Devil's Fruit (21+)

Jangan Buat Aku Membencimu (19+)



Jangan Buat Aku Membencimu (19+)

0

Fruit 59: Jangan Buat Aku Membencimu

Sore menjelang. Dan kini Andrea sudah ada di kamar Danang. Kamar yang biasa dia gunakan untuk tempat melepas penat dan kesal sedari dulu. Walau Danang itu terkadang menyebalkan, tapi kamarnya bisa membuat betah Andrea.

Ada banyak game dan juga ada komputer. Apalagi komik. Rak berisi koleksi film pun ada di sana. Meski nyaris seperti kamar Shelly yang juga 'menyenangkan' bagi Andrea yang serba kekurangan hiburan di rumah, kamar Danang memiliki nuansa tersendiri.

Sudah satu jam lebih Andrea bercokol di kamar pria itu. Tangannya sibuk membolak-balik halaman komik action terbaru sahabatnya. Sesekali ada dendang lirih keluar dari katupan bibir merah mudanya. Mereka baru saja menonton ulang film Crows Zero seri pertama.

Danang memperhatikan sang sahabat kecil. "Ndre, lu kok bisa berubah banget, sih?"

Andrea menoleh ke Danang. "Yang penting kan aku tidak berubah sikap padamu, Nang. Kenapa? Apa kau tak suka aku yang sekarang?"

"E-eh..." Danang malah bingung menjawab. "Bukan soal suka apa enggak, sih. Cuma... ahh, mungkin ini gegara gue belom kebiasa aja kali yee ama metamorfosa elu."

"Nah, ya sudah. Kalau begitu, mulai sekarang dibiasakan saja, yah." Andrea kembali asik menekuni komik di tangannya.

Komiknya tak sengaja jatuh, sehingga Andrea terpaksa merogoh ke dekat kolong tempat tidur Danang. Ini dia sedang berbaring santai di sana, sedangkan Danang duduk santai sambil bermain game di depan layar komputer.

Tangan Andrea seperti berhenti pada sebuah benda yang blebih besar dari komik yang dia cari. Dengan satu tarikan, ia seret benda itu keluar dari kolong tempat tidur Danang, lalu memekik kecil begitu dia melihat apa itu.

Majalah pria dewasa yang paling populer di jagat bumi ini.

Danang menoleh ingin tau kenapa sahabat masa kecilnya memekik tertahan. Dan begitu dia melihat Andrea menemukan 'koleksi' rahasianya, ia langsung saja meloncat dan merebut majalah itu dari tangan Andrea.

Andrea masih juga ternganga takjub. Sedangkan Danang sudah merah padam malu.

"Da-Danang...?"

"A-apaan, sih? B aja keleus! Ngapain heboh!" Danang berusaha santai meski tetap tidak bisa menutupi kegugupannya. Segera saja majalah itu dia lempar jauh masuk ke dalam kolong ranjang paling sudut di sana. Setidaknya, tidak akan bisa digapai, kecuali memaksa masuk ke kolong.

Andrea tak tau harus berekspresi apa mengetahui Danang ternyata penggemar majalah demikian. Ia antara syok dan geli. Mungkin sedikit terharu juga. Paling tidak, ia jadi yakin sahabat masa kecilnya bukan pria homo.

"Hahaha... Nang, tenang saja. Aku ikut senang kau ternyata bukan homo." Andrea kedipkan satu mata, bermaksud meledek Danang.

"Sialan lu, panu oplas!" rutuk Danang. "Emang selama ini lo mikirnya gue homo, gitu?" Ia terlihat sebal.

Andrea masih saja terkikik geli. Ia pun turun merosot ke lantai kamar Danang yang juga ada karpetnya seperti di kamar Shelly. Kata mamanya Danang—Tante Lidya, diberi karpet agar anaknya tidak mulas kalau duduk di lantai, kuatir Danang nanti kepecirit.

Nona Cambion kembali menekuni komik yang sempat terhenti tadi. Ia duduk santai di atas karpet sambil punggungnya bersandar pada tepi kasur Danang.

Sniff~ sniff~

"Eihh!" Andrea kaget sampai komik di tangannya jatuh lagi. Tapi kali ini karena Danang tiba-tiba saja sudah ada di sebelah dia dan malahan nyaris menempelkan bibir ke leher mulus Andrea. "Da-Danang, ada apa?"

"Ummhh... bau lo... enak banget... mmhhh... sumpah!"

Brukk!

Danang akhirnya membuat mereka rebah bersama di atas lantai berkarpet. Karena Andrea sibuk berontak, Danang memegangi kedua tangan Andrea dan mengendusi leher nona Cambion.

"Danang! Daanaang! Berhenti, Nang! Jangan begini!"

"Ummfhh... snffhh... enak. Baumu enak... slrrrtthh..." Danang malahan menjilati leher itu tanpa peduli protes dari Andrea. Danang seperti hilang kendali. Seperti bukan dirinya sendiri. Seperti terlupa siapa perempuan yang dia tindih saat ini.

Sedangkan Andrea pun tak berani berteriak terlalu keras karena tak mau Tante Lidya mendengar. Bisa menjadi preseden buruk jika Ibunya Danang memergoki ini. "Danang! Stop! Stoopp! Sto—mmrrpphh!"

