Devil's Fruit (21+)

Perasaan Kevon



Perasaan Kevon

0Fruit 1592: Perasaan Kevon     

Satu minggu berikutnya setelah Tim Blanche yang bekerja sama dengan malaikat bawahan Nafael, serangan berbeda datang dari pasukan iblis receh yang membawa pasukan-pasukan jin jahat bersama mereka.     

Tidak lagi meniupkan virus penyakit aneh ke manusia, melainkan mereka bermain lebih frontal dengan membuat jin-jin jahat menyusupi manusia sehingga tindakan manusia menjadi lebih ganas, gila, dan mampu berbuat kriminal tanpa merasa berdosa.     

"Wah, gila! Berita semakin gila aja!" Jovano baru selesai sarapan pagi ketika dia bersantai sejenak menonton televisi. "Lihat, deh! Anak sendiri dipotong-potong hanya demi dapat organ dalamnya untuk dijual."     

Ada raut wajah murka dan geram pada Jovano, lalu dia menghela napas kasar.      

"Tuh, berita berikutnya juga sama gilanya. Anak remaja membunuh orang tuanya hanya karena tidak dibolehkan bermain game lebih lama gara-gara dia jarang belajar." Shona menggeleng-gelengkan kepala.     

"Sepertinya semakin mengerikan saja bumi manusia." Suara Alyn mengalun dengan nada sedih. "Ternyata kehidupan di Cosmo jauh lebih damai dan menyenangkan tanpa ada permusuhan."     

Andrea yang berada di dekat Alyn segera meraih kepala gadis muda yang sedang beranjak dewasa itu untuk dipeluk. "Selama di sana ada begitu banyak makhluk dan begitu banyak kepentingan, maka kedamaian akan sulit dicapai. Berbeda dengan Cosmo yang berpenghuni sedikit dan tidak banyak kepentingan di sana, makanya bisa damai dan enak untuk ditinggali."     

Jovano setuju dengan ucapan ibunya. Sedangkan Andrea menghela napas pelan, hatinya sedih ketika manusia semakin berbuat gila pada sesamanya dan terus saja merusak alam.     

"Oh ya, kalian hari ini ada sekolah, kan?" tanyanya pada Alyn.     

Gadis itu mengangguk. "Ya, kemarin Miss Wyn sudah menghubungi kami dan kami setuju ada sekolah hari ini.     

Jovano bangkit dari kursinya dan berkata pada penghuni yang berada di ruang tengah. "Aku tugas dulu. Kalian baik-baik di sini, yah!" Lalu dia pergi bersama Shona dan Nafael.     

Sesudah anak sulungnya pergi 'bekerja', Andrea mempersiapkan ruang belajar seperti biasa. Tak lupa 'kamera pengintai' khusus.     

Ketika Nona Wynde datang ke mansion, Andrea menyambutnya secara hangat seperti biasa dan membawa sang guru ke ruang yang disiapkan.     

"Halo, muda-mudi manis semuanya!" Nona Wynde menyapa murid-muridnya.     

Wajah kelima murid itu cerah gembira menyambut guru mereka. Pelajaran dengan segera dimulai.     

Andrea dan Dante akan mengawasi pengajaran Nona Wynde melalui kamera yang telah disiapkan Andrea, hanya supaya dia yakin bahwa apa yang diajarkan Nona Wynde tidak bertentangan dengan kemauannya.     

Andrea tak ingin anak-anak penghuni mansionnya diberi pelajaran menyesatkan oleh siapapun.     

Ketika yakin semua pengajaran baik-baik dan tidak ada yang berbahaya, Andrea meninggalkan ruangan pengawasan untuk beraktivitas dengan suaminya di tempat lain.     

Sementara itu, di ruang belajar, semua sudah keluar dari sana kecuali Kevon. Nona Wynde menoleh ke salah satu murid didiknya dan merasa heran dengan masih bertahannya pemuda itu di kursi.     

"Apakah masih ada yang belum jelas, Kev?" tanya Nona Wynde pada putra sulung Kyuna dan Rogard.     

Kevon terlihat gugup dan menatap malu-malu ke gurunya. "M—Miss, apakah … apakah sesuatu yang … umm … salah … kalau … kalau …." Lalu dia terdiam karena bimbang.     

Nona Wynde mendekat ke Kevon dan duduk di tepi meja dekat pemuda itu. Ini menyebabkan Kevon semakin gugup. Apalagi, aroma tubuh dari sang guru semakin merasuk ke jiwa, tak hanya hidung saja.     

