Devil's Fruit (21+)

Dunia Ciptaan Djanh



Dunia Ciptaan Djanh

0

Fruit 71: Dunia Ciptaan Djanh

Tinggalkan sejenak Djanh dan mainan barunya, Revka. Coba ulik bagaimana nasib Dante dan Andrea di tempat lain, di dimensi lain ciptaan Djanh.

Andrea berjalan berputar-putar saja karena bingung ada di mana dia saat ini. Sedangkan Dante hanya berdiri diam menatap tajam gadis yang selalu dianggap sebagai musuh.

Gadis itu tau dirinya sedang ditatap. Maka ia pun menatap balik ke Dante. "Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu? Ingin membunuhku seperti biasanya?"

Agak sebal juga Andrea karena bahasa yang keluar dari mulutnya berasa bukan dia. Andai Djanh tidak memasukkan sesuatu di tenggorokannya, pasti sekarang dia sudah memberikan berbagai 'kata mutiara' untuk Dante.

"Ya, keinginan membunuh Iblis kotor sepertimu memang masih membara di dadaku." Dante menyahut. Mata tajamnya tak surut memandang sengit ke Andrea.

Andrea merasakan amarahnya ingin meledak seketika. Ia sudah mulai menciptakan sebuah bola merah yang lebih kuat dari Troxo. Ia girang karena di sini ternyata ia masih bisa mengeluarkan kekuatan supernaturalnya.

Setidaknya ia bisa melawan, tidak seperti di alam dimensi Meercomv di mana dia dibuat tak berdaya dan menyedihkan.

Di pihak Dante, ia juga sudah mulai membuat bola Vreth, sebuah bola energi paling kuat milik Nephilim.

Keduanya saling meloncat menerjang ke arah lawan masing-masing dengan membawa bola energi di tangan masing-masing siap melenyapkan satu sama lain.

DHUAARR!

Nyatanya, bukan ledakan dari kekuatan bola energi mereka yang terdengar, justru sebuah hantaman petir dari langit yang tiba-tiba muncul tepat ketika kedua bola itu sudah hampir saling menyentuh.

Keduanya segera saja terpental ke belakang hingga 15 meter. Mereka merasa mati rasa sesaat dan dalam keadaan kacau karena tersambar petir bersama.

Ketika mereka sama-sama bangkit dengan susah payah, tiba-tiba ada sebuah gulungan aneh jatuh dari langit begitu saja ke hadapan Andrea.

Merasa aneh dengan datangnya gulungan tersebut, Andrea pun memungutnya, kemudian ia membuka gulungan yang sepertinya terbuat dari daun Papirus. Astaga, betapa tuanya usia gulungan ini!

Ia menatap tulisan-tulisan indah yang tertera di gulungan. Tulisan itu mirip dengan tulisan indah manuskrip para bangsawan-bangsawan Eropa ketika berkirim surat menggunakan kertas dan tinta. Ini pun demikian. Indah dengan lekuk-lekuk tinta emas terang di sekujur kertas Papirus tersebut.

Andrea, kenapa kau malah fokus dengan keindahan tulisan dan kertas yang dipakai?

Maka, kini fokusnya ia alihkan pada apa yang tertulis di sana.

"Kalian berdua dilarang bertarung dengan cara apapun, dengan senjata apapun, atau kalian akan tersambar petir. Dilarang menyerang satu sama lain!"

Andrea mendengus meremehkan, tak percaya sama sekali dengan apa yang tertulis di gulungan aneh itu.

"Hei, Cambion! Apa itu?" tanya Dante.

Andrea pun melemparkan gulungan tersebut dan ditangkap Dante yang sudah mendekat ke Nona Cambion.

Dante mulai membaca kalimat yang ada pada gulungan. Ia pun membuang gulungan itu dengan raut jijik tak percaya sedikitpun. Ia maju menerjang Andrea bersama bola Vreth-nya.

DHUAARR!

Dante ternyata sungguh tersambar petir setebal lengan bayi. Dia langsung jatuh kejang-kejang di tanah.

Andrea tertawa keras-keras atas penderitaan Dante. "Rasakan itu, Nephilim buruk rupa!"

Dante mengerang merasakan tubuhnya loyo di tanah setelah tidak kejang-kejang lagi. Ia berguling-guling lemah sambil mengerang lirih.

Andrea memanfaatkan kesempatan ini untuk berlari menjauh dari Dante mumpung Tuan Nephilim sedang tersiksa.

Namun, Andrea baru saja melayang pergi di jarak 100 meter ketika ia tiba-tiba tersambar petir.

DHUAARR!

Plop!

Andrea terjatuh ke tanah dan kejang-kejang seperti Dante tadi, namun itu tidak lama. Dia lekas bangkit meski sempoyongan.

Kini giliran Dante menertawakan Andrea. Terlebih dengan wajah gosong dan rambut Andrea yang acak-acakan tak jelas nyaris kribo karena sambaran petir.

Menit berikutnya, ada gulungan lain jatuh dari langit di depan Andrea. Karena ia segera paham bahwa gulungan itu berkaitan dengan nasib mereka di alam dimensi ini, maka Andrea pun mengambil gulungan itu dan membukanya.

"Kalian dilarang berjauhan hingga 100 meter, atau petir akan menyambar kalian yang pertama pergi."

Andrea ternganga. Apa-apaan ini? Sudah dilarang saling menyerang, kini bahkan dilarang berjauhan?

Dante bangun dan belum sempat bertanya pada Andrea apa yang tertulis di gulungan di tangan Andrea saat sebuah gulungan baru jatuh di dekat kakinya. Ia memungutnya dan membukanya.

