Devil's Fruit (21+)

Himpitan Kesadaran Sehelai Benang (18+)



Himpitan Kesadaran Sehelai Benang (18+)

0

Fruit 60: Himpitan Kesadaran Sehelai Benang

Sesampai di rumahnya, Shelly sudah menyambut dengan wajah cemas. Ia diberitahu oleh salah satu Soth bahwa Kenzo sedang menyelamatkan Andrea di sebuah kediaman.

Begitu kaki Andrea menjejak ke lantai kamarnya, Shelly langsung memburu dan memeluknya. "Ndre... aku cemas. Aku cemas banget. Uhuhuhuu..."

Andrea tersenyum haru sambil mengelus rambut panjang Shelly. "Tenang saja. Sudah ada Kenzo yang menyelamatkan aku."

"Lain kali aku tidak akan jauh-jauh darimu saja. Huhuuu~" Shelly masih menangis lirih sambil memeluk sahabatnya.

"Haha~ jangan berlebihan. Kalau kau memang harus melakukan sesuatu tanpaku, yah lakukan saja. Toh aku sudah ada banyak pengawal. Sudah... jangan menangis, dong. Nanti cantiknya pindah ke aku, loh..." Andrea melepaskan pelukan dan menangkup kedua pipi basah itu.

Shelly mengangguk meski masih menyisakan isakan. "Janji, yah... harus selalu dikawal mereka kalau aku tidak ada."

Gantian Andrea yang mengangguk. "Iya, sayank~ pasti." Senyum ditorehkan membuat keduanya pun terkekeh lega.

"Ndre... sepertinya omongan kamu jadi—"

"Beda?"

Shelly mengangguk bagai ayam mematuki makanannya.

"Ini perbuatan Pangeran Djanh. Kamu masih ingat, kan Pangeran mesum nakal satu itu?" Astaga, padahal Andrea ingin mengluarkan kalimat umpatan untuk Djanh, namun yang keluar dari mulutnya malahan begitu berbeda dan terlalu sopan.

"Yang tampan rambut panjang warna blonde pucat?" Shelly menerka.

Andrea mengangguk. "Iya, yang itu. Dia kasi sesuatu di tenggorokan aku, makanya sekarang cara ngomong aku seperti begini." Ia cemberut. "Kenapa, say? Aneh, yah? Beda sekali, yah? Pasti terdengar konyol, iya kan?"

Shelly menggeleng sesudah tersenyum manis sekali lalu merengkuh Andrea. "Justru enggak, kok. Ndrea jadi manis dan santun. Aku jadi terharu dengan perubahan kamu yang kayak gini, Ndre. Aku ikut seneng, kok. Jangan jadi beban, yah."

"Kamu suka?"

Shelly mengangguk lagi. "Hu-um. Suka. Hehe... Pokoknya aku suka kamu versi apapun, kok!"

Andrea ikut tersenyum. Dia lega tidak dianggap aneh oleh sang sahabat tercinta.

Usai petang, Andrea berbincang dengan Shelly di balkon kamarnya.

"Rasanya aku tak perlu keluar rumah untuk sebulan ini." Andrea memandang ke langit yang tak berbintang. Bukannya bintang tak ada. Tentu saja bintang selalu ada. Hanya tak bisa terlihat jika banyak lampu kota yang menyala.

Shelly menoleh ke sahabatnya. "Umhh~ tak apa. Asalkan kau selalu selamat sentosa, aku setuju saja. Menurutlah apa kata Kenzo, yah Ndre... jangan bandel. Jangan buat aku kuatir."

Andrea balas menatap Shelly, tersenyum, lalu merengkuh bahu gadis di sampingnya. "Iya, iya... aku tau, kok."

Shelly turut tersenyum dalam dekapan nona Cambion.

Malam itu duo sahabat itu tidur berpelukan. Andrea merasakan kedamaian dengan hanya memeluk Shelly. Gadis itu memang sumber semangat bagi Andrea.

Sementara di tempat lain, Danang masih terkulai di lantai usai dipukul Kenzo. Bahkan Mamanya saja mengira anaknya tertidur sampai tak ingat waktu. Hanya heran saja, ke mana Andrea?

"Nang~ Danang~"

Sebuah suara lembut merayu menyapa pendengaran Danang. Remaja itu terbangun dari tidurnya dan kaget saat melihat Andrea datang padanya dengan dandanan seronok. "A-Andrea? Lo Andrea?"

"Tentu saja. Memangnya siapa lagi dengan wajah seperti ini, Nang?" Andrea tersenyum membuat Danang menelan saliva.

"Tapi lo... lo pake baju apaan, sih? Aneh bener? Sekarang lo lagi syuting sinetron?" Ia menatap heran ke penampilan Andrea. Berbaju kuning tipis menerawang yang memperlihatkan jelas bra dan celana bikini mungil berwarna keemasan. Baju itu sangat pendek dan minim, seakan jika direnggut pelan saja akan langsung robek.

Penampilan Andrea macam karakter seksi dan hot di game online yang mampu membuat setiap pria menahan napas sejenak. Namun anehnya, Andrea ini terlihat jauh lebih dewasa daripada usianya. Dia seperti gadis berusia dua puluhan tahun awal yang amat memikat.

"Memangnya kenapa dengan bajuku? Bagus, kan?" Andrea pun berdiri dan berputar di depan Danang yang masih duduk di karpet kamarnya. Baju itu melambai ringan sambil menyingkapkan paha mulus Andrea dan akhirnya memperlihatkan pantat kencang kenyalnya yang hanya berhias bikini bertali menyusup di belahan pantat.

