Devil's Fruit (21+)

A Week



A Week

Fruit 94: A Week

Selama seminggu ini, Dante dan Andrea sibuk bertarung melawan binatang buas yang ada di hutan tersebut. Kerja sama pertarungan mereka juga lebih baik daripada sebelumnya. Ditambah dengan kompaknya penampilan mereka mengenakan baju dari kulit bulu serigala.

Jadwal mereka termasuk teratur. Pagi digunakan untuk makan dan mempersiapkan diri, siang untuk bertempur dengan Beast yang mereka temui, dan malam mereka beristirahat jika tak ada gangguan dari Beast lagi.

Juga, dalam seminggu itu, Andrea mulai menumbuhkan kekuatan pelacak. Indera pelacak dia memakai kekuatan mental yang bisa melacak keberadaan Beast sampai radius satu kilometer. Meski belum terasah benar, namun kekuatan pelacak Andrea sering menolong keduanya untuk mengetahui keberadaan Beast dan bahkan membantu mereka menghindari Beast yang terlalu kuat.

Dante juga semakin kuat dan terampil dengan Pedang Rogard-nya. Kini dia bisa leluasa semburkan energi kekuatan petir saat mengayunkan pedang. itu amat membantu ketika mereka dikepung sebuah koloni Beast.

Kekuatan telekinesis Andrea juga mulai menguat. Ia sudah mahir mengendalikan bola energi dia. Namun, ia tak puas hanya begitu saja. Ia ingin memiliki senjata seperti halnya Dante yang mempunyai pedang yang mengagumkan.

"Hei bocah, coba kau pakai kekuatan telekinesis kamu untuk gerakkan duri-duri yang kau banggakan itu." Suatu hari, Dante berkata seolah memberikan saran ke Andrea.

Mata Andrea lekas saja bersinar cemerlang mendengar kalimat Dante. "Benar juga! Kalaupun aku tak bisa memiliki pedang sepertimu, aku masih bisa memakai duri-duri kesayanganku sebagai senjata!"

"Cih! Ternyata kau tidak sejenius yang kau dengung-dengungkan," ledek Dante setiap ada kesempatan.

Andrea hanya julurkan lidah, tidak terganggu. "Kejeniusanku agak macet di sini. Sepertinya kau salah satu faktor penghambatnya."

"Apa?!" Dante sudah melotot tak terima dikatakan penghambat kejeniusan seseorang. Namun, Andrea sudah melenggang pergi dan mulai berlatih dengan duri-durinya.

Dante mendengus di belakang kepergian Andrea.

Si gadis Cambion pun tenggelam dalam latihannya sendiri. Hari itu mereka tidak bertarung dengan Beast. Andrea ingin menggunakan kesempatan ini untuk terus menempa kekuatannya.

Ia keluarkan dua buah duri yang paling besar dan paling panjang yang ia punya. Memang, duri milik Raja Serigala mempunyai ukuran yang berlainan. Mana mungkin semuanya sama?

Penuh percaya diri dan pengharapan, Andrea memusatkan konsentrasi dia pada duri tersebut agar bisa mengangkat kedua duri itu.

Satu menit...

Tiga menit...

Lima menit...

Duri itu masih saja anteng di telapak tangan Andrea, tak sedikitpun adanya sebuah pergerakan di sana. Andrea mengerang frustrasi. Apakah duri yang dia pilih terlalu besar dan berat? Apakah bola energi jauh lebih enteng dibandingkan duri? Tentu saja, Nona! Kenapa kau membandingkan benda padat dengan benda gas?

Menghembuskan napas untuk mengurangi stres-nya, Andrea kembali fokus seperti tadi. Setelah menyerah di menit ketujuh, ia pun mengganti dengan duri yang lebih kecil. Namun, tetap juga belum bisa bergerak.

Terpaksa Andrea memakai dua duri yang paling kecil. Duri itu setebal kelingking bayi manusia dengan panjang mencapai dua inci. Itu benar-benar yang terkecil dari semuanya.

Setelah exhale-inhale tiga kali, Andrea pun kembali tenggelam dalam konsentrasinya pada kedua duri tersebut.

Satu menit...

Tiga menit...

Lima me—

Sreett! Salah satu duri bergerak sedikit.

"Haahh!" Andrea membuang napasnya penuh rasa lega. Meski hanya sedikit dan hanya satu duri saja, namun itu sudah membuatnya senang bukan main. Tak apa, semua itu ada saatnya. Asalkan dia terus berlatih dan bersabar, ia yakin perjuangannya takkan mengkhianati dirinya.

