Devil's Fruit (21+)

Tidur Berdesakan



Tidur Berdesakan

0

Fruit 87: Tidur Berdesakan

Andrea dan Dante sama-sama lega melihat kawanan serigala menyerah dan mundur dari medan pertempuran.

"Kemarilah," panggil Andrea ke Dante yang masih di bawah.

Dante dongakkan kepalanya ke Andrea sebelum akhirnya dia setuju dan melambung ke udara dan tiba di dahan besar tempat Andrea duduk tentram di sana, di sebuah cekungan mirip perahu yang terbentuk alami di dahan besar tersebut.

Gadis Cambion menepuk sisi sebelah dia, memaksudkan agar Dante duduk di sebelahnya. Dante patuh dan duduk.

Dengan sekali gerakan, Andrea merobek lengan kemeja putih Dante dan melihat luka menganga di sana. Ia meggigit bibirnya, merasa ngeri akan luka itu. "Pasti sakit, ya kan?" Ia menatap iba ke Dante.

"Sudah biasa untuk seseorang yang terbiasa bertarung," jawab Dante masih mempertahankan arogansinya. "Adaawwhh!" jerit Dante ketika Andrea menyentilkan jarinya ke daerah di dekat luka tersebut. Dante melotot kesal akan tindakan Andrea.

Gadis itu malah meringis nakal. "Kalau sakit, ngaku aja, kenapa sih? Nggak ditarik bayaran juga!" Ia julurkan lidah, meledek Dante.

Dante mendengus sebal dan palingkan kepala ke arah lain.

Andrea mengambil sesuatu dari Cincin Ruangnya. Sebuah kotak P3K. Dante pun kembalikan pandangan ke Andrea dan matanya menatap heran ke kotak kayu berwarna putih tersebut yang sedang dibuka si Cambion.

"Kenapa ada benda begitu di sini?"

"Kau belum pernah melihat kotak P3K, yah? Ckckck..." decak Andrea meremehkan pengetahuan Dante.

"Aku tau itu apa!" sergah Dante, tak terima. "Aku hanya heran kenapa kau bisa membawa barang seperti itu!" Dante paham apa isi dari kotak itu karena dia juga sudah hidup ratusan tahun di dunia manusia dan mengetahui beberapa benda umum yang digunakan para manusia.

"Oh..." Andrea terkekeh. "Aku pikir kamu nggak tau ini apaan, hihi..." Ia sudah keluarkan perban, cairan antiseptik, obat luka, dan plester, berikut juga gunting. "Kebetulan aku bawa lumayan banyak barang-barangku. Yah, karena kupikir aku bakalan jauh dari rumah dan tak tau bakal menemui kondisi apa saja di perjalananku, makanya aku bawa berbagai macam barang yang menurutku penting."

Dante mendengarkan saja semua penjelasan Andrea sambil amati apa saja yang sedang dilakukan gadis itu. Andrea mengambil kapas dan membasahinya dengan cairan antiseptik sebelum ditempelkan ke luka di lengan Dante.

"Urrffhh..." Dante mendengus lirih begitu cairan antiseptik menyentuh luka sepanjang lebih dari 10 cm.

Andrea berhenti sebentar, memandang ke Dante yang baru saja mendengus kesakitan. "Tahan dikit, yah! Pasti ini nggak ada apa-apa bagi kamu yang hebat, iya kan?"

Rasanya Dante ingin sumpalkan kapas itu ke mulut berbisa Andrea. Eh, tapi sepertinya dia lebih suka jika mulut dia saja yang menyumpal Andrea. Oh tidak, Tuan Dante... kau masih bisa memikirkan hal semacam itu?!

"Ini cairan antiseptik... biar kamu gak berubah jadi manusia serigala. Jadi Werewolf, hiiiyy! Amit-amit deh kalau rekan seperjalanan aku malah jadi Werewolf. Yah, kalau setampan Jack sih gak apa," celoteh Andrea sambil terus bersihkan luka Dante.

Dante kembali mendengus, namun kali ini beraura sebal. "Jangan samakan aku dengan kaum rendahan yang bisa dengan mudah tertular virus Licantropi." Ia menyebutkan sebuah istilah yang berkaitan dengan Lycanthropy, sebuah kekuatan supernatural yang bisa membuat manusia berubah menjadi serigala jadi-jadian setelah terkena serangan serigala spesial. Ini bisa disebut simptom, bisa juga sebuah penyakit mental. Atau mungkin sebatas mitos belaka?

"Pfftt!" Andrea menahan tawanya. "Pokoknya, awas saja kalau kau tiba-tiba punya taring dan bulu acak-acakan lalu punya cakar besar, aku takkan segan-segan membunuhmu dan kita bisa mati bersama. Tamat."

