Devil's Fruit (21+)

Kondisi Terkini Serafima



Kondisi Terkini Serafima

0Fruit 1586: Kondisi Terkini Serafima    

Jovano sudah hendak melakukan sesuatu, namun Nafael sudah menahan terlebih dahulu.    

"Ozbanael, tolong jangan keterlaluan. Tuan Agung tidak mungkin mengundang sembarang orang ke sini." Nafael memberikan tatapan tegas ke rekan malaikatnya.    

Ozbanael hendak mengatakan sesuatu, tapi lengannya sudah ditarik Luthael di dekatnya.    

"Sungguh keberuntungan yang sangat tinggi bagi makhluk rendah seperti dia bisa diundang Tuanku Agung." Luthael berkata diiringi senyum. "Adik Ozbanael, kita tidak bisa berbuat sesuka hati kita karena dia tamu dari Tuan Agung."    

Ozbanael yang kurang rela, hanya bisa mendengus dan memilih pergi dari sana sebelum amarahnya terkumpul hanya karena melihat Jovano.    

Di antara para malaikat, kaum nephilim merupakan aib terbesar ras mereka sehingga mereka sangat membenci nephilim sedalam mereka tidak menyukai iblis.    

Jika tidak karena belas kasih Sang Sumber yang Agung, mana mungkin ada Antediluvian, dunia tersendiri bagi para nephilim hidup di jagat raya ini?      

"Ayo, Jovano!" Nafael ingin lekas membawa pergi Jovano dari sana sebelum makin banyak malaikat berdatangan dan menimbulkan keributan tak perlu.    

Jovano menahan dirinya dan pergi bersama Nafael, kembali ke bumi manusia.    

Sesampainya di mansion Andrea, Jovano langsung menemui istrinya yang sedang diberi energi healing oleh Shona dan Zivena.    

"Belum bangun, yah?" tanya Jovano pada istri dan adiknya.    

"Belum, Jo. Tapi aku lihat rona mukanya sudah semakin kembali ke normal, kok!" Shona menggeleng sembari menjawab.    

"Sabar saja, Kak Jo! Yang penting sekarang kak Sera sudah aman di sini." Zivena menambahkan.    

Jovano mengangguk. Di belakangnya ada Nafael berdiri menatap Serafima yang masih tak bergerak dan seperti putri tidur di atas kasur.    

Menoleh ke Nafael, Jovano berkata, "Kak, apa Kakak bisa bantu menyembuhkan Sera biar pulih lebih cepat?" Dia yakin, jika ada bantuan kekuatan malaikat dari Nafael, pasti Serafima lebih cepat pulih dan sadar kembali.    

"Aku bisa tanyakan dulu ke Tuanku, apabila Tuanku berkenan, maka semua bisa dilakukan untuk istrimu." Nafael menjawab.    

"Huh! Kenapa apa-apa harus tanya, sih! Sungguh tidak praktis! Kalau ada musuh menyerang tiba-tiba, apakah harus bertanya dulu boleh atau tidak membalas serangannya, begitu?" sindir Zivena tanpa ditahan-tahan sambil melirik kesal ke Nafael.    

"Zizi …." Shona menggelengkan kepala sebagai isyarat untuk mengingatkan adik iparnya yang sedang kesal tanpa sebab pada Nafael.      

Sementara itu, si malaikat di belakang Jovano tidak mengatakan apapun, hanya diam seakan tidak mendengar ucapan Zivena. Dia justru berkata, "Saat ini, sel-sel di tubuh istrimu sedang memperbaiki dirinya masing-masing dan proses itu tentu tidak singkat, selain menyingkirkan aura sel iblis yang sudah ditanam di sana, juga mengembalikan jiwa murni dia sebelumnya."      

"Tsk!" Zivena tahu dirinya diabaikan dan mendecih kesal.    

"Zizi, sudah dulu, yuk!" ajak Shona sambil menarik kembali tangannya dari atas tubuh Serafima.    

Zivena langsung mengerti maksud kakak ipar keduanya. Dia mengangguk. Di dalam hatinya, dia tak habis pikir dengan kesabaran yang dimiliki Shona sampai-sampai rela menjauh dulu dan memberikan waktu eksklusif bagi Jovano dan Serafima untuk berduaan saja tanpanya.    

"Terima kasih, Sayank." Jovano menghargai pengertian Shona dan tersenyum sambil mengelus pipi istri keduanya.    

Shona tersenyum singkat lalu membawa keluar Zivena beserta Nafael juga, meninggalkan suaminya bersama istri pertama saja di kamar.    

