuasa pada kami untuk menolong manusia."     

Zivena mengangkat dua tangan di udara dengan sikap tak paham. "Benar-benar aneh tuanmu itu."     

"Dia juga tuanmu."     

"Aku tidak bekerja untukNya."     

"Tapi kau tetaplah ciptaan Tuanku."     

Zivena memutar bola matanya. Sepertinya kepatuhan Nafael pada Sang Sumber sudah tidak ada obat.     

"Apakah kau punya keluarga?" Akhirnya, Zivena mencari topik lain saja. Setidaknya, sebagian dari rasa penasarannya sudah terjawab.     

"Tuanku menciptakan diriku apa adanya seperti ini." Jawaban dari Nafael mengisyaratkan bahwa dia memang tidak punya keluarga dan terlahir langsung berwujud seperti dia saat ini.     

"Aku adalah keturunan dari ayahku yang seorang nephlim. Apakah tuanmu itu benci kami?" Zivena mendadak saja ingin tahu mengenai ini.     

"Tidak ada satu pun makhluk yang dibenci oleh Tuanku Agung. Dia menyayangi semua makhlukNya." Nafael menjawab dengan suara tenang.     

Kening Zivena berkerut. "Termasuk iblis?"     

"Termasuk iblis." Nafael menjawab menggunakan suara tegas.     

"Tapi iblis jahat!" Mana mungkin Zivena mengalah saja dengan jawaban sang malaikat di sebelahnya. Dia harus terus mendesak!     

"Apakah orang tua akan langsung memusnahkan anaknya ketika sang anak berbuat keliru?" Sebuah pertanyaan retoris keluar dari mulut Nafael.     

Zivena terdiam seketika.     

"Ambil contoh ibumu. Apakah dia langsung memusnahkan kakak perempuanmu ketika kakakmu itu membunuh anak-anak singa itu?" Nafael langsung memberikan percontohan menggunakan Andrea.     

Zivena masih diam merenungi ucapan Nafael. Ya, ibunya memang selalu mengampuni kakaknya, Ivy, meski kelakuan sang kakak sungguh jahat pada beberapa teman dan kerabat Andrea.     

Hingga pada akhirnya, Andrea tidak bisa lagi mentolerir sikap jahat Ivy dan harus tegas demi kedamaian orang-orang tersayang di sekitarnya.      

"Pastinya ibumu terpaksa memusnahkan anaknya sendiri meski hatinya sangat terluka mengenai itu. Benar, bukan?" Nafael tidak menunggu sahutan dari Zivena dan melanjutkan. "Maka, seperti itulah yang dirasakan Tuanku ketika yang disayangi berbuat kejahatan. Sesakit itu perasaan Tuanku."     

Kepala Zivena tertunduk. Sepertinya dia memahami sedikit banyak mengenai Sang Sumber. Dia mendapatkan jawaban atas apa yang kerap memenuhi benaknya.     

"Lain kali, jika kau hendak memusnahkan iblis atau jin, memintalah izin terlebih dahulu kepada Tuanku. Dia yang memiliki hak atas kehidupan semua makhluk. Tidak sepatutnya kita merebut hak itu dari Tuanku." Nafael menasehati Zivena.     

"Hm, yah, kalau ingat!" Kemudian, Zivena terbang melesat meninggalkan tempatnya duduk. Ketika melirik ke belakang, Nafael sudah mengejarnya.     

***     

Di Hutan Kegelapan, Jovano masih sibuk memakan satu demi satu iblis di sana. Ini sudah satu bulan lamanya dia mendiami hutan tersebut.     

"Sepertinya kekuatanku sudah berlipat sebanyak 5 kali lebih." Dia menatap kedua telapak tangannya sambil merasa bangga.     

Benaknya bertanya-tanya, apakah ini saat bagi dia keluar dari hutan ini? Dia yakin dia sudah cukup kuat melawan semua musuhnya.     

Maka, dia bersiap-siap keluar hutan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.