"Kalian harus saling bekerja-sama untuk menemukan pintu keluar dimensi ini, atau akan tetap di sini selama-lamanya. Juga, apabila salah satu dari kalian mati, maka yang satunya juga akan ikut mati seketika. Maka, saling jaga dan tolong-menolonglah!"

Kini ganti Dante yang melongo usai membaca tulisan pada gulungan. "Peraturan macam apa ini?!" Ia banting gulungan itu dan seketika gulungan itu meledak hingga akhirnya Dante sama gosongnya dengan Andrea.

Hal itu mengakibatkan Andrea tertawa puas sampai memegangi perutnya.

"Puas?!" seru Dante dengan wajah jengkel.

"Muahahaha! Iya, aku puas! Aku puas, wohohoho...!"

"Kau tak lihat tampangmu seperti apa, heh?" Dante masih kesal.

"Setidaknya sama seperti kamu, pfftt!" jawab Andrea sambil hentikan gelak tawanya.

Keduanya pun saling mendekat satu sama lain dan saling bertukar gulungan untuk melihat apa yang sudah tertulis di sana.

"Astaga... benarkah harus begini peraturannya?!" Andrea melolong kesal. Ia putar dua bola matanya.

"Jangan banyak bawel, Cambion." Dante juga kesal, tapi bagaimana lagi? Semua sudah diatur untuk mereka. Dan mereka wajib mematuhinya agar bisa keluar dari tempat ini.

Andrea terdiam sejenak, berpikir. "Kamu ingat, nggak? Sebelum ke sini... ada apa saja waktu itu di gunung?"

Dante ikut mengingat-ingat. "Waktu itu... kita saling serang, kan? Lalu... tiba-tiba ada—"

"Djanh!" potong Andrea sambil berseru.

"Djanh?" Dante sipitkan mata. "Siapa itu Djanh? Orang yang tiba-tiba muncul itu?"

"Iya! Iya, itu Djanh! Pangeran Djanh. Dia salah satu Pangeran Incubus." Andrea jadi ingat memang waktu itu muncul Pangeran Djanh di tengah-tengah pertempuran dan Andrea juga akhirnya ingat bahwa Pangeran Djanh menggenggam pergelangan tangannya dan Dante.

"Ada apa?" Dante ingin tau karena tampaknya raut Andrea bagai menemukan rahasia besar.

Andrea jentikkan jarinya penuh dengan senyum cemerlang. "Pangeran Djanh yang bawa kita ke sini! Iya! Aku yakin itu! Karena setelah dia menggenggam pergelangan tangan kita berdua, kita tiba-tiba sudah ada di sini begitu saja!"

Dante miringkan kepala sambil menyipitkan mata setajam elangnya. Ia berusaha mencerna kesimpulan yang baru saja disampaikan Andrea. Bila dipikirkan dalam-dalam, bisa jadi yang mengirim mereka berdua ke sini memang adalah Pangeran Incubus satu itu.

"Arrghh..." Andrea meraung kesal. "Djanh kurang ajar yang menyebalkan itu! Haarghh!" Ia menendangi pasir di kakinya hingga debu pun mulai terbang ke mana-mana.

Dante terbatuk dan kibaskan tangannya mengusir debu. "Uhuk, uhuk! Jangan main tendang pasir begitu, bodoh!"

Gadis Cambion tak perduli. Ia melotot ke Dante. "Bagaimana aku tidak kesal?! Kau tau—Pangeran Djanh kurang ajar itu sudah menanamkan sesuatu di tenggorokanku sehingga sekarang bicaraku aneh! Ini seperti bukan aku! Mana cara penanamannya ngawur."

Dante mendengus remeh ke Andrea. "Baguslah kalau dia bisa memperbaiki cara bicara barbarmu itu. Memangnya bagaimana cara dia menanam itu?"

"Dengan menciumku!"

Dante bagai tersengat. Matanya menegang beberapa detik sebelum akhirnya kembali normal. "Huh! Bangsa kalian memang semua mesum dan busuk. Dasar bangsa cabul!"

"Kau pikir bangsamu paling suci, heh?!" Andrea meradang.

Dante sudah akan mengangkat tangannya ke Andrea andai dia tidak teringat pada petir yang siap menyambar jika mereka saling menyerang. "Hgh!" Ia pun urung dan turunkan tangannya.

"Kau tau? Ini seperti kita masuk ke dunia game!" keluh Andrea sambil membenahi rambutnya yang acak-acakan.

"Dunia game?" ulang Dante menggunakan nada tanya.

"Iya, dunia game. Dimana kita harus mengikuti semua peraturan yang dibuat pencipta game-nya, dan kita akan menerima konsekuensi tertentu jika melanggar aturan atau kalah bertarung melawan musuh yang diciptakan si pembuat game!" Andrea menjelaskan. Ia merasa pasti Dante datang dari era kuda gigit besi karena soal game saja tidak paham.

"Bukankah kita di sini dilarang berkelahi? Memangnya apa yang akan kita lawan untuk menang nantinya?" Dante juga benahi penampilan kacaunya. Ini sungguh menjatuhkan kharismanya.

"Yang dilarang berkelahi itu antara kita berdua, Nephilim nakal! Ouch... jelek sekali kata yang aku keluarkan! Padahal aku tak ingin mengucapkan itu! DJANH NAKAL!!! Ouurrghh!" Andrea frustrasi sendiri karena sebenarnya ia ingin memberikan kata umpatan, tapi yang keluar justru kata yang tergolong sopan.

Setelah itu, Andrea tidak berani membanting gulungan itu atau ia akan dibuat gosong seperti Dante. Ia lekas masukkan semua gulungan ke dalam Cincin Ruang. Untung saja Kenzo memberikan dia barang ajaib berbagai rupa sebelumnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.