Devil's Fruit (21+)

Perlakukan Dia Bagai Anakmu



Perlakukan Dia Bagai Anakmu

0

Fruit 95: Perlakukan Dia Bagai Anakmu

Usai lumatan-lumatan mendominasi dari Dante yang cukup lama, akhirnya pria Nephilim itu pun melepaskan bibir Andrea dari kuasanya, lalu sambil memeluk Andrea di pinggang, mereka pun turun perlahan.

"Ayo aku bantu agar kau bisa melatih durimu," bisik Dante lirih sewaktu mereka turun dari langit dan wajah mereka masih saling berdekatan.

Andrea merasa jiwanya kosong dan hanya anggukkan kepala, patuh akan apa yang Dante ucapkan.

Setelah keduanya menjejak tanah, Dante bimbing Andrea ke sebuah tanah yang agak lapang. Setelah itu, mereka saling berhadapan.

"Keluarkan durimu. Yang paling kecil. Satu saja," perintah Dante.

Andrea tidak menjawab dan hanya mengeluarkan duri terkecil yang ia punyai dan diletakkan di atas telapak tangannya yang menghadap ke atas.

"Dalam melatih sesuatu, kau tidak bisa tergesa-gesa dan menginginkan bisa langsung menguasai yang paling hebat." Suara Dante mengalun nyaman di telinga Andrea. Mungkin ini sebuah kompensasi dari Dante ke Andrea karena sudah membuat gadis itu ketakutan dan menangis sebelumnya.

Dante rela mengajari Andrea. Ini bisa dikatakan karena Dante sudah merasakan kerasnya medan pertempuran dan pelatihan, makanya dia tau apa yang salah dalam pelatihan Andrea. Sebagai sosok yang lebih berpengalaman, Dante kali ini tidak pelit membagi ilmunya.

"Sekarang... tatap biasa saja ke durimu itu. Tak perlu melotot atau menatap tajam. Rileks saja."

Andrea patuh. Kali ini dia memang tidak menatap tajam ke duri seperti sebelumnya.

"Anggaplah duri itu memiliki nyawa, anggap dia anakmu. Kau tentu tak mau menakuti anakmu, bukan? Maka berikan tatapan biasa saja ke dia." Dante terus membimbing dan berikan analog yang langsung disetujui batin Andrea.

"Lalu?" Tanpa memalingkan tatapan dari durinya, Andrea bertanya.

"Perlahan, sugestikan dalam pikiranmu bahwa anakmu itu, si duri kecil, dia bisa melayang dari tanganmu. Ingat, pertahankan tatapan biasamu. Perlakuka dia bagai anakmu."

Andrea kulum kedua bibirnya sembari memasukkan sugesti seperti yang diminta Dante ke dalam pikirannya. 'Melayang... anakku ini melayang... dia melayang... melayang... anakku yang hebat ini melayang... melayang dari ta—'

Mata Andrea membola lebar. "Whoaaahh! Dan! Beneran bisa melayang!" Ia berteriak penuh suka cita. Lalu dia menoleh ke Dante dan duri itu kembali jatuh di atas telapak tangannya. Andrea tidak berkecil hati melihatnya. Yang penting, duri itu sudah berhasil melayang!

Dante tersenyum puas. Rupanya tak sia-sia dia memberikan bimbingan singkat.

Andrea masih saja hiruk-pikuk dalam suka cita, lalu menerjang Dante dan memeluk lelaki itu dan mengecup bibir Dante sekilas saking dipenuhi rasa syukur dan terima kasih. "Hehe... itu... itu ungkapan rasa terima kasih aku ke kamu, Dan..." Andrea jadi malu sendiri atas tindakan impulsif dia yang baginya cukup memalukan.

"Tsk!" Dante mendecak diiringi seringai. "Aku justru mengharapkan lebih dari kecupan untuk sebuah terima kasih."

"Dante jangan ngelunjak, yah!" Andrea mendelik namun jelas ada tawa di mata dia. Dia sudah melepaskan pelukan singkatnya.

Setelah itu, Andrea bisa lebih memahami esensi cara menerbangkan duri-durinya melalui pelatihan singkat dari Dante. Sepertinya Dante benar, dia tidak boleh memaksakan semua harus bisa dilakukan sekali jalan. Harus bertahap.

Menjelang petang, Andrea berhasil menerbangkan dua duri ukuran kecil berputar mengelilingi dia. Gadis itu terus tertawa senang.

