Devil's Fruit (21+)

Cooling Drown



Cooling Drown

0

Fruit 56: Cooling Drown

Setelah Andrea bisa sedikit menenangkan diri, ia pun berangsur hentikan tangisannya. Kenzo membawa tuan puterinya ke sebuah bukit buatan tak jauh dari sana, karena ia mendapat transmisi suara dari Soth yang ikut bersamanya, bahwa di balkon kamar Andrea sedang digunakan untuk tempat pergumulan Pangeran Djanh dan ketiga Soth lainnya.

Kenzo dan Andrea duduk di puncak pohon tertinggi yang rimbun dan susah dilihat mata telanjang manusia. Sedangkan Soth lainnya berjaga-jaga melayang di sekitar keduanya.

"Zo, jadi Iblis itu... mengerikan atau gimana, sih?" Andrea menoleh ke Panglimanya di sisi dia.

Kenzo agak terkejut mendengar pertanyaan Andrea. Apakah Andrea mulai bisa menerima jati dirinya? "Bagiku yang sudah menjadi Iblis sejak lahir... biasa saja, Tuan Puteri."

"Kalian kuat sekali dengan kekuatan kalian, yah?"

"Tidak selalu, Puteri. Itu juga butuh ditempa dan dilatih, walau ada bakat bawaan dari garis keturunan tertentu."

Andrea manggut-manggut. "Apakah enak punya kekuatan besar, Zo?"

Kenzo balas tatapan Andrea. "Tergantung bagaimana persepsi Tuan Puteri pada kekuatan itu sendiri."

"Kalau bagi kamu, Zo?

"Bagiku... menyenangkan, karena aku bisa melakukan banyak hal dan bisa menjaga diri sendiri dan menjaga siapapun yang harus aku jaga."

Andrea terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Kenapa kalian para Iblis yang memiliki kekuatan besar begitu justru banyak menindas manusia? Bukankah lebih baik kekuatan digunakan untuk hal yang baik? Kenapa harus menjadi jahat?"

"Puteri... menjadi baik atau jahat adalah sebuah pilihan. Dan godaan terbesar memiliki kekuatan besar adalah kekuasaan pada sesuatu atau pada orang lain."

Andrea pun alihkan pandangan ke depan, menatap panorama hijau terbentang indah di depan mata. "Kalau aku punya kekuatan, aku justru ingin gunakan untuk hal-hal yang baik nantinya. Aku tak ingin menyakiti manusia."

"Walaupun nanti manusia itu akan menyakiti Tuan Puteri?" Kenzo bertanya-tanya.

"Jika aku bisa menghindari mereka, maka akan aku hindari. Jika mereka menyerangku, aku akan pergi daripada harus menyakiti mereka dengan cara apapun. Bagaimanapun juga... ibuku seorang manusia, Oma dan Opa juga manusia. Mana mungkin aku tega menyakiti manusia?"

"Puteri... terkadang kau harus memilih keputusan pahit dalam menghadapi sesuatu hal, terutama jika itu sebuah marabahaya. Perasaan sentimentil tidak diperlukan dimomen seperti itu."

Andrea menggeleng. "Aku akan berusaha menjaga kewarasanku agar selalu mengingat bahwa kekuatanku tidak untuk menyakiti manusia. Sukur-sukur kalau bisa membantu mereka."

Kenzo tersenyum masam. "Puteri, tidak selalu semua hal sesuai dengan kemauan kita. Dan... belum tentu juga niat menolong kita akan ditanggapi baik oleh orang lain yang kita tolong."

Andrea ikut tersenyum, namun senyum manis meski pandangannya tetap tertuju ke depan. "Tak apa, yang penting aku sudah memiliki niat baik dan sudah berusaha."

Kenzo tatap putri junjungannya dengan berbagai kecamuk pikiran dan perasaan. Ada rasa hangat yang diam-diam menelusup di kalbunya.

-o-o-o-o-o-

Di tempat lain... Dante gelisah di apartemennya. Ia malas sekolah. Toh dia tak butuh sekolah. Dia hanya mengincar Andrea saja makanya ikut bersekolah di sana.

Brakk!

Dante menendang meja kayu jati besar hingga benda itu terpental jauh dan menabrak dinding. Erefim segera datang ingin tau ada apa dengan Tuannya.

"Tuan, Anda baik-baik saja?" tanya Erefim sambil membungkuk terlebih dahulu.

Dante mendengus. "Tentu saja tidak! Apa kau tak lihat apa yang kulakukan barusan? Aku tak mungkin melakukan itu jika aku sedang sangat bahagia, Erefim!" sentak Dante pada pembantunya.

"Maafkan hamba yang kurang peka ini..." Erefim kembali menunduk.

Kali ini Dante menghela nafas. "Hghh~ sudahlah. Kau tidak salah, Erefim. Maaf kalau aku melampiaskan padamu." Ia pun menyamankan duduknya di ruang tengah.

"Tidak mengapa, Tuan. Anda adalah junjungan hamba. Anda bebas memperlakukan hamba." Erefim bersikap hormat. Dia juga sesama Nephilim, namun di kasta yang jauh berbeda dengan Dante. Kapan-kapan saja memaparkan mengenai kasta di dunia Nephilim.

"Hummhh... kau memang asistenku paling bisa kuandalkan dari dulu, Erefim."

