Devil's Fruit (21+)

Hujan Tlah Tiba!



Hujan Tlah Tiba!

0

Fruit 97: Hujan Tlah Tiba!

Sekarang, Andrea sudah memiliki beberapa kekuatan yang telah dia beri nama. Bola merah api yang lebih kuat dari Troxo dia sebut Cero, karena berdasarkan pada anime Bleach. Lalu, kekuatan telekinesis dia disebut Mossa sesuai dengan arti dari bahasa Italia yang bermakna 'bergerak'. Selanjutnya, kekuatan pelacak yang dia miliki, dia namai Sniffer dengan mengacu pada kehebatan indera pelacak dari hewan hebat seperti anjing pelacak ataupun beruang.

Hari-hari mereka masih sama seperti sebelumnya. Bertarung dengan Beast untuk mendapatkan kristal inti para Beast demi menemukan pintu keluar dari alam dimensi buatan ini. Selain itu, pertarungan juga akhirnya bisa menempa kekuatan mereka sedikit demi sedikit sehingga mereka bisa lebih terampil dalam bertarung.

Terutama Andrea yang sangat awam dengan dunia pertarungan.

Sesekali Dante memberikan saran dan pelatihan singkat agar kemajuan ketrampilan bertarung Andrea semakin terasah. Toh, menurut Dante, kalau Andrea mahir bertarung, maka itu juga keuntungan bagi Dante juga. Mereka akan lebih cepat keluar dari tempat aneh ini.

Sekitar memasuki minggu kedua, setelah mereka berjalan masuk terus ke hutan, mereka menemukan sebuah sungai kecil yang membuat Andrea terbelalak senang. Ini berarti dia bisa mandi! Dan juga minum.

Segera saja Andrea berlari ke tepi sungai yang terlindung oleh semak-semak dan pepohonan kecil. Ia berlutut dan tangkupkan dua telapak tangannya agar bisa mengambil air jernih itu. Dia sangat girang bertemu air. Sudah dari kemarin air kelapa persediaan mereka habis. Ini bagai mendapatkan oase disaat haus tak terkira.

Glekk!

Andrea meneguk habis air di tangkupan tangannya. Tapi... "Puaahhh!!!" Dia seketika semburkan keluar air yang ada di mulutnya meski sebagian sudah masuk ke kerongkongan. "Puaahh! Puahh! Puaahh!!!" Ia sibuk meludah.

Dante berjalan santai menghampiri. "Kenapa?"

Gadis Cambion menoleh ke Dante, nyaris menangis saking sedihnya. "Airnya asin banget, huhu..."

Dante malah terkekeh.

"Dante jahat, ih! Kok malah ketawain aku?" Muka Andrea sudah nyaris menangis. Sesekali dia masih meludahkan sisa air asin di mulutnya yang sudah hilang.

"Bukankah aku sudah pernah bilang, bahwa aku tertawa bila melihat orang bodoh." Dante acuh tak acuh menatap kemalangan Andrea.

Mulut Andrea mengerucut kesal. Ia lekas keluarkan duri terbesar yang ia punya. Sekarang, dia sudah bisa mengendalikan semua ukuran duri meski hanya bisa melayangkan maksimal 10 sekali jalan.

"Andrea!!!" Dante kini panik melihat adanya lima duri di tangan Andrea yang sudah melayang siap meluncur ke arahnya.

"Masih ingin menertawaiku?" Suara Andrea terdengar lembuit mendayu, namun berisi penuh bahaya mengancam pantat Dante.

"Iya, iya! Tidak akan tertawa lagi! Sudah! Simpan! Simpan mereka!" panik Dante melihat horor ke duri-duri berukuran besar dan panjang tersebut.

Sekarang, ganti Andrea yang tertawa senang melihat kepanikan Dante. "Pesan moral untukmu, jangan sekali-kali menertawakan kemalangan seorang wanita, apalagi wanita lemah sepertiku, kau paham?"

Dante mendengus. Wanita lemah apanya? Wanita seperti Andrea justru sangat berbahaya dan jauh dari kategori lemah!

Tiba-tiba, petir saling menyambar di langit. Andrea dan Dante kaget dan berusaha berlindung, mengira apakah mereka berbuat suatu kesalahan sehingga memunculkan petir?

"Kita ngelakuin apa, sih?"

Dante balas tatapan Andrea. "Entah. Sepertinya tidak. Memangnya aku yang menertawaimu itu suatu larangan di alam ini?"

"Sepertinya begitu," sahut Andrea, enteng, sambil tetap berlindung di balik batang pohon besar yang rimbun.

