Devil's Fruit (21+)

Dilema Dante



Dilema Dante

0

Fruit 82: Dilema Dante

Malam itu, Andrea kembali membuat tempat tidur untuk mereka berdua. Tentu saja masih sama seperti sebelumnya, menggunakan dedaunan dari pohon kelapa yang terjatuh ke tanah dan dikumpulkan hingga pantas menjadi tempat tidur.

Mereka sudah makan malam dengan daging barbekyu seperti tadi siang. Andrea bersikeras mereka harus punya banyak persediaan air kelapa muda. Sebanyak mungkin! Kalau perlu, penuhi Cincin Ruang dengan kelapa muda!

Andrea mengamati, sepertinya Cincin Ruangnya bisa menghentikan waktu, sehingga apapun yang disimpan di sana tidak akan basi atau berkarat. Selalu segar seperti ketika pertama diletakkan di sana. Itu sungguh menguntungkan. Andrea akan bisa memasok banyak daging dan kelapa ke dalam Cincin Ruang.

Sebenarnya ia sudah ingin bisa membuka Ikat Pinggang Dunia. Ingin tau seperti apa saja di dalamnya. Tapi, Kenzo sudah mengatakan bahwa ikat pinggang itu bisa diaktifkan jika kekuatan Andrea makin bertambah. Maka dari itu, mulai kini, Andrea harus terus meningkatkan kekuatannya.

Selimut pun dikeluarkan dari dalam Cincin Ruang dan digelar seperti kemarin.

"Lagi-lagi kau yang mendapat kedua selimut?" Dante memandang tak senang. Di sini sangat dingin bila malam. Aku bisa membeku!"

"Dusta!" Andrea melotot ke Dante, lalu ia tusuk-tusuk dada Dante dengan telunjuknya. "Jelas-jelas kau tadi pagi tidak memakai baju atas! Itu yang dinamakan kedinginan?" Andrea tatap penuh prasangka ke pria Nephilim di dekatnya yang mulai duduk di kasurnya sendiri.

Dante tak menjawab, justru ia merapatkan kasurnya ke kasur Andrea.

"Hei, hei! Jangan dekat-dekat! Tempatmu di sana!" Andrea kembali dorong kasur Dante hingga lebih menjauh dari kasurnya.

"Aku benar-benar kedinginan!" ucap Dante disertai mimik serius. Alisnya pun hampir menyatu saking seriusnya. "Kalau tidak mendekat padamu, aku bisa mati beku! Apa kau juga mau ikut mati?"

Andrea putar bola matanya, tak bisa mendebat lebih lama lagi. "Terserah, deh! Terserah!" Ia pun membiarkan ketika Dante kembali rapatkan kasur mereka berdua.

Andrea pun merebahkan tubuh letihnya dan punggungi Dante. Selimut sudah nyaman menempel di badannya. Ia sudah sangat mengantuk sehingga malas berdebat dengan Tuan Nephilim yang selalu saja tak mau kalah.

"Aku mau tidur. Jangan ganggu aku, mengerti?" Andrea tetap di posisi memunggungi Dante, berbicara tanpa menoleh.

Dante tak menyahut, ia diam saja dan biarkan Andrea lelap.

Ketika melihat Andrea sudah tenang, Dante pandangi langit yang terus memunculkan milyaran bintang berkelap-kelip menguasai cakrawala dengan ditemani rembulan besar yang berdiri indah sendirian.

Dante memikirkan banyak hal. Dia sudah sampai pada dilema terbesar dalam hidupnya. Seumur-umur, belum pernah ia merasakan kebimbangan seperti ini.

Di satu sisi... ia harus membunuh Andrea untuk menggapai cita-cita masa kecilnya.

Di sisi lain... hatinya mulai tergerak untuk Andrea. Bahkan dia mulai menikmati saat-saat bersama Andrea.

Ia harus secepatnya memberikan pilihan, mana yang akan dia ambil. Cita-citanya? Atau Andrea itu sendiri?

Dante bertanya-tanya, ketika nantinya mereka bisa keluar dari dunia ciptaan Pangeran Djanh ini, akankah dia masih menginginkan Andrea?

Apakah... perasaan dia pada Andrea saat ini hanya sebuah eforia sesaat hanya karena mereka sama-sama terjebak di sini? Ia benar-benar ingin mengetahui jawabannya. Namun, tentunya itu harus menunggu hingga dia berhasil keluar dari tempat ini.

Ia masih ingat cerita Andrea mengenai masa lalu gadis itu beserta keinginan terbesar gadis Cambion tersebut yang menginginkan menjadi manusia biasa saja. Dante mendesah lirih menatap bulan yang terus saja berbentuk bulat besar.

'Apakah aku harus membunuh bocah ini? Dia sama sekali tidak berharap menjadi Iblis. Bahkan dia membenci kodratnya sebagai anak Iblis. Dia ingin menjadi manusia biasa yang hidup normal bersama kakek-neneknya.' Batin Dante terus bersuara.

Ia tatap Andrea di sebelahnya. Ia agak menyayangkan akan takdir gadis itu. Andai saja Andrea bukan Cambion.

Dante miringkan tubuhnya ke arah Andrea, pandangi punggung gadis itu terus-menerus, tak bisa tidur. Napas Andrea teratur, menandakan dia sudah lelap. Dante tetap pandangi punggung Andrea sambil pikirannya berkelana kian kemari.

Hampir satu jam dia memikirkan macam-macam hal. Hingga dia pun kembali mendesah. "Kau ini memang membingungkan, Andrea," ucap lirih Dante sambil meraih pinggul sang Gadis Cambion.

Tak dinyana, Andrea bergerak hingga Dante cepat tarik tangannya karena kaget. Tapi, ternyata Andrea masih lelap dan hanya berganti posisi menjadi rebah telentang.

Dante beringsut mendekat karena napas Andrea masih teratur. Ia yakin Andrea masih tertidur. "Bocah ini sepertinya jenis orang yang tidur seperti mayat." Ia tersenyum kecil.

Tuan Nephilim jadi makin asyik memandangi Andrea. Wajahnya memang menjadi sangat cantik melebihi wajah sebelumnya, itu diakui oleh Dante. Meski wajah dia sebelumnya pun sudah menarik. Namun setelah kekuatan Cambionnya bangkit, Andrea jadi makin menarik, membuat Dante sering menahan napas karena harus terus mengendalikan diri.

Jari telunjuk Dante mencoba dijulurkan hingga menyentuh pipi Andrea. "Pipi ini tadi berhasil kukecup. Ternyata sangat menyenangkan." Ia terkekeh akan ingatan sudah memperdayai Andrea tadi siang.

Kemudian, jari itu meluncur turun ke bibir Andrea yang agak terbuka sedikit. Bibirnya sangat ranum saat dikulum Dante siang tadi. Bahkan kekenyalannya membuat Dante ingin lagi dan lagi merasakannya. Bibir Andrea dijelajahi jemari Dante tanpa membuat Andrea terbangun.

"Bocah ini memang tidur seperti mayat, khuhuhu~" Dante terkekeh sendiri sambil terus menjelajahi bibir itu. Bibir yang selalu membuat Dante ketagihan, yang berwarna merah muda alami tanpa perlu dipulas lipstik.

Dante pun makin dekatkan tubuhnya ke Andrea hingga dia bisa merengkuh Andrea dengan satu tangannya. "Kau tau, bocah, kau sudah berhasil membuatku bingung. Yah, aku bingung dengan pilihan. Apa yang akan kau katakan kalau aku bilang aku menginginkanmu, bocah Cambion? Apa kau akan tertawa? Atau matamu akan membulat seperti biasanya? Atau mungkin, bibir ini akan mengerucut seperti kalau kau sedang merajuk?"

Hasrat Dante pun bangkit hanya karena melihat bibir Andrea yang sedikit terbuka. Apalagi saat pandangan Dante luruh ke dada Andrea. Dada yang amat memikat hasrat lelaki manapun.

Jika teringat bahwa payudara Andrea pernah dijamah secara kurang ajar oleh pria-pria di klub malam dulu, hatinya terasa terbakar. Rasanya dia menyesal kenapa tidak membunuh mereka semua saat itu?!

Mendadak ia sangat geram dan dendam. Ia tak rela tubuh Andrea dijamah siapapun selain dia!

Dante ingin merayapkan tangannya ke dada Andrea, namun ia kuatir gadis itu akan terbangun dan marah padanya. Dia akan malu berat jika ketahuan sudah meraba-raba Andrea dalam tidur sang gadis.

Menahan hasratnya, ia pun ingin mencium bibirnya saja. Hanya satu ciuman dan harus cepat. Yah, Dante ingin mencium bibir itu.

Perlahan dia makin mendekatkan bibirnya ke bibir Andrea. Sedikit lagi...

"Groookk!"

Dante kaget sampai memundurkan kepalanya. Dia dikejutkan akan bunyi dengkuran Andrea yang muncul tiba-tiba, membuatnya urung mencium. "Astaga, bocah ini..." Ia terkekeh sendiri dan pijat keningnya.

Akhirnya, Dante mengalah dan tak mau mengusik Andrea. Ia melepas kaosnya dan bertelanjang dada. Ia paling tak tahan jika tidur memakai baju. Itu karena kebiasaan. Dan sudah untung dia masih mau memakai celananya saat di sini bersama Andrea. Jika di huniannya, ia pasti melepas semuanya agar lebih nyenyak dan bebas.

Dante tersenyum kecut saat mendengar dengkuran Andrea yang tidak kira-kira kerasnya. Apakah malam ini dia akan terganggu dengkuran gadis ini?

Begitu dia mulai rebah di kasurnya sendiri, tiba-tiba Andrea bergerak menghadap ke Dante, masih tertidur. Dengkurnya menghilang bersamaan dengan miringnya tubuh gadis itu.

Dante lekas mendekat dan hadap ke Andrea untuk masuk ke selimut gadis itu dan memeluknya. Ia bawa kepala Andrea ke dadanya dan ia kecup kepala sang Cambion. "Dasar Iblis kecilku..." Ia mencoba lelap.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.