Sekarang Danang malah melumat bibir Andrea karena ternyata saliva Andrea juga terasa manis memabukkan. Tak hanya itu. Tangan Danang sudah merayap meremas dada besar Andrea. Bahkan tangan Andrea pun tak bisa menahan tenaga Danang yang entah datang dari mana.

"Jangan~ Danang ja—mmpphh... haanghh~ mmrrpphh! Stop—mmrrffhh!"

Mata Andrea terbelalak seketika saat menyadari mulut Danang sudah berpindah posisi tidak lagi di bibirnya, namun di puncak dadanya. Kapan Danang menyingkap armor kain Andrea di sana?!

"Haangghh~ Danang, jangannhh~" Gadis Cambion berusaha mengelak dengan memiringkan tubuh ke kiri dan ke kanan. Tapi itu rupanya tidak menjadi halangan bagi Danang untuk terus menyesap puting merah muda Andrea keras-keras bagai bayi kelaparan.

"Ermmcpphh! Srrccpphh! Enak! Enaakk~ errsspphh!" Danang seolah kesetanan. Tak peduli jika Andrea merasakan ngilu di area tersebut, satu tangan Danang meluncur ke bawah, masuk ke celana dalam Andrea.

"Haakhh!" Mata sang Cambion terbelalak. "Jangan! Tolong! Tolong, jangan!" pekik tertahan Andrea terus berkumandang. Kaki Andrea sudah sibuk bergerak agar tangan Danang terlepas dari aksi mengaduk liang hangat yang ada di sana. Sekali lagi, Danang bagai punya kekuatan super yang tetap bisa membendung berontakan Andrea. Kini dua jari itu asik mengocok liang spesial Andrea.

"Berhenti! Danang! Aanghh! Sakit!" protes Andrea sembari menolak Danang memakai kedua tangannya. Ia bisa saja memukul Danang pakai tenaga Cambionnya. Namun permasalahannya, ia belum bisa mengendalikan kekuatan tersebut. Salah-salah... Danang malah celaka nantinya. Andrea tidak mau itu terjadi. Bagaimana pun, Danang adalah sahabat baiknya selain Shelly.

Dan yang paling utama lagi... ia sudah berikrar pada dirinya sendiri untuk tidak mencelakai manusia!

Danang mencabut jarinya lalu menjilati jari tersebut. "Ahh... enak. Ternyata enak sekali air elo, Andrea. Gue... Gue mau lagi."

Sreett!

Satu tarikan dan celana dalam Andrea berhasil lolos melewati pahanya, berlanjut ke mata kaki.

Mata lapar Danang sudah mengamati tubuh setengah telanjang Andrea. "Gilak, Andrea... bodi lo... bodi lo lebih hot daripada yang ada di majalah gue... slrrphh!" Ia menjilat bibirnya sendiri dengan tatapan lapar.

Danang segera mengangkat kedua kaki Andrea dan menempelkan kaki itu ke dada Andrea sehingga gadis itu makin tak berkutik ketika mulut rakus Danang menyesap di vagina sang Cambion, mencari cairan manis dari situ.

Andrea ingin menangis. Apakah ia akan berakhir sebagai korban perkosaan oleh sahabatnya sendiri hanya karena aroma feromon Succubusnya? Betapa bencinya dia akan takdir yang ia dapat.

Benci. Benci!

Sampai kapan dia harus mengalami berbagai pelecehan dari orang-orang di sekitarnya? Apakah dia lebih baik mati saja daripada hidup seperti ini?

Danang semakin menggila. Kejantanannya sudah diusap-usapkan ke liang spesial Andrea, siap menghujam kapanpun. "Enak~ elu bau enak. Ermmghh..."

BUGKH!

Sebuah hantaman pada tengkuk Danang mengakibatkan pria itu pun jatuh tak sadarkan diri di atas tubuh Andrea. Cambion itu pun kaget.

"Kenzo!" teriaknya begitu tau siapa yang ada di belakang Danang.

Yang dipanggil namanya pun segera menyingkirkan tubuh Danang. Lalu membantu Andrea berdiri dan merapikan pakaiannya. Andrea sampai merona malu.

"Maafkan keterlambatan hamba." Wajah Kenzo muram sekaligus terlihat menahan emosi.

"Umhh~ tidak. Kurasa kau tidak terlambat sama sekali, Kenzo." Andrea mengusap air matanya.

"Ayo, Putri... kita pulang sekarang." Kenzo membantu Andrea membenahi pakaiannya sebelum akhirnya dia membopong Andrea ala bridal.

Tau dirinya memang salah karena tidak mematuhi Kenzo, Andrea pun patuh tidak melawan sama sekali dan meringkuk di gendongan Tuan Panglima Incubus. Sudah berapa kali Kenzo selalu menyelamatkan dia dalam situasi kritis?

"Apakah Danang akan baik-baik saja?" Andrea menoleh ke tubuh lunglai Danang yang pingsan akibat pukulan telak pada tengkuk oleh Kenzo.

"Tak perlu mencemaskan dia, Tuan Puteri." Akhirnya Kenzo pun terbang membopong Andrea yang masih syok dan gemetar. Kenzo terbang membawa Tuan Puterinya menuju ke kediaman Andrea. Tentu saja tidak akan ada manusia yang bisa melihat mereka kecuali mempunyai kekuatan khusus.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.