Devil's Fruit (21+)

Serafima Melakukan Percobaan Pembunuhan



Serafima Melakukan Percobaan Pembunuhan

0Fruit 1587: Serafima Melakukan Percobaan Pembunuhan     

Satu minggu berlalu, selama itu, Shona dan Zivena terus menyuntikkan energi healing mereka ke Serafima.     

Hingga akhirnya pada hari berikutnya, ada pergerakan dari jemari Serafima diikuti gerakan pada kelopak matanya.     

Jovano yang sedang berada di sebelah Shona ketika prosesi penyaluran healing itu, merasa bersemangat. "Sho! Zizi! Sera gerak! Dia … dia udah mo sadar!"     

Benar saja, tak sampai menit berganti, mata Serafima mulai membuka meski perlahan.     

"Sera! Sera!" Jovano tak bisa menahan emosinya dan memeluk istri pertamanya penuh haru. Shona dan Zivena ikut terharu, mata mereka basah melihat Serafima akhirnya sadar dari koma.     

.     

.     

"Gak usah dipaksakan dulu, kamu santai saja di tempat tidur, biar aku yang bawakan makanan untuk kamu." Jovano sudah melesat keluar kamar. "Sho, tolong jagain, yak!"     

"Tentu saja, Jo!" Shona tak mungkin membiarkan Serafima sendirian saja mulai saat ini. Jovano sudah meminta seluruh anggota keluarganya untuk bersama-sama menjaga Serafima untuknya agar tidak lagi diculik.     

Maka dari itu, pasti akan ada seseorang di mansion yang akan mendampingi Serafima yang masih lemah di kamar.     

Ketika Jovano kembali dengan makanan, senyumnya lebar sampai gigi depannya terlihat jelas. "Dad membuatkan makanan enak banget untuk kamu, Sayank." Dia berkata pada Serafima sembari menaikkan baki di tangannya.     

Serafima memang sudah sadar dari koma, tapi dia jadi lebih pendiam dan tidak banyak bicara. Dia lebih banyak tersenyum atau mengangguk untuk menanggapi ucapan orang-orang padanya.     

Meski begitu, semua orang di mansion tidak keberatan mengenai itu. Mereka sudah memaklumi betapa beratnya penderitaan Serafima saat ini.     

"Sis, mau aku yang suapi kamu atau Jo saja?" Shona menawarkan diri disertai sikap ramah seperti biasanya.     

Serafima menoleh ke Shona di sampingnya dan menggeleng, lalu mengambil mangkuk di baki tadi dan memakan sendiri sup krim daging buatan Dante. Jovano dan Shona tak memaksa jika memang itu mau Serafima.     

.     

.     

Di malam hari, Jovano masih tidur berdua saja dengan Serafima, dia selalu tersenyum sambil menggenggam tangan istri pertamanya ketika rebah bersama.     

Mereka saling bertatapan sebelum tidur. Meski kaum mereka tidak membutuhkan tidur, namun mereka suka melakukan kegiatan seperti manusia pada umumnya.     

Kali ini, mata Serafima basah. Sontak ini membuat Jovano terkejut. Dia buru-buru mengusap lembut kelopak mata dan pipi sang istri.     

"Sayank, ada apa? Kenapa malah menangis?" tanya Jovano menggunakan suara selembut mungkin.     

Serafima malah makin menangis dan menggeleng, matanya terpejam dan terus terisak, tak mau mengatakan apapun juga.     

Jovano bingung, tapi dia tidak berani mendesak istrinya. Maka, yang bisa dia lakukan hanya merengkuh Serafima ke dadanya untuk masuk ke dalam pelukannya.     

Serafima menumpahkan tangisnya di sana sampai akhirnya tertidur karena lelah. Jovano ikut lelap setelah dia yakin istrinya sudah tak lagi terjaga. Tak lupa dia memasang array pelindung di kamarnya agar tidak ada siapapun bisa masuk.      

Kalaupun ada yang memaksa masuk ke pelindung yang dia buat, maka dia pasti akan merasakannya dengan cepat. Jangan harap ada yang bisa lolos dari pengawasannya meski dia tertidur sekali pun!     

Saat Jovano lelap, tiba-tiba Serafima membuka matanya dengan jelas, seakan dia tidak pernah tertidur sejak tadi. Apakah dia membohongi Jovano agar suaminya lekas terlelap?     

Untuk apa?     

Serafima perlahan beringsut keluar dari pelukan Jovano. Dia memastikan suaminya sudah benar-benar masuk ke alam lelap.     

