Devil's Fruit (21+)

Day 3



Day 3

0

Fruit 83: Day 3

Pagi ini, di hari ke-3 kedatangan mereka di alam dunia ciptaan Pangeran Djanh, Andrea terbangun dan agak aneh karena rasanya tubuh dia seperti dipeluk.

Setelah berhasil memfokuskan pandangannya, ia tersadar bahwa obyek di depan mata adalah dada keras Dante. Ia berusaha mundur, tapi rasanya lengan Dante begitu susah digerakkan. Dia memang kalah tenaga murni dengan pria Nephilim ini.

"Jangan bergerak-gerak terus, Andrea." Tiba-tiba suara Dante sudah terdengar. "Nanti pusaka kebanggaanku bisa terbangun kalau kau terus bergerak begitu..."

Andