Devil's Fruit (21+)

Bertemu Penghuni Lain



Bertemu Penghuni Lain

0

Fruit 76: Bertemu Penghuni Lain

Akhirnya, Andrea tuntas melakukan 'cuci gudang'. Ia sekarang bingung dan panik karena tak punya apapun untuk bercebok membilas membersihkan tempat 'itu'.

Apakah dia harus memakai daun untuk mengelap area itu? Euww~ Andrea malah jijik sendiri. Ia menyesal karena tidak membawa berbotol-botol air akua di Cincin Ruangnya. Lagipula, mana dia tau bahwa dia akan terjebak di dunia purba begini?

Mengingat soal Cincin Ruang, Andrea jadi teringat sepertinya dia sempat memasukkan segelondong tisu. Ia pun merogoh Cincin Ruangnya dan berseru penuh syukur menemukan benda yang ia cari. Maka, menahan rasa jijik dan segala ketidaknyamanan, ia pun mengusap daerah itu menggunakan tisu berkali-kali sampai ia merasa benar-benar bersih.

Tisu bekas itu dia tempatkan di atas 'harta karunnya', menutupi di atasnya, dan masih menutupi dengan beberapa helai tisu lagi, lalu ia timbun harta karun spesial itu dengan pasir agar tidak perlu ada bau-bau istimewa tercium keluar.

Sesudah beres melakukan ini dan itu untuk mengubur 'aib'nya, Andrea pun tersenyum puas dan menepuk-nepuk tangannya. 'Sialan, gue berasa kayak kucing aja, nih! Boker ampe musti gali pasir dulu. Brengsek lu... Djanh cuwk!' Andrea puas bisa keluarkan makian meski harus dalam hati saja.

Ia pun bersiul-siul santai sembari kembali ke tempat semula.

Di sana, sudah ada Dante yang duduk tenang di atas kasurnya. Pandangan mereka bertemu. Andrea melirik canggung. Rasa malu itu jelas belum bisa dia singkirkan.

"Sudah puas tanam harta karunnya?" ejek Dante.

Andrea rasanya ingin benamkan kepala Dante ke lubang tadi. "Gak usah dibahas, kenapa?! Emangnya kau baru kali ini lihat manusia buang air? Dih!"

"Iya, baru kali ini menyaksikan kelakuan rendah manusia seperti itu."

Andrea cemberut. Apakah Dante sedang menghina kaum manusia? Apakah buang air itu dianggap hal rendahan dari spesies manusia? Brengsek! "Awas saja kalau kau nanti mulas dan ingin buang air, akan aku ketawakan sampai sehari semalam!"

Dante malah mendecih. "Kaum elit sepertiku tidak butuh kegiatan tak guna seperti itu."

"Hah?" Andrea miringkan kepala, heran.

"Kaum kami ini kaum elit, jangan samakan dengan kaummu. Kami tak butuh mengeluarkan kotoran yang menjijikkan sepertimu." Dante mulai memberi penjelasan pendek.

Andrea merenung, kaum Nephilim tidak perlu buang air? Alangkah enaknya! "Lalu... gimana cara kalian buang kotoran? Kalian kan juga makan, apalagi makan bangkai!"

Dante mengernyitkan dahi, agak terusik dengan kalimat terakhir Andrea. Makan bangkai. "Tidak semua dari kami makan bangkai, asal kau tau itu, makhluk rendah!"

Nona Cambion hanya mendecih dan tersenyum menghina. "Memangnya kalau tidak makan bangkai, kalian makan apalagi? Bukankah itu makanan pokok kalian? Seperti nasi bagi manusia biasa?"

Mata tajam Dante menyorot ganas ke Andrea. Andai saja tidak ada peraturan konyol di dunia ini, dia sudah menerjang Andrea dan membunuh gadis itu berkali-kali sampai puas! "Aku tidak makan bangkai! Aku ini kaum bangsawan elit! Tidak perlu memakan bangkai seperti golongan rendahan lainnya!"

Meski diakui Dante, ia beberapa kali 'terpaksa' makan bangkai ketika suasana hatinya sangatlah buruk. Tapi itu pun tidak sampai setahun sekali. Hanya ketika hatinya sangat tak tentu hingga ingin meledak. Bangkai segar adalah pendongkrak mood yang bagus bagi Dante, namun dia tidak ingin sampai menjadikan itu sebuah candu.

Andrea yang menyaksikan kemarahan Dante baru saja, hanya angkat bahu, lalu ia berjalan ke arah kasurnya, berniat melipat selimut-selimutnya.

"Hei, tanganmu kotor, Iblis jorok." Dante menatap penuh curiga ke Andrea yang sudah menarik selimutnya untuk dilipat.

