Devil's Fruit (21+)

Nafael Mengetahuinya!



Nafael Mengetahuinya!

Fruit 1577: Nafael Mengetahuinya!     

Andrea benar-benar tidak menyangka adanya perubahan aura pada putra sulungnya. Dia terus menatap curiga ke Jovano dari atas sampai bawah.      

"Jo, jujur deh, kamu selama di tempat mbah edanmu itu ngapain aja, sih?" Mata Andrea memicing, tak yakin sang putra menjalani hari dengan baik-baik saja.     

Jovano meringis canggung, menjawab ibunya, "Yah, Mom, tentu aja aku latihan keras di Hutan Kegelapan seperti yang udah pernah aku kasi tau, kan? Mom gak lupa akan itu, ya kan?"     

"Ya, Mommy emang inget kamu latihan di hutan kancut itu, tapi … perasaan Mom kagak ampe segitunya berubah auranya deh begitu keluar dari sono!" Andrea mengerutkan keningnya hingga membuat kedua alis hampir menyatu di tengah.      

Kemudian, karena tak puas dengan ucapannya sendiri, dia menoleh ke suaminya, dan bertanya, "Dan, apa dulu aku ampe berubah segitunya setelah keluar dari hutan?"     

"Tentu saja, Sayank. Kamu berubah makin menakjubkan, cantik, menawan, dan susah membuatku melupakan dirimu, semakin ingin mengejarmu, makin membuat aku tergi—umph!" Dante sudah lebih dulu dibekap mulutnya oleh sang istri.     

Andrea memutar bola matanya. Bisa-bisanya si suami malah berceloteh hal yang kurang relevan dengan yang sedang dia bicarakan. Kemudian, perhatiannya dialihkan ke ayahnya yang berdiri tak jauh dari sana, dia bertanya, "Heh, bapak edan! Aku tanya bener nih ya … kamu apain anak aku? Kamu kasi makan apa dia ampe auranya beda banget gitu?"     

Mendapat pertanyaan menohok yang mencurigainya, King Zardakh hampir saja tersedak. "Makan? Yah, aku memang memberikan makan yang layak pada cucu kesayanganku, sama seperti makanan iblis lainnya ketika di Underworld." Ya, makan iblis lain, maksudnya.     

Mata Andrea makin memicing, agak ragu dengan ucapan sang ayah. Lalu, dia beralih ke Jovano yang memasang wajah tak berdosa. "Awas aja kalo ampe ternyata ada apa-apa ntar ke Jo." Dia memberikan gesture 'I'll watch you' ke ayahnya sebagai penanggung jawab Jovano selama di Underworld.     

.     

.     

Pada malam harinya, saat Jovano menemui sang istri yang baru saja pulang dari menemani Zivena mencari 'mangsa', mereka langsung melakukan hal-hal intim menyenangkan penuh bara di kamar.     

Bahkan, kali ini Shona kewalahan meladeni Jovano. Beberapa kali dia sampai tak bisa mengimbangi gerakan menggila suaminya.     

"Jo … Jo—mmghh … kamu … arrghh … kamu kenapa?" Shona mencurigai sesuatu pada suaminya. Saat ini dia sedang dihentak kuat-kuat sambil mereka berdua melayang di udara, sampai-sampai dia harus berpegangan di dinding terdekat.     

"He heh … kenapa, Shona Sayank? Heran? Mrrghh! Hrghh!" Jovano seperti kesetanan meski dia setengah iblis. "Ini … yah, ini karena … mrrghh … aku sangat merindukanmu! Hrrghh! Di sana tak ada wanita secantik kamu, Sho! Mrrghh!"     

"Apakah … apakah kau bertemu banyak wanita di sana dan bermain dengan mereka lalu merasa … mmghh … mereka tidak sebaik aku? Mgghh … Jo, pelan saja … arghh!"     

Bukannya menjawab, Jovano makin menggiatkan gerakannya hingga akhirnya Shona menerima peluru cair milik suaminya dan jatuh ke kasur, terkulai lemas. Sebagai iblis, dia masih bisa lunglai gara-gara perbuatan suaminya.     

Jovano turun dari langit-langit perlahan dan terkekeh menatap sang istri yang terkulai di kasur. Kemudian, dia mendekat ke Shona, memeluk tubuh telanjang sang istri sambil berbisik, "Aku tak bisa bermain dengan siapapun karena standar wanitaku sudah setinggi ini. Susah mencari padanannya, apalagi yang melampaui."     

Pipi Shona merona ketika mendengar ucapan Jovano. Dia menggunakan sisa tenaganya untuk menepuk lengan sang suami yang telah menggaulinya selama 6 jam lebih tanpa jeda. "Dasar tukang merayu!"     

