Devil's Fruit (21+)

Proklamasi Cinta



Proklamasi Cinta

0

Fruit 62: Proklamasi Cinta

Andrea masih tertegun di balkon kamarnya pagi itu. Ia lagi-lagi bermimpi aneh. Dan edan. Kali ini ada sahabat masa kecilnya, Danang, muncul di mimpinya. Yang lebih kurang ajarnya... mereka bercinta menggila.

'Apakah ini tandanya gue baru aja dapet sperma Danang di tubuh gue?' batin Andrea sambil menatap ke depan. Panorama kota terbentang bebas di depan mata.

"Ndrea..." 

Yang dipanggil pun menoleh dan tersenyum pada empunya suara tadi. Suara yang seketika menyejukkan kalbu Andrea. Ditambah pula dengan sentuhan lembut pada lengannya. 

"Shel..."

"Lagi mikirin apa, sih?"

Andrea menggeleng. Tak mungkin ia tega menceritakan apa saja kelakuannya bersama Danang di mimpi. Tidak. Ia tak mau membuat Shelly sedih karena merasa terkhianati. Ehh, tapi... apa benar sahabatnya akan merasa demikian? 

Atau hanya delusinya saja?

Pagi itu dihabiskan hanya dengan tenangnya Andrea tidak seperti biasanya. Shelly sebenarnya curiga, ingin menanya lebih lanjut. Tapi gadis itu seakan ingin menahan dirinya. Andrea yang sekarang tidak bisa disamakan dengan Andrea sebelumnya. 

Shelly ingin memahami bahwa kini sahabatnya punya banyak pikiran dan juga tanggungan. Meski belum tau apa saja, tapi Shelly berusaha untuk tidak menjadi tambahan beban dan pikiran bagi Andrea. 

Siangnya, Shelly tetap menemani Andrea. Ia rela membolos karena tak mau lagi tertinggal kalau ada apa-apa pada diri Andrea. Mereka berdua hanya berbaring berdampingan sambil bercerita sedikit. Selebihnya... hanya saling pandang satu sama lain, tersenyum, saling menyentuh lalu berceloteh ringan.

Bukan. Bukan sentuhan seperti yang ada dalam bayangan kalian. Hanya sentuhan pada rambut sambil dimainkan. Shelly masih takjub dengan rambut panjang Andrea yang halus dan mengkilat mirip pada iklan shampoo di televisi. 

Sedangkan para bawahan Kenzo, para Soth, mereka berjaga di luar. Kenzo duduk tenang di pojok, tak mau mengganggu ketenangan Andrea bersama Shelly. Kalau menanyakan di mana Pangeran Djanh, dia sudah pergi entah ke mana, tak perlu dipikirkan. Sedangkan duo Pangeran kembar masih asik bermeditasi di sudut lain balkon, seolah menjadi patung penunggu balkon karena saking diamnya dari kemarin.

Menjelang sore, mereka dikejutkan dengan kemunculan Danang di bawah. Tepatnya di luar pintu pagar rumah Andrea.

"Andrea! Andreaaaa!" seru Danang memanggilnya dengan suara melengking.

Puteri Cambion yang tau itu suara siapa, langsung saja dia kecut hati. Perasaan aneh dan tak nyaman karena bercinta secara menggebu dengan Danang di mimpi semalam masih belum musnah dari ingatan. Dan itu sangat mengganggu.

Andrea yakin, Danang pasti juga mengalami mimpi serupa, sama seperti yang dia alami. Dan... WAJAH SEPERTI APA YANG AKAN DIA TAMPAKKAN DI DEPAN DANANG NANTINYA?!

Menggeleng dalam diam, Andrea tidak mau bertemu Danang. Dia terlalu malu akan mimpi semalam yang benar-benar dia kutuk kenapa terjadi.

"Ndre... ada Danang di bawah," ucap Shelly setelah melongok dari balkon atas kamar Andrea. Ia bingung melihat Andrea yang malah diam saja di tepi kasurnya. "Ndre?"

Di panggilan kedua Shelly, Andrea mendongak dengan raut linglung. "Hah?"

"Danang ada di bawah, nyari kamu, tuh!" ulang Shelly.

Sekali lagi Andrea menggeleng, kali ini lebih tegas. Menolak. "Nggak, nggak, aku nggak mau bertemu dia, Shel. Jangan. Jangan sampai dia masuk. Tolong, Shel, buat dia pergi. Tolong, yah!"

Penolakan Andrea pada Danang tentu saja membingungkan Shelly. Setau Shelly, Danang adalah teman baik Andrea dari masa kecilnya di kompleks ini. Mereka dekat dan sangat akrab. Andrea juga sudah seperti saudara dengan Danang.

Lalu, kenapa Andrea kini justru ingin Danang pergi tidak bertemu dengan dia?

Shelly bolak-balik memiringkan kepala karena bingung sambil menerka-nerka alasan apa yang sekiranya membuat Andrea tidak mau menemui Danang.

"Ndre... kamu yakin?"

Andrea mengangguk cepat. "Aku... Aku nggak mau ketemu Danang."

Sementara di bawah, suara Danang masih saja memanggil Andrea tak henti-henti. Mirip dengan fans jika sedang mengejar idolanya, sampai teriak memanggil idolanya meski tenggorokan nyaris putus.

Beberapa tetangga mulai melongokkan kepala, ingin tau ada apa, kenapa Danang ribut berteriak di depan rumah Andrea. Mereka juga sama bingungnya dengan Shelly, kenapa Andrea tidak lekas keluar seperti biasanya?

"Andreaaaa!!! Tolong, Andreaaaa!! Tolong keluar!" panggil Danang dari bawah sambil ia sesekali melirik ke arah balkon kamar Andrea, siapa tau gadis itu ada di sana.

