Devil's Fruit (21+)

Andai Kejujuran Itu Mudah



Andai Kejujuran Itu Mudah

0Fruit 46: Andai Kejujuran Itu Mudah     

Sementara itu di dimensi yang tak sengaja diciptakan Andrea dengan 'bantuan' Dante...     

"Ini... di mana?" Andrea masih terduduk setelah tersedot masuk tadi. Dia menatap sekeliling. Suram. Banyak batu, namun tak ada satupun makhluk hidup meski itu pepohonan ataupun rumput. Hanya batu dan pasir, serta langit berwarna... ungu?     

Sementara itu, di dekatnya... Dante sudah berdiri dan menatap sekeliling juga. "Rupanya ini dimensi Zonz yang dibicarakan para Nephilim. Hahah! Tempat yang aneh."     

"Heh, kucrut!" bentak Andrea.     

"Memanggilku?" Dante seolah melemparkan pertanyaan retoris.     

"Lo pikir ada siapa aja di sini selain lo ama gue, goblok!" Andrea melotot. Ia pun berdiri. Membersihkan tangan dan bagian tubuh yang sekiranya tertempel debu atau kotoran. Dia juga memastikan seragamnya tetap bersih. Dia tak mau seragamnya kotor. Dia hanya punya dua pasang seragam saja yang harus dirawat baik-baik supaya tidak perlu beli setiap kenaikan kelas.     

"Pffttt! Tak perlu semarah itu, Yang Mulia Puteri Andrea..." Dante membungkuk, namun jelas itu dia sedang melakukan peledekan pada Andrea. Kentara sekali dari nada bicaranya.     

"Tengik!" balas Andrea tak terpengaruh. "Sekarang... lo kudu bikin gue balik ke dunia yang biasa. Buruan!"     

"Apa kau sedang memerintahku, Baginda Puteri?" Dante miringkan kepalanya dengan pandangan meledek.     

"Bangsat lo, ya!" Andrea maju untuk beri sekelumit tinju atau tendangan. Siapa tau akan keluar energi kuat macam sebelumnya untuk menghajar Dante. Apapun untuk membuat Dante kelojotan kesakitan. Namun anehnya, Andrea merasa tinjunya hanya berisi angin belaka. Oleh karenanya, Dante dengan mudah menangkap kepalan tangan Andrea dan mendorong gadis itu hingga jatuh.     

Bingung? Tentu saja. Bukan hanya Andrea, namun Dante pun juga heran. Ia menatap telapak tangannya sendiri. Lalu menjajal untuk mengeluarkan Zephoro. "Heh?! Kenapa tidak bisa?!" Lalu ia mencoba lagi, namun tetap saja bola listrik itu tidak juga muncul.     

Ada apa ini?     

"Hah! Gak punya apapun buat dilemparin ke gue, heh?!" Kini ganti Andrea yang meledeknya. Ia berkacak pinggang setelah bangkit berdiri. "Jadi... kita berdua sama-sama kehilangan kekuatan supernatural kita di sini, ya kan? Hahaha! Jadi sekarang kita bisa gelut secara fair!"     

Dante tatap tajam Andrea. "Kau pikir kau bisa menang meskipun aku tidak punya kekuatan supernatural, hmm? Cih, bodohnya. Bangsa Iblis memang benar terlalu bodoh dan terlalu memandang tinggi diri mereka. Tak tau malu."     

"Brengsek bener mulut lo, ya!" Andrea terprovokasi dan ia pun maju akan menyerang Dante. Namun lagi-lagi pria tampan itu berhasil menangkis bahkan menangkap pergelangan tangan Andrea. Bahkan ketika kaki sang gadis Cambion turut maju menendang, Dante dengan mudah menangkisnya seolah itu cuma serangan bantal saja.     

"Humpphh!" Tiba-tiba saja Dante bekap hidungnya dengan tangan lain.     

Hal itu digunakan Andrea untuk menendang perut Dante sehingga pria Nephilim itu pun menggeloyor mundur. "Kenapa lo tutup hidung, heh?"     

"Baumu... busuk." kilah Dante. Dia berbohong. Mana mungkin dia sudi mengatakan pada Andrea bahwa dia tersedak bau harum Andrea?     

"Apa lo bilang?!"     

Dante sungguh sedang berdusta. Justru bau sangat wangi itu lagi yang menyergap hidungnya secara tiba-tiba. Kenapa di saat kekuatan Andrea juga musnah di sini, tapi baunya tidak ikut menghilang? Dan... bukan kah ini adalah dimensi Zonz? Atau mereka salah masuk dimensi lainnya?     

Sejujurnya, iya.     

Ya, mereka bukan memasuki dimensi Zonz, melainkan dimensi Meercomv, sebuah dimensi yang membuat kekuatan supernatural apapun makhluk yang ada di dalamnya hilang keseluruhannya, kecuali hawa murninya. Dimensi ini biasa digunakan untuk membuang Iblis ataupun makhluk supernatural lainnya agar mereka mati secara perlahan di tempat yang gersang, suram dan tak ada apapun yang bisa dimakan.     

Ini seperti... tanah pengasingan paling kejam.     

Semakin Andrea emosi, hawa murninya justru kian menguar kuat. Dante sampai pusing meski hidungnya sudah ia tutupi kuat-kuat. Bahkan ia menjauh dari Andrea agar bisa meredakan bau tersebut, namun tetap saja... bau itu mengurung dirinya, seolah area ini hanyalah ruangan 3 x 3 meter saja.     