Setelah itu, Serafima berjalan pelan tanpa suara, membuka sangat pelan pintu balkon kamar mereka. Dia memandang ke langit luas yang sedang berselimutkan tirai hitam dengan hiasan sedikit bintang dan bulan di kejauhan. Entah apa yang sedang dia pikirkan saat ini.     

Membalikkan telapak tangannya, Serafima memunculkan sebuah pedang kecil yang panjangnya seperti belati namun lebih besar. Pedang itu dia isi dengan energinya sendiri.     

Apa yang hendak dia lakukan dengan pedang itu? Dia hendak menikam Jovano? Apakah dia akan seperti dulu lagi? Berpura-pura sudah sadar hanya untuk menyusup ke kediaman Jovano dan mencelakai mereka semua? Apakah sel iblis belum hilang sepenuhnya dari tubuh dia?     

Kepala Serafima menoleh ke belakang, menatap Jovano yang masih terbaring di tempat tidur. Lalu dia memegang pedang kecil di tangannya dengan erat, kali ini bukan pegangan untuk menghunus seseorang melainkan menggenggam sambil diarahkan ke dirinya sendiri.     

Rupanya dia hendak menusukkan pedang itu ke tubuhnya sendiri.     

Mata Serafima terpejam dan air mata luruh dari sana, mulutnya dikatupkan erat-erat saat genggaman tangannya semakin erat memegang pedang yang diangkat tinggi sebelum dihujamkan ke jantungnya.     

Dia harus mati!     

Pedang mulai terayun jatuh dan ….     

Tapp!     

"Sera!" Jovano sudah berada di sebelah Serafima sambil menahan pergelangan tangan istrinya. "Apa-apaan kamu?"     

Betapa terkejutnya Serafima menyadari bahwa suaminya sudah ada di sisi dia dan memegangi tangannya sehingga pedang itu batal terhujam ke dadanya. "Jo … Jo tolong lepaskan!"     

"Tidak akan!" Jovano bersikeras merebut pedang itu dari tangan istrinya dan itu memang hal yang sangat mudah. Pedang itu dibuang jauh oleh Jovano ke taman belakang hanya dengan satu kibasan saja.     

Tangis Serafima luruh ketika dia gagal membunuh dirinya sendiri. "Jo, biarkan aku mati, Jo, aku mohon. Aku lebih baik mati daripada kembali padamu. Jo, aku mohon!" Dia terisak sambil berlutut ke Jovano.     

Jovano tentu saja menarik tubuh istrinya agar kembali berdiri tegak. "Sera, kamu ini ngomong apa sih? Jangan ngawur!" Dia peluk erat tubuh sang istri yang terus menangis.     

"Aku tak layak untuk kamu, Jo. Aku sudah sangat kotor begini. Aku sangat hina, Jo, tolong jangan tambah rasa jijikku pada diriku sendiri dengan kebaikanmu, Jo … hu hu huuu …." Serafima menuangkan apa yang ada di hatinya.     

Jovano akhirnya paham apa yang sedang dipikirkan istri pertamanya. "Jangan berpikir macam-macam, Sayank. Mana ada kamu kotor? Di mataku, kamu selalu istriku, apapun kamu dan bagaimana pun kamu. Jangan pernah ingin mati. Kalau kau mati, itu sama saja kau membunuh aku juga."     

Serafima menatap mata suaminya dan termangu beberapa saat sebelum dia berkata, "Jo, kamu tidak tahu seperti apa hidupku di tempat laknat itu. Kamu tidak tahu apa yang aku alami di sana, seberapa mengerikannya aku diperlakukan di sana." Dia mengingat semuanya tanpa ada yang terlewatkan. Dari disekap, diperkosa hewan iblis kapanpun Melith memerintahkannya, hingga harus beranak banyak demi memuaskan Melith.     

Yang paling membuat Serafima mengutuk dirinya sendiri adalah ketika dia teringat dia hendak membunuh Jovano dalam pertarungan mereka sebelum ini. Meskipun dia dikuasai iblis, namun kesadaran dia masih melihat semuanya tanpa dia bisa mengambil alih kendali atas tubuhnya sendiri.     

Mengetahui istrinya masih trauma dan bahkan hendak bunuh diri, Jovano terus memberikan kalimat penyemangat untuk Serafima. Dia membawa istrinya ke tempat tidur dan memeluk sambil terus menenangkan Serafima sampai pagi.      

Ketika Shona dan Zivena mendengar tindakan Serafima tadi malam, mereka sedih. Nafael muncul secara tiba-tiba usai Jovano bercerita.     

"Aku bisa menghilangkan ingatan istrimu agar dia tidak lagi tersiksa dengan memori buruk itu." Nafael menatap Jovano.     

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.