Tanpa disadari Andrea, Dante mengamati dia sedari tadi. Kadang lelaki itu tersenyum geli, kadang menyeringai penuh ejekan, kadang mendengus meremehkan.

Sekali lagi Andrea mencoba konsentrasikan pikirannya sambil menatap duri-duri di telapak tangannya. Ia yakin ia pasti bisa kali ini.

Sreett! Sreett! Lagi-lagi Andrea hanya mampu menggerakkan satu duri saja dan itu pun gerakan sederhana. Tidak berhasil membuatnya melayang.

"Aarrghh!" Andrea meraung frustrasi.

Di belakangnya, Dante mendengus geli. Andrea berbalik hanya untuk melihat muka mengejek Dante. "Si jenius ini ternyata tidak mampu menguasai duri kesayangannya."

"Memangnya kau bisa?!" balas Andrea, sengit.

Dante angkat bahunya, santai, "Memangnya aku minat punya kekuatan macam itu? Pfftt!"

Andrea kerutkan dahinya dengan mata tajam terfokus pada Dante.

Sreett! Wizz~

Dante melotot gahar ketika menyadari kelakuan Andrea pada dirinya. Celana boxernya sudah melorot ke bawah hingga ke mata kaki. "ANDREAAA!"

Andrea tertawa puas sampai dua bahunya berguncang keras. Meski suara tawanya tidak kencang, namun ekspresi tawa penuh ejekan itu sangat menyebalkan di mata Dante. "Wihihiiihh!"

Namun, Andrea lekas meloncat dan balik badan untuk berlari karena Dante sudah mengejarnya.

"Hahaha!" Andrea masih mengumandangkan tawanya. Rasanya itu setimpal dengan rasa frustrasi yang tadi ia rasakan.

"Kau masih bisa tertawa, heh Iblis jahil?!" hardik Dante seraya melesat mengejar Andrea.

Whuuusss!

"Awwwrghh!" Andrea memekik begitu tubuhnya sudah diraih Dante di diterbangkan ke angkasa. "Dante, jangan! Jangan, please!"

Dante yang memanggul Andrea bagai sedang memanggul karung di bahu, tidak mempedulikan jeritan Andrea. Ia justru berkali-kali memukul pantat Andrea sambil memanggul gadis nakal itu.

Plak! Plak! Plaakk!

"Kau berani kurang ajar padaku, Iblis?"

Plak!

"Aughh! Maaf, Dante! Maaf! Aku kan hanya bercanda!" Andrea panik meski dia kesal juga pantatnya terasa panas terkena tabokan tangan Dante. Apalagi dia memakai rok mini.

"Enak saja minta maaf setelah mempermalukan aku!"

Plakk!

"Oughh~ sakit, Dan!" Andrea gerak-gerakkan kedua kakinya di udara dalam posisi menungging. Dua tangannya memukuli punggung Dante. "Dan, turun! Turunin!"

Namun, Dante justru melakukan sebaliknya. Dia melemparkan tubuh Andrea di udara, lalu meninggalkannya.

"DANTEEEEEE!" Andrea menyeru sekuat tenaga dengan segenap rasa ngeri tak terkira. Apakah Dante ingin membunuhnya? Tapi bukankah jika pria Nephilim itu berniat membunuh dengan melemparkan Andrea di udara dan tidak menangkapnya, mereka akan mati bersama nantinya?

Andrea menutup mata dengan kedua tangannya dan menangis.

TAPP!

Tubuh Andrea sudah ada dalam pelukan Dante. Gadis itu bersyukur sekaligus kesal. Ia pukuli dada Dante seraya pria itu tenggelamkan wajah ayunya ke dada berototnya, membiarkan gadis itu menumpahkan tangis di sana.

"Jangan ulangi itu lagi! Hiks!"

"Tidak jika kau tidak keterlaluan menggodaku."

"Hiks! Aku kan sudah minta maaf..."

"Tapi aku masih ingin memberimu pelajaran."

"Kau kejam! Hiks! Hiks! Kau—mmphh!"

Andrea tidak sempat menyelesaikan kalimatnya ketika bibirnya sudah dibungkam oleh bibir Dante. Kepalanya mendadak pusing karena Dante terus memagut dan menghisap-hisap bibir kenyal dia. Andrea tidak memberikan perlawanan dan membiarkan Dante menguasai seluruh bibir dan juga lidahnya yang digelitik lidah Dante.

Yang Andrea lakukan hanya berpegangan erat pada baju kulit di dada Dante agar dia tidak terjatuh saat ini karena mereka masih melayang di angkasa.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.