"Terima kasih, Tuan." Erefim tersenyum kecil. "Apabila Tuan berkenan, maukah Tuan katakan pada hamba apa yang membuat Tuan kesal hari ini? Kuperhatikan, Tuan uring-uringan semenjak bangun tidur pagi tadi."

Dante diam sejenak. Patutkah ia ceritakan itu pada Erefim? Apa tidak akan memalukan? Tapi ia butuh meminta saran dan opini pada Erefim yang lebih senior darinya meski berbeda kasta.

"Tuan? Ah~ maaf kalau hamba lancang meminta macam-macam..."

"Tidak, Erefim. Mungkin kau memang musti tau mengenai ini. Aku pusing memikirkannya sendirian." Maka, Dante pun menceritakan semua kejadian aneh dirinya bersama Andrea—baik itu di dunia Meercomv maupun di alam mimpi semalam.

"Hmm..." Erefim tampak berfikir. "Besar kepastian bisa hamba katakan bahwa itu akibat feromon dari Nona Cambion, oleh sebab itu Tuan serasa mabuk kepayang susah kendalikan diri setiap ada Nona Andrea."

"Bukankah kaum kita punya kekuatan untuk menepis feromon itu, Erefim?"

"Tidak berguna jika berhadapan dengan Cambion jenis tertentu. Nona Andrea bukanlah Cambion biasa seperti yang pernah Tuan hadapi dan habisi sebelum ini. Dia... istimewa. Itu yang hamba dapat dari penelusuran hamba selama ini."

Ya, Andrea memang bukanlah satu-satunya Cambion yang diburu oleh Dante. Ia mangsa Dante yang ke 99, karena butuh 100 cambion untuk memuluskan jalan seorang Nephilim ke Surga.

Cambion di dunia manusia memang bagai bintang di langit, berserakan di segala penjuru, meski keberadaannya selalu dirahasiakan dari keluarganya. Sama halnya dengan orang Indigo yang memiliki kekuatan spesial melebihi manusia biasa. Banyak dan tersebar di segala penjuru dunia, meski banyak yang merahasiakan identitasnya. Seperti itulah Cambion.

"Kenapa Andrea istimewa?"

"Yang hamba dengar dari selentingan... dia adalah... Putri dari salah satu Raja Incubus yang sangat berpengaruh di dunia bawah."

"Jadi dia bukan sembarang Puteri?"

Erefim mengangguk. "Benar, Tuan. Dia keturunan Raja Incubus Zardakh."

"Hah! Sialan. Kupikir dia hanya puteri Raja remeh di sana."

"Dunia Incubus mempunyai 170 Raja beserta Ratu utamanya. Namun hanya 9 Raja tertinggi saja yang kekuatannya sangat berpengaruh."

"Begitu rupanya..."

"Dan Tuan... mengenai mimpi Tuan semalam... besar kemungkinan itu adalah Nona Andrea dalam wujud Succubusnya. Harap Tuan lebih berhati-hati dan bisa menahan diri jika ia kembali menemui Tuan nantinya. Jangan sampai terpancing atau pun terprovokasi tingkahnya."

"Bah! Kau pikir aku sudi dipancing? Aku juga tak rela semalam dibegitukan olehnya, Erefim! Sangat tidak rela!"

Duh, Dante~ berkata tidak sudi, tidak rela, tapi kau agresif menggauli Andrea. Ingat, kan... kau juga sampai berujar bahwa Andrea hanyalah milikmu. Milikmu. Dan itu kau ucapkan dengan raut serius sambil menghujami dia menggunakan penismu.

"Apakah aku tertinggal suatu berita yang menarik?" Revka sudah muncul di jendela, lalu masuk begitu saja. "Dante, sepupuku yang tampan... kenapa mukamu sangat kacau?" Revka tanpa malu-malu segera duduk di pangkuan Dante. Erefim tau diri dan pamit pergi dari ruangan itu.

"Haahh... kau tak perlu tau, Revka. Ini urusanku saja."

Revka tak gentar dengan penolakan Dante. Ia mengelusi dada Dante sembari jemari lentiknya gemulai mengurai manik kancing kemeja Dante. "Kalau begitu mari aku hibur kau agar semua resahmu pergi menguap..." bisiknya penuh nada rayu.

Dante menatap Revka. Ingin rasanya ia lempar sepupunya agar menjauh. Tapi... sepertinya Dante butuh sebuah pengalihan sebelum otaknya meledak hanya gara-gara Cambion satu itu.

Tapp!

Dante tangkap tangan Revka. "Kalau begitu... hibur aku dengan benar!"

Revka terkikik. Bahagia. "Kau bisa mengandalkanku, sepupuku sayank~"

Tak berapa lama, di ruangan itu sudah penuh akan erangan mereka berdua, saling bersahutan tanpa perduli apakah tetangga apartemen akan mendengar atau tidak suara kegiatan intim keduanya.

Dante kuat-kuat menghujamkan penisnya ke vagina Revka yang terus memekik riang di bawah Dante sembari kalungkan kakinya di pinggang sang sepupu. Dante menghujam keras seolah dengan begitu ia bisa melupakan bayang-bayang Andrea.

"Aarrghh! Arrghh! Arrnghh!!!" Keduanya menjerit hampir bersamaan ketika sama-sama klimaks. Revka terkikik manja. "Aku masih ingin, sayank... ayo, bawa aku ke peraduanmu. Di sini tidak nyaman untuk tubuhku~" rengeknya.

Maka Dante pun mencabut penisnya dan membopong Revka ke kamarnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.