Berharap Andrea muncul di balkon, justru Shelly yang ulurkan kepala menoleh ke bawah, ke arah Danang. "Danang, maaf... Andrea lagi gak enak badan. Kamu pulang aja, yah!"

"Gak mau!" Danang gigih. Matanya makin menyorotkan keteguhan ingin bertemu Andrea. "Gue mau ketemu Andrea! Gue harus ketemu dia! Apalagi kalo dia sekarang sakit! Pokoknya gue harus ketemu!"

Shelly tak mengira Danang segigih itu ingin menemui Andrea. "Tapi dia lagi nggak bisa diganggu, Nang. Mendingan kamu pulang dulu, deh, ntar kalo Andrea udah enakan, kamu bisa ke sini lagi, yah!"

"Gak bisa! Gue musti ketemu Andrea sekarang! Andreaaaa!!!" Danang sekarang malah menggoyang-goyangkan pintu pagar besi ringkih rumah Andrea. Pagar itu bergerak berayun digoyang Danang. Bisa-bisa rubuh kalau terus diperlakukan begitu oleh Danang.

Shelly gigit bibirnya, gelisah. "Danang, tolong deh pulang. Kamu ini malah ganggu Andrea lagi tidur," dusta Shelly.

"Makanya biarin gue masuk sekarang! Gue mo temeni Andrea!" Dia menatap galak ke Shelly. "Andreaaaa!!! Gue di sini, Ndre! Andreaaa!!! Plis, jadi cewek gue!"

Shelly melongo seketika. Itu karena kalimat terakhir Danang baru saja. Ia lekas hampiri sahabatnya di dalam. "Ndre, kamu dengar apa kata Danang tadi?"

Andrea sedang menggigiti kukunya dengan sikap gelisah. Dia mengangguk.

"Kok Danang ampe bisa gitu, yah Ndre?" takjub Shelly tanpa tau apa yang melatar-belakangi Danang sehingga lelaki itu ngotot ingin bertemu Andrea karena ingin menjadi pacar Andrea.

"Andreaaaa!! Jadi cewek gue, pliisss Ndreee!!!" teriak Danang terus-menerus.

Para tetangga cuma bisa geleng-geleng kepala mendengar seruan Danang yang bisa dibilang norak. Apakah ini sedang ada syuting acara televisi variety show? Acara Tembak Aku, Plis? Beberapa tetangga celingak-celinguk mencari bilamana ada kru atau kamera yang dibawa sambil lari-lari. Tak ada. Cuma ada Danang seorang di depan rumah Andrea.

Andrea di dalam makin gelisah. Bisa-bisanya Danang malah menyatakan hal sefrontal itu di depan publik! Apakah Danang saat ini masih terpengaruh aroma Andrea?

"Puteri, biarkan aku yang usir dia." Kenzo pun bangkit karena sudah tak tahan.

"Z-Zo..." Mata Andrea sayu menatap Panglimanya. "Jangan terlalu keras pada Danang. Tolong..."

Kenzo hisap napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Hamba akan lakukan yang terbaik." Ia bersiap keluar.

Andrea mencekal lengan Kenzo dengan wajah penuh pengharapan. "Tolong janji dulu denganku, kamu nggak akan sakiti Danang. Tolong, Zo." Meski apapun yang terjadi, Danang tetaplah sahabat Andrea dari kecil. Bahkan mereka bukan lagi sahabat, tapi saudara. Andrea tak mau Kenzo terlalu keras pada Danang.

Bagaimanapun, Danang mungkin saja masih dalam pengaruh feromon Andrea, makanya bisa bertindak sekonyol itu, mempermalukan diri sendiri hanya demi ingin menjadikan Andrea pacarnya.

Berat hati, Kenzo pun mengangguk dan menjanjikan pada putri junjungannya untuk tidak melakukan hal-hal anarkis pada Danang.

Setelah yakin, Andrea pun membiarkan Kenzo keluar untuk mengurus Danang. Ia kembali duduk di tepi kasur bersama Shelly yang menenangkan dengan mengusap-usap punggungnya.

Tak sampai lima menit, Kenzo sudah kembali ke hadapan Andrea.

"Secepat itu, Zo?" heran Andrea tanpa ditutup-tutupi.

Kenzo mengangguk. "Tak perlu lama-lama kalau mengurus hal demikian, Puteri."

Andrea mengejar Panglimanya. "Kamu lakukan apa ke Danang. Tolong ceritakan, Zo." Ia pegangi lengan Kenzo agar sang Panglima bersedia memberitahu dia.

"Hamba hanya membuatnya tak sadar dan kembalikan dia ke rumahnya sendiri." Kenzo bersedia memberikan garis besar perbuatannya pada Danang.

"Tapi... Tapi... Kan ada banyak tetangga di luar. Bagaimana kamu bisa begitukan Danang?"

Ya, Andrea masih ingat bahwa di sore begini, para tetangga tentu saja sudah bermunculan dari rumahnya untuk acara menggosip ataupun sekedar menyapu halaman rumah masing-masing. Tak mungkin mereka tidak mengetahui perbuatan Kenzo.

"Hamba pakai hipnotis massal."

Hanya dari ucapan Kenzo yang sedikit itu akhirnya Andrea paham. Ia pun mendesah lega. Dia sangat berharap, jika Danang bangun nanti, Danang tak perlu lagi terpikat oleh Andrea. Bahkan kalau boleh, Danang tak perlu lagi teringat akan Andrea.

Andrea lebih rela dirinya dilupakan daripada dia menjadi penyebab Danang sakit karena berharap pada sesuatu yang di luar nalar manusia normal.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.