Jovano terkekeh dan makin mempererat pelukannya ke Shona. "Istirahatlah!"      

"Kau … kau belum lelah?" Shona menoleh ke suaminya dengan raut heran. Setelah menggila selama 6 jam lebih dengan kekuatan sebesar itu, Jovano masih belum terlihat lunglai?     

Jovano menggelengkan kepala. Dia sendiri pun heran, kenapa dia mendadak bisa sekuat ini. Apalagi, dia seakan mulai merasakan darahnya menjadi lebih panas dan sering hampir kelepasan emosi.     

Dikarenakan ini, Jovano bertanya-tanya, apakah ini efek samping dari memakan banyak iblis? Coba dia ingat-ingat dulu, berapa iblis yang sudah dia telan? Sepertinya tak kurang dari 100 iblis. Dia sudah kehilangan hitungan ketika di angka ke-50.     

Apalagi, ibunya sempat curiga pada auranya. Benarkah dia terlihat berbeda?     

Tak apa. Jovano rela menjalani perubahan ini untuk membalas dendam.      

-0—00—0-     

"Kenapa aku merasa kakakmu sepertinya berbeda, Zivena?" Siang itu, Nafael mengatakannya ke Zivena ketika mereka berada di kantin.     

Zivena sedikit memikirkan itu dan menjawab, "Mom juga bilang begitu waktu kak Jo pulang."     

"Bagaimana menurutmu?" tanya Nafael sebelum menggigit wortel di supnya.      

"Hm, mungkin. Tapi bukankah itu wajar apabila seseorang baru saja pulang dari medan perang? Yah, anggap saja kak Jo baru dari medan perang karena konon dia menempa dirinya di hutan terseram di kawasan iblis Lust di Underworld." Zivena sedikit bersikap santai saat memberikan jawabannya. Dia memasukkan mie goreng ke mulut.     

Nafael diam dan tidak lagi membahas mengenai itu. Analogi dari Zivena mengenai medan perang itu memang masuk akal, tapi ada sesuatu yang menggelitik pikirannya mengenai Jovano.     

Maka, setelah pulang sekolah dan Nafael memiliki waktu menemui Jovano, dia mengajak bicara putra sulung sang cambion di halaman belakang.     

"Apakah kau baik-baik saja selama di hutan itu?" tanya Nafael sembari matanya lekat menatap Jovano.     

"Ya, aku baik-baik saja, Kak Nafael! Terima kasih atas perhatiannya." Jovano tersenyum lebar.     

"Kau tidak bisa semudah itu menyembunyikan hal dariku." Nafael menatap datar pada Jovano.     

Kening Jovano berkerut dan bertanya, "Maksud Kak Nafael apa? Gimana, sih? Aku kok nggak paham, ya?" Dia mulai emosi karena merasa Nafael terlalu banyak ingin tahu.     

Padahal biasanya Jovano akan santai saja dengan pertanyaan semacam itu.     

"Kau tahu apa yang aku maksud, Jovano. Lebih baik, hentikan sebelum itu menelanmu sendiri nantinya." Setelah mengatakan itu, Nafael pergi meninggalkan Jovano yang termangu.     

Jovano bertanya-tanya di hatinya, apakah ini artinya malaikat tinggi itu sudah mengetahui mengenai apa saja yang telah dia lakukan selama di Hutan Kegelapan?     

Memangnya kenapa kalau Nafael mengetahui itu? Apa urusannya dengan si malaikat? Yang punya istri yang dimanipulasi iblis adalah dia. Maka, tidak sepantasnya Nafael malah menyuruhnya berhenti.     

Namun, Jovano tak ingin ini sampai diketahui Andrea dan yang lainnya. Oleh karena itu, dia bergegas melesat mengejar Nafael sebelum langkah si malaikat mencapai area rumah dalam.     

"Kak Nafael! Kak! Tunggu!" panggil Jovano sambil terbang cepat ke Nafael.     

Mau tak mau, Nafael menghentikan langkahnya dan menunggu sampai Jovano berhasil menyamakan langkah.      

"Kak, bisakah Kakak tidak perlu mengatakan apapun yang Kakak ketahui mengenai aku ke keluarga dan teman-temanku?" Jovano tidak ingin mereka semua khawatir. Apalagi dia memiliki rencana ingin kembali ke Hutan Kegelapan untuk kembali menempa dirinya. Atau bisa jadi dia akan berkelana di Underworld agar bisa menemukan iblis kuat lainnya yang bisa dia telan.     

Nafael menatap Jovano, pandangannya kini dingin.     

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.