Sepeninggal semua orang, Jovano bergerak ke samping Serafima, membelai wajah sang istri sambil menahan air matanya. "Istriku yang malang … cepat sembuh, Sayank." Lalu, dia memeluk Serafima yang masih tertidur panjang.    

-0—00—0-    

Di alam lain, Melith meraung marah karena rusaknya rencana dia. Dia meledakkan apapun yang ada di dekatnya.      

"Aku ingin kalian semua menangkap mereka! Tangkap makhluk-makhluk rendahan itu untukku! Akan aku ubah mereka semua jadi cacing yang akan aku injak sampai puas!" Melith menatap benci ke dua kakinya yang sudah buntung sampai lutut.    

Mowark yang ada di sana, berusaha menenangkan Melith. "Yang Mulia Putri Melith, bersabarlah sebentar. Kita harus menunggu dulu—"    

Dhakkk!    

Melith sudah melempar sebuah pilar terdekat ke wajah Mowark sehingga iblis itu terhuyung sedikit ke belakang tanpa terluka apapun. "Mulutmu enak sekali bicara seperti itu!" Matanya menghitam seluruhnya dengan wajahnya menunjukkan urat-urat kemerahan yang berpendar di balik kulit pucatnya.      

"Apa kau pikir aku harus menerima keadaan ini? Kau tak lihat kakiku? Matamu buta? Apa perlu aku mencongkel matamu, hah?" Sepertinya Melith sangat tidak bisa menerima kondisi kakinya saat ini. Dia hanya melampiaskan kemarahannya pada Mowark yang kebetulan ada di dekatnya.    

Segera, muncul kabut putih yang cepat membungkus Melith dan kemudian kabut putih itu terbang ke kursi besar yang ditinggalkan Melith tadi.    

"Putri Melith, tenangkan dirimu atau semuanya bisa kacau." Kabut putih itu bersuara dengan intonasi tegas, dalam, dan penuh wibawa sehingga Melith tidak berani berbuat apapun.    

Meski status Melith tinggi di mata para iblis karena merupakan keturunan Lilith, tapi di depan si kabut putih itu, dia tak boleh sembarangan bertindak.      

"Aku hanya tak senang karena kakiku menghilang. Huh! Si Sumber brengsek itu!" Dia mengutuk Sang Sumber yang telah membuat keadaannya menjadi menyedihkan begini.    

"Aku tidak akan mengulangi perkataanku lagi, Putri Melith. Tenangkan dirimu!" Kabut putih lebih tegas lagi.    

Melith terdiam tanpa berani membuka mulut lagi meski dia belum puas menuangkan kemarahannya. Dia tertunduk sedikit dan tak berani menatap sosok kabut putih.    

"Kita lebih baik mengganti rencana dengan yang baru." Kabut putih itu berkata. Kini figurnya sudah menyerupai manusia namun hanya berupa kumpulan kabut putih tebal saja.      

"Baik. Aku ikut saja dengan rancanganmu." Melith mengangguk setuju daripada dia kena celaka jika menentang si kabut putih.    

"Bagus. Kita akan kumpulkan semua anggota inti kita dan membicarakan rencana baru yang sudah aku buat." Si kabut putih menopangkan kepala pada satu tangannya sedangkan tangan lain mengetuk-ketuk sandaran kursi.      

"Nanti akan aku perintahkan mereka untuk berkumpul di aula yang biasa." Melith mengerti apa tugasnya tanpa perlu diperintah lagi. Di hadapan sosok kabut putih itu, dia memilih untuk menjadi submisif saja dan tidak bertingkah tinggi.    

"Untuk kakimu, Putri Melith, kenapa kau tidak mencoba menggantinya dengan kaki lain? Misalnya kaki dari centaur atau mungkin makhluk kuat semacam itu?" Si kabut putih memberikan saran.    

Melith tak tahan membayangkan dirinya memiliki kaki seperti centaur. Sungguh menjijikkan baginya. Sangat tidak cantik, tidak sesuai dengan status dia sebagai keturunan langsung Lilith.    

"Nanti akan aku pikirkan mengenai itu." Melith lebih baik menjawab demikian saja untuk amannya.    

Lalu, sosok kabut putih itu pun pergi begitu saja dan tidak lagi di sana. Melith meremas kuat-kuat tangannya yang terkepal. Dua kaki berharganya harus diganti dengan kaki makhluk lain? Huh!    

Melith bertanya-tanya, rencana baru macam apa lagi yang akan dicanangkan si kabut putih untuk Jovano dan kelompoknya? "Harus bagus! Rencana itu harus bagus supaya setimpal dengan kakiku!"      

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.