"Justru sepertinya petir itu muncul karena kau mengancamku! Dia tau kau berusaha mengancam nyawa dan keselamatanku, Andrea! Itu kau! Kau yang memanggil petir itu!" Dante justru balik menuduh.

Andrea putar bola matanya. "Iya, aku memang mengancam keselamatanmu... keselamatan lubang pantatmu!" Lalu dia tertawa kecil dengan bahunya terguncang-guncang heboh.

Dante sudah akan memberikan hukuman pada Andrea, ketika tiba-tiba saja datang tetes demi tetes air dari langit mencapai tanah tempat mereka berpijak.

"Whoaaahh! Ternyata hujan turun! Ahahaaa!" Andrea langsung keluar dari persembunyiannya dan menyongsong rintik air hujan yang kian lama kian deras jatuh dari angkasa. "Aahh~ Djanh-piip! Terima kasih! Rupanya kau tidak sejahat yang aku kira, Djanh-piiip!" Padahal Andrea ingin sekali mengucapkan 'Djanh cuwk', tapi hanya terdengar 'piip' saja di akhir kata.

Tak mengapa! Andrea rela! Asalkan sekarang dia punya sesuatu untuk dia minum.

Maka, ia mencari tanah lapang untuk menerima air hujan agar bisa segera dia minum sebelum dia mati kehausan. Manusia bisa tidak makan selama 3 hari, namun tidak bisa bertahan tanpa air selama sehari semalam!

Dengan munculnya hujan yang mengirimkan air jernih dan melegakan tenggorokan, Andrea bagai menemukan surga. Setelah berhari-hari hanya meminum air kelapa, akhirnya dia bisa kembali merasakan air segar biasa. Dia nyaris saja lupa rasa air biasa.

Dante hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Andrea yang sedang dalam eforianya menari-nari gila di bawah guyuran air hujan. Tubuh gadis itu basah kuyup tanpa bisa dielakkan. Dari atas sampai bawah. Dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Tergerak akan suka cita Andrea, Dante pun mendekat dan ikut berhujan-hujanan seperti si Cambion, meski tidak sampai menari-nari gila.

Andrea menarik tangan Dante untuk ikut menari bersamanya merayakan hadirnya air tersebut, namun Dante menolak dan tersenyum.

Alih-alih ikut menari dengan Andrea, Dante justru mengangkat tubuh Andrea. Gadis itu berteriak girang sambil tubuh mereka terus diguyur air hujan.

Setelah puas berteriak bahagia, Andrea menatap ke bawah di mana Dante sedang menatapnya meski agak susah karena halauan dari guyuran hujan.

Dante menurunkan tubuh Andrea, kembali sejajar dengan dirinya. Tanpa ada peringatan ataupun aba-aba apapun, keduanya sudah saling menautkan bibir masing-masing.

Mereka saling mencumbu diiringi derai deras hujan tanpa mempedulikan sekitar. Tak apa, kekuatan Sniffer Andrea pasti akan terpicu jika memang ada Beast di dekat mereka di radius puluhan kilometer.

Brukk!

Dante jatuhkan tubuh mereka di tanah berumput rendah. Mereka terus saling mencumbu, mengaitkan bibir satu sama lain secara posesif.

"Urrmchh... Dante... mmcchh..."

"Andreaa—mrrsshh... aaghh—mmccpphh..." Dante bergerak gelisah di atas tubuh Andrea.

Tangan Dante mulai merayap di tubuh Andrea, dan bermuara pada dada sang Cambion yang padat menjulang.

"Anghh~ Daann~" Andrea lepaskan pagutan bibir Dante untuk meloloskan sebuah erangan ketika payudara kirinya diremas lembut oleh tangan besar Dante.

Tak sabar, Dante mengangkat baju atas Andrea sehingga gundukan montok itu bisa lebih terlihat jelas tanpa halangan apapun.

"Dan—aakhh!" Andrea munculkan sebuah pekik kecil ketika mulut Dante sudah memenjarakan salah satu puting payudaranya. Ia pejamkan mata karena air hujan masih deras menerpa dia.

Ini adalah hal yang ditunggu-tunggu oleh Dante. Sudah berapa lama dia menantikan nikmatnya menyesap payudara Andrea? Maka, dia tak ingin momen ini terlewatkan. Dua tangannya meremas kedua payudara Andrea sambil mulutnya rakus menyesap putingnya bergantian kiri dan kanan.

Lenguhan Andrea kian melambung disela bunyi deras hujan.

Ketika tangan Dante mulai merayap ke area bawah, tiba-tiba saja Andrea mendorong Dante dan berseru, "Gelas! Mana gelas!"


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.