"Aku pakai tisu tadi!" Ia sodorkan telapak tangan terbuka ke depan wajah Dante yang membuat lelaki itu segera jauhkan wajah tampannya sembari kernyitkan hidung mengira masih ada bau spesial harta karun Andrea tadi di tangan itu.

Plok!

Andrea malah tempelkan telapaknya ke pipi Dante secara cepat.

"Hei!" Dante melotot ganas ingin menguliti Andrea.

Namun, Nona Cambion justru tertawa senang melihat kemarahan Dante. "Hahaha, ya ampun kau ini, sangat berlebihan. Tsk! Sudah kukatakan, aku membersihkan diriku pakai tisu tadi! Jadi tidak ada apapun yang menempel di tanganku!" Ia bersiap menempelkan telapak tangannya lagi ke Dante, namun pria Nephilim itu sudah meloncat menjauh. Andrea kembali terbahak.

"Pokoknya... jauhkan tanganmu dariku!" Ia acungkan Pedang Rogard-nya secara tiba-tiba sudah ada di tangannya.

Andrea memutar bola matanya. 'Nih cowok lebay-nya amit-amit, sialan! Dikira gue orang jorok, apa?! Dasar sok suci sok paling bersih!' umpatnya dalam hati.

Gadis Cambion pun tidak mengindahkan Dante lagi dan memilih untuk melipat semua selimutnya setelah ia bersihkan dari debu dan dedaunan kering yang menempel di bawahnya.

"Heh! Itu selimut untuk alas tidurku!" Dante berteriak berusaha mencegah agar Andrea tidak menyentuh alas tidur dia dengan tangan yang masih dia sangsikan kebersihannya.

Andrea berkacak pinggang. "Ini adalah SELIMUTKU! Apa kau lupa? Kalau kau tak mau memakai ini lagi setelah kusentuh, yah sangat kebetulan! Aku jadi punya lebih banyak selimut untuk kugunakan nanti malam!" Ia mengangkat bahunya dan kembali melipat ketiga selimutnya dan memasukkan ke dalam Cincin Ruang.

Dante terdiam. Dia memang tau itu selimut milik Andrea, makanya dia tak tau harus berikan sanggahan apalagi.

Andrea menoleh ke Dante seusai mengurus semua selimutnya. "Kenapa? Kau tak rela selimut bekasmu aku singkirkan? Memangnya kau akan membawa selimut itu ke sana-sini sambil kita terus berjalan seharian, heh?"

Dante masih diam.

"Kalau kau ingin begitu, aku bisa keluarkan selimutnya dan silahkan kau dekapi sampai puas. Bagaimana?" Andrea menantang, bersiap merogoh Cincin Ruangnya.

"Tsk!" decih Dante sambil palingkan pandangan ke tempat lain. "Simpan saja itu. Toh sebagai seorang bangsawan, aku tidak pantas membawa barang-barang remeh begitu. Itu lebih cocok untukmu sebagai makhluk yang lebih rendah."

Tanpa memperdulikan protes dari Andrea, Dante pun memakai baju atasnya lagi. Mereka masih harus meneruskan perjalanan, karena jika terus di sini, mereka takkan menemukan pintu keluar dari alam dunia ini.

Bersungut-sungut karena Andrea seakan dianggap pelayan oleh Dante yang membawakan barang-barang, ia pun berjalan di belakang Dante dengan sesekali menendang pasir atau batu sebagai pelampiasan kekesalan. Tak mungkin dia lemparkan bola Troxo ke Dante, atau dia akan dipanggang hingga gosong oleh petir.

Mereka baru berjalan belum sampai 200 meter ketika tiba-tiba ada sebuah geraman di dekat mereka.

"Apa itu?!" Andrea langsung waspada. Dante pun demikian. Ia lekas keluarkan Pedang Rogard.

"Grrrhhh..."

Bunyi itu makin terdengar jelas, hingga akhirnya sesosok makhluk keluar dari semak tinggi.

Mata Andrea membola lebar. "Sapi?" Ia otomatis mengucap itu karena makhluk di depan matanya memang tampak seperti seekor sapi, lengkap dengan kulit putih bontang bertotol hitam. Namun, yang membuat Andrea heran... sapi itu menggeram. "Sejak kapan sapi menggeram seperti anjing? Bukankah harusnya berbunyi 'moo'?"

"Itu bukan sapi biasa," ujar Dante makin waspada dengan memegang pedangnya secara horisontal di depan tubuh. "Lihat, dia punya taring seperti anjing."

Sapi berkarakter anjing? Andrea takjub. Tapi ini bukannya waktu yang tepat untuk takjub, Nona!


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.