"Miss … Miss Wyn … ungghh …." Kevon sudah berusia 20 awal tapi dia masih merasa gugup di dekat lawan jenis.      

Tapp!     

Nona Wynde menepuk ringan pundak Kevon sambil tersenyum untuk menenangkan pemuda itu, tapi efeknya justru sebaliknya. Kevon makin gugup.     

Melihat murid didiknya semakin gugup, Nona Wynde terpaksa melakukan sesuatu yang dia yakini akan merilekskan pemuda itu.     

"Kev …." Usai memanggil lembut nama Kevon, tangan Nona Wynde meraih pipi Kevon untuk dia angkat dan dia meniupkan sebuah asap tipis berwarna merah muda samar.     

Kevon yang semula gugup, mendadak saja merasa tenang dan rileks, sesuai dengan yang diharapkan Nona Wynde.     

"Katakan padaku, ada apa?" tanya Nona Wynde tanpa melepaskan pipi Kevon di tangannya.     

Kevon mendongak, menautkan tatapan pada Nona Wynde, pandangan matanya lebih tenang ketimbang sebelumnya dan justru seperti terlihat mata orang yang terhipnotis. Yah, itulah salah satu bentuk sihir dari Succubi.     

"Miss Wyn … aku begitu bingung karena kerap memimpikanmu di malam-malamku." Kevon seakan tidak memiliki keraguan untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. "Aku juga senang setiap Anda datang ke sini. Aku selalu mengharapkan Anda terus datang dan mengajar. Aku bisa gelisah kalau Anda terlambat meski hanya beberapa menit saja. Miss … kenapa denganku?"     

Nona Wynde diam sejenak, kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi ketika dia mendengar semua 'keluh kesah' Kevon yang sejak tadi tertahan sebelum dia meniupkan asap relaksasi dari mulutnya.     

"O—ohh!" Nona Wynde tak menyangka akan adanya pengakuan semacam itu dari murid didiknya. "Ha ha!" Dia tertawa canggung. "Ini … Kev, ini sungguh di luar dugaan. Aku benar-benar tidak mengira. Aku sampai bingung harus mengatakan apa mengenai itu, ha ha!"     

Nona Wynde berusaha sewajar mungkin, tapi tetap saja malah terasa canggung. Kini malah dia yang gugup.     

"Um, kita bicarakan itu nanti saja, yah!" Nona Wynde hanya bisa memberikan kalimat semacam itu untuk menunda agar Kevon tidak mendesaknya.     

-0—00—0-     

Keesokan harinya usai pelajaran, Kevon masih tetap menjadi murid yang paling akhir keluar dari ruangan.     

Ini membuat Nona Wynde gugup, meski dia berusaha bersikap sewajar mungkin menghadapi pemuda itu.     

"Miss … apakah benar yang aku rasakan kepada Miss Wyn adalah … adalah … cinta?" Kevon secara lugas menanyakannya.     

Wajah kaget Nona Wynde sempat muncul selama beberapa detik sebelum senyumnya mulai mengembang indah di wajah cantiknya.     

"Aku tak memiliki jawabannya, karena kaulah yang punya itu, Kev." Nona Wynde harus bisa bersikap seprofesional mungkin. "Aku tak bisa menyimpulkan sebuah perasaan karena itu bukan benda padat. Kau sendiri yang harus melakukannya."     

Ketika Nona Wynde hendak berjalan keluar dari ruang belajar, langkahnya dihentikan Kevon.     

"Miss Wyn! Kurasa … kurasa aku … aku mencintaimu! Miss Wyn, jadilah pasanganku!" Kevon berkata apa yang ada di pikirannya. Dia sudah kepalang tanggung mengungkapkan semua yang dia rasakan, maka sekalian saja!     

Nona Wynde melongo mendengar keberanian Kevon mengajukan lamaran semacam itu.     

"Aku … aku … ha ha ha, ya ampun, ini sungguh mengagetkan aku, Kev. Hm, aku … kupikir aku harus memikirkannya dengan hati-hati." Kemudian, Nona Wynde tersenyum dan berkata, "Aku akan pergi dulu, Kev. Sampai jumpa esok."     

Kevon tidak menghalangi langkah sang guru dan Nona Wynde bisa berjalan keluar dari ruang belajar.     

Di teras depan, sudah ada Andrea yang mencegahnya pergi. "Miss Wyn, apakah Anda akan menerima cinta Kevon?"     

      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.