"Huh! Lanjutkan saja pekerjaanmu ketimbang beromong kosong tak penting!" Dante membuang pandangannya lagi.

"Iya, deh. Iya, Tuan..." Andrea mengangguk dan kembali menekuni kegiatannya pada lengan Dante.

"Arrghh! Ssshhh..." Dante terpekik ketika lengannya merasa bagai tersengat hebat. Rupanya Andrea sedang menuangkan obat luka cair berwarna coklat tua ke atas lukanya yang terbuka.

"Aih... hal kayak gini pasti kecil dan remeh untuk Tuan Dante hebat, ya dong?" Setelah itu, Andrea menekan-nekan luka yang baru saja diolesi obat hingga membuat Dante makin mendesis sambil melotot galak ke Andrea. Gadis ini jahat atau apa?

"Kau memang sengaja jahat begini padaku, bocah," desis Dante.

"Makasih pujian dan tuduhannya, hahah," sahut Andrea santai dan mulai membebatkan perban ke lengan tadi lalu menahannya dengan plester. "Nah, sudah kelar, nih!" Ia menatap puas pada hasil pekerjaannya.

Dante mengamati lengannya yang sudah dibalut perban dari bawah siku sampai hampir ke pergelangan tangan. Nyaris setengah lengannya.

Andrea melongok ke arah bawah. Api unggun sudah padam dari tadi. "Selimutku jadi berantakan..." Mulutnya mencebik menatap selimut yang tadi dipakai Dante, kini sudah tak berbentuk akibat berada di medan pertempuran sengit.

Kemudian Nona Cambion menoleh ke Dante, memukul pelan dada Dante. "Lain kali nurut ke aku, napa sih? Tuh, selimutku jadi rusak."

"Tsk! Iya, nanti akan aku ganti sepuluh kali lipat kalau sudah keluar dari sini!" Dante menyahut dengan nada gusar.

"Ya sudah, tidur saja daripada aku kesal setengah mati pada keras kepalamu yang hebat itu." Andrea bersiap berbaring. Namun, ia berhenti dan menoleh ke Dante, "Hei, sana kau cari dahanmu sendiri!"

"Tidak mau." Dante justru rebahkan tubuh mereka berdua dalam cekungan ala perahu itu dan lekas peluk Andrea.

"Woi, woi! Jangan main peluk, napa?!" Andrea protes ketika Dante lagi-lagi bertindak sewenang-wenang padanya.

"Berisik. Aku sudah mengantuk. Jangan menggangguku." Dante malah pejamkan mata sambil terus peluk Andrea dari belakang, sementara tubuh mereka berhimpitan di dalam cekungan di dahan itu.

"Kamu!" Andrea sudah mendelik sambil menoleh ke belakang. "Ogah tidur di sini ma kamu! Badanmu bau keringat!"

"Ya sudah, hadap saja ke sini kalau tak mau posisi itu," ucap Dante, santai.

Andrea berpikir, bagaimana bisa dia malah balik badan menghadap ke Dante?! "Enak saja! Aku bisa mati lemas jika harus hadap ke kamu! Udah bau, keringatan, dan—hei! Jangan malah buka baju, yah! Aku tendang kalau kau sampai berani-berani buka baju!"

"Astaga, kau ini luar biasa berisik," ujar Dante tanpa beban sambil terus pejamkan mata dan memeluk erat pinggang Andrea. "Kalau tak mau hadap ke sini, ya sudah, diam saja dan lekas tidur!"

Mau tak mau, Andrea pun mendengus kesal dan mencari posisi nyaman meski harus rela dipeluk Dante. Ia sudah membungkus tubuh mereka dengan selimut. Malam di sini dingin seperti biasanya. "Awas saja kalau tanganmu macam-macam! Ughh~ geser dikit kenapa, sih?"

"Bagaimana aku bisa geser? Kau tak lihat cekungan ini sempit sekali?!"

"Makanya sana cari dahan untukmu sendiri, bodoh!"

"Sudah telanjur posisi enak begini, bocah. Cepatlah tidur! Jangan mengomel seperti wanita tua saja."

Andrea sudah ingin memukul Dante, tapi dia hanya bisa mencubit keras-keras tangan Dante.

"Aduh!" keluh Dante ketika punggung tangannya dicubit Andrea. "Kau memang Cambion jahat." Dante terpaksa buka matanya dan hanya melihat tengkuk Andrea di depannya.

"Awwgh! Dante!" seru Andrea ketika tangan Dante malah meremas salah satu payudaranya.

"Itu hukuman kalau kau jahat padaku seperti mencubit tadi." Dante bermuka polos ketika Andrea menoleh ke arahnya dengan mata melotot ganas. "Kenapa? Butuh ciuman selamat tidur, Tuan Puteri?"

"Huh!!!" Andrea pun kembali berbaring dan pejamkan mata.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.