Padahal Kenzo sudah berulang kali menasehatinya agar bisa mengendalikan emosi agar aromanya tidak makin pekat keluar, karena itu akan membahayakan dia sendiri. Tapi, siapa sih yang mampu melarang Andrea? Mungkin hanya Shelly. Namun, Shelly tidak ada di sini untuk meredakan kemarahan Andrea.     

"Jangan... mendekat." geram Dante sembari terus mundur sambil majukan tangan sebagai tanda penolakan. Ia tidak sedang bergurau. Lagipula... kapan Tuan Dante pernah bergurau? Yang terpenting, bau Andrea ini tidak main-main.     

Wajah Dante sudah memerah. Dia merasakan bahaya terus ingin menerobos pertahanannya.     

Sayangnya, Andrea justru tidak paham apa yang sedang 'diderita' Dante. Baginya, Dante sedang menghina dia, menghina rasnya, menghina tubuhnya. Yah, bukan berarti Andrea tak terima ras 'barunya' dihina, hanya tak suka saja melihat Dante seperti Megalomania. Catat—Megalomania, bukan Megaloman.     

Andrea muak melihat Dante yang seolah mengunggulkan rasnya di atas apapun. Seakan, hanya ras Nephilim yang patut dipuja dan disembah. Manusia? Huh? Hanya bahan makanan bagi mereka! Iblis? Hanya makhluk rendahan yang tak patut berbagi udara dengan mereka!     

Begitukah kehebatan bangsa Nephilim?     

Dan, makin Andrea marah, aromanya kian mengamuk di udara tanpa dia sadari. Mana mungkin dia mampu melihat atau mencium baunya sendiri? Kenzo bilang, Andrea takkan bisa tau aromanya sendiri, dan itulah mengapa Kenzo berharap Andrea bisa lebih tenang dalam situasi apapun.     

Kini, setelah diprovokasi Dante sedemikian rupa, bagaimana mungkin Andrea tidak meradang ingin mengamuk? Tapi, dia menyadari satu hal... kekuatan dia kalah dibandingkan Dante. Bukan soal kekuatan supernatural, tapi kekuatan asli.     

Andrea hanya berlatih taekwondo sebentar saja! Tak sampai menjadi atlit. Mana mungkin kemampuan tempurnya bisa disejajarkan dengan Dante yang terbiasa bertarung dari—entah kapan jamannya. Apalagi Dante seorang pria! Dari itu saja sudah terukur perbedaan tenaga murni mereka.     

Kaki jenjang Andrea mulai terus maju melangkah mendekat ke Dante dengan wajah berhias senyum—atau seringai. Meski kedua sudut bibirnya terangkat, bukan berarti Andrea sedang suka hati. Amarahnya masih mengepul di ubun-ubun, siap ditembakkan. Memangnya ada berapa orang yang marah tapi masih bisa tersenyum? Banyak! Memangnya ada berapa orang yang masih sanggup tertawa meski sedang murka? Hitungannya lebih dari jumlah semua jari di tubuh!     

"Bau gue busuk, yah?" Andrea menyeringai. Wajahnya jadi terlihat jahat bagai Iblis sungguhan yang siap merampas hidup seseorang.     

Dante terus saja mundur langkah demi langkah, tak mau dilahap aroma Andrea yang terus pekat mencekik jiwa Dante. "Kau punya telinga, tidak? Kau tuli, hah? Kubilang mundur! Mundur yang jauh, Iblis!" Matanya menyala marah. Ia masih ingin tetap waras.     

"Lo... siapa gue, berani main perintah aja ke gue? Bos gue? Nenek moyang gue?" Andrea masih saja melangkah maju perlahan demi perlahan dengan mulut terus menyeringai. Melihat kepanikan Dante rupanya adalah kesenangan tersendiri bagi Andrea.     

Andrea merasa superior. Merasa pihak pendominasi kali ini setelah berkali-kali ia kalah pada kekuatan Dante. Ia merasa... menang!     

"Apa lu pikir lu yang paling hebat di dunia, heh?" Andrea ganti memprovokasi Dante yang masih saja membekap hidungnya.     

"Setidaknya aku lebih hebat darimu. Jauh!" seru Dante disela kepanikannya.     

"Oh ya? Lo lebih hebat dari gue? Lalu kenapa lo ribet ama bau gue? Lo bilang bau gue busuk? Memangnya kenapa kalo bau gue busuk? Lo mo apa kalo bau gue busuk, hah?!" Andrea justru seperti paksakan Dante untuk terus tersiksa dengan bau yang dikatakan busuk.     

Bukankah menyiksa musuh dengan sesuatu yang dibenci si musuh itu merupakan kebahagiaan kita semua? Andrea menyadari logika itu dan terus saja maju meski Dante sudah gigih menyuruhnya mundur.     

"Kau akan menyesal kalau kau terus bebal maju, Iblis!" Dante memperingatkan. Meskipun dengan nada keras dan tidak menyenangkan di pendengaran Andrea.     

Andrea benci dikatakan Iblis. Dia sendiri membenci dirinya berubah menjadi Iblis. Oleh karena itu dia tak sudi mendengar orang lain pun menghina dia karena dia Iblis. Itu seperti... dua kali terhina.     

Oleh karena itu, amarah yang baru saja agak reda, jadi melonjak kembali.     

Andai Dante bisa mengatakannya dengan lebih lembut, lebih manis, dan lebih... jujur, bahwa aroma Andrea bukanlah busuk melainkan sebaliknya, dan aroma itu sudah hampir membuat Dante gila hingga menggerogoti kewarasan Dante, perlahan demi perlahan.     

Andai kejujuran itu mudah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.