Malam itu mereka tidak lagi tidur di dahan pohon yang dulu. Mereka sudah berpindah area beberapa hari lalu.

Kini, mereka makin masuk ke dalam hutan. Pohon mulai makin besar dan raksasa hingga memayungi hutan menghalangi sinar rembulan.

Suasana menjadi cukup gelap dan lembab.

Andrea meminta Dante untuk melubangi sebuah batang pohon raksasa sebagai tempat tidur.

Menggunakan tenaga Zephoro, Dante berhasil membuat sebuah lubang besar pada pohon raksasa. Mereka sudah mirip tupai saja sekarang. Tupai cantik dan tampan.

"Kau tidur sendiri kali ini. Tempat ini cukup luas, kita tak perlu lagi berdempet-dempet seperti sarden di kaleng," ucap Andrea sambil mulai membereskan lubang tersebut dari serpihan-serpihan kayu dengan kekuatan telekinesisnya yang menerbangkan serpihan itu keluar dari lubang.

Kalau begitu, tidak butuh sapu sama sekali!

Setelah lubang bersih, Andrea pun menata tempat tidur untuk dia dan Dante. Mana mau tuan hebat itu sudi menata tempat tidurnya sendiri. Maka, daripada berdebat hal remeh, Andrea bersedia menjadi 'pelayan' bagi Dante. Bagaimanapun, Dante sudah membantunya berlatih dengan duri.

Tempat tidur nyaman dari kulit bulu tebal serigala sudah terhampar sebanyak dua buah terletak cukup berjauhan. Andrea tidak memaksakan mereka harus berlainan pohon. Satu pohon bersama juga tak apa asalkan berjauhan.

Mereka sudah selesai memakan daging serigala panggang dan karena perut sudah penuh terisi dan ini sudah malam, keduanya pun bersiap tidur.

Keesokannya, setelah mereka sarapan pagi dan Andrea melakukan ritual saban pagi—tanam harta karun—maka dia bermaksud untuk kembali melatih duri-durinya. Kali ini dia ingin mencoba menggunakan duri yang lebih besar.

"Apa kau tidak ingin memberi nama untuk bola merahmu itu?" tanya Dante sambil lalu ketika Andrea bersiap melatih durinya. "Itu bukan Troxo, kan?"

Andrea termenung beberapa detik sebelum mengangguk. "Iya, itu bukan Troxo. Itu lahir dari kekuatanku sendiri. Mungkin semacam... bakat bawaan? Bawaan orok?" Dia angkat bahunya, santai.

"Tak ingin kau beri nama?" Dante sedang membersihkan Pedang Rogard-nya yang baru saja menjadi alat pemanggang.

"Beri nama, yah?" Andrea bergumam. Telunjuk kanannya mengetuk-ketuk lembut dagunya sembari dia berpikir. Baginya, tak ada salahnya memberi nama untuk sebuah kekuatan yang dia punyai. Dan juga, itu hal yang keren!

Sebuah kekuatan yang hanya dia saja yang memiliki! Alangkah hebatnya itu, bukan?

Oleh karena itu... Andrea kini malah sibuk memikirkan sebuah nama untuk bola energi merah tuanya yang memiliki kekuatan dahsyat.

Sebelum menentukan nama, dia menelisik karakter bola merah tuanya itu terlebih dulu.

"Bola... merah tua... kekuatannya besar dan dahsyat..." Andrea bergumam sendiri di bawah pengamatan Dante yang terdiam di tempat tak jauh darinya. "Berasal dari pengumpulan energi spiritual aku sebelum ditembakkan... daya ledak yang wow... bisa menghanguskan setiap benda yang disentuh hingga jadi abu..." Dia masih saja ketuk-ketuk dagunya menggunakan telunjuk tangannya secara lembut.

Tanpa disadari, Andrea juga sudah berjalan berputar di tempat sambil terus memikirkan apa nama yang sangat pantas untuk serangan pribadi dia ini. Ia yakin bola merah dahsyat miliknya tidak dipunyai Iblis lain. Ini adalah... spesial milik Andrea saja!

Tak berapa lama, matanya tiba-tiba bersinar cemerlang dengan senyum lebar hingga deretan gigi depannya yang putih bisa terlihat. "Aha! Aku tau nama yang tepat!"

Dante kernyitkan dahi. "Oh ya? Apa itu? Kuharap bukan nama yang buruk atau memalukan."

Andrea gembungkan pipinya sembari menatap kesal ke Dante. "Tentu saja tidak!"


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.