"Bagus apaan? Aneh, tauk! Lo lagi kumat edannya?" Danang malah merutuki secara gamblang. Baginya ini tak mungkin. Andrea itu jenis perempuan yang anti terlihat feminim. Lah ini?!

"Aiihh~ Danang kok gitu? Apa aku tak pantas pakai begini, yah?" Andrea menampakkan raut cemberutnya yang menggemaskan.

"Iya, kagak pantes, tauk! Lo kan biasanya kagak demen pake yang serba terbuka gitu, peak! Apa sekarang lo udah ganti hobi soal pakean?" Danang masih saja ketus akan penampilan Andrea.

"Tapi kan tadi kamu suka sekali aku serba terbuka, Nang..." Andrea sambil menyingkap kain yang menutupi areal pahanya hingga tampak kewanitaan yang tidak ditumbuhi rambut halus seperti milik kewanitaan gadis belum akil baliq.

Danang terpaksa menelan saliva. "Lo! Lo gila, apa?!" Dia sepertinya tidak teringat insiden sore tadi di kamar tersebut. Apakah itu langsung terhapus begitu saja di memorinya? Atau dia menyangkal kejadian itu hanya mimpi siang bolong?

Brukk!

Andrea sudah menerjang sahabat masa kecilnya hingga punggung Danang kembali bersentuhan dengan karpet. Tubuh sintal itu sudah menindih Danang.

"Rupanya kau gampang melupakan sesuatu, humm?" Andrea tampak merajuk. Namun detik berikutnya ia mengecup kening Danang.

"Apa yang lo—" Danang tak berhasil lengkapi kalimatnya karena begitu kecupan dari Andrea itu terjadi, ia langsung mendapat kilasan-kilasan kejadian sore tadi. Ia sampai melongo melompong. Bagai disambar petir saja. "Gue... kita..." Sampai sulit bicara mendekripsikan apa yang ada diotaknya. Dia nyaris memperkosa Andrea?

MEMPERKOSA ANDREA? Eh, ralat—nyaris.

Tapi, nyaris pun itu sebuah hal... mustahil. Danang tidak pernah menempatkan Andrea sebagai sosok untuk dia sukai secara romansa. Rasanya tak mungkin jika Danang sampai bernapsu pada Andrea, meskipun penampilan Andrea kini sangat menawan.

Danang masih punya akal sehat, masih ingat siapa Andrea. Mana bisa dia menggauli Andrea?!

Tapi—

"Nang~ Danang~" Nada merayu sudah melantun kembali. "Tadi memang aku sempat kaget waktu kamu mau maksa gitu. Tapi sekarang aku sudah siap, kok." Andrea membelai pipi Danang.

Pria remaja itu lagi-lagi menelan saliva. Ditambah dengan pemandangan belahan dada besar Andrea yang menghimpit dadanya yang tipis karena tidak terjamah latihan beban di Gym. "Nd-Ndre... plis deh, jangan becanda napa?!" Mata sudah berupaya kuat agar tidak melirik-lirik area empuk itu, tapi kenapa sangat susah bagi Danang? Ahh~ namanya juga lelaki normal. Iya, kan?

Menghadapi godaan sehebat ini di depan mata, siapa lelaki yang bisa masih tenang tidak tergerak? Pria homo pun bisa meneteskan liur jika melihat penampilan Andrea sekarang, apalagi Danang yang normal?

Padahal Danang sudah mati-matian untuk mengingat persahabatan dia dengan Andrea. Tidak boleh! Persahabatan ini tidak boleh dirusak hanya karena kebodohan sesaat!

"Memangnya kalau aku sudah begini ini kelihatan bercanda, Nang? Memangnya tipe bercandaku ke kamu tuh yang seperti ini?" Andrea membalikkan kata-kata Danang, membuat remaja pria itu seketika terdiam kalah debat. Eh, apa mereka sedang berdebat?

"G-gak gitu, laaah... tapi kan..." Danang tak bisa meneruskan kata-katanya karena Andrea malah mengelus selangkangan Danang. "Ndre! Ndre! Plis, jangan ngawur, Ndre!" Ia pun mulai panik. Bagaimana seandainya ia kembali lepas kendali dan berbuat yang iya-iya ke sahabatnya sendiri?

"Kenapa, Nang? Kan tadi kamu nafsu banget pengen indehoi denganku. Kenapa sekarang malah malu-malu? Ayolah~ mumpung aku juga ingin begini dengan kau..." sahut Andrea seraya meremas bongkahan di selangkangan Danang. Andrea berbisik di telinga pria di bawahnya. "Kamu sudah tegang, Nang..."

"Hnghh!" Danang mati kutu. Bagaimana pun lelaki tak bisa mengelak soal itu. Hal demikian adalah bukti kuat. Tak bisa mengelak. "Nd-Ndree... plis jangan yang itu, deh. Plis..."

"Napa, Nang? Pijatan aku kurang enak, yah di situ?" Andrea menumpu pada satu sikunya, sehingga dadanya makin bisa terlihat erotis di depan Danang.

"Gue... gueeee..." Danang telan lagi salivanya. Lama-lama dia bisa kembung saliva! Ini benar-benar godaan maksimal atas imronnya. Dada menggunduk sensual, putih, mulus.

Andrea bagai tau dadanya sedang diperhatikan Danang. Ia senyum dan malah melepas penutup dada dengan sekali gerakan, membuat mata Danang membelalak. "Kenapa? Kan tadi kamu sudah emut-emut ini..." ujar sang Cambion seraya mengelusi putingnya yang menegang. "Nggak minat lagi kah, Nang?"

"Bu-bukan gitu, Ndre..." Danang gelisah. Selatannya mulai memberontak ingin keluar menghirup udara bebas.

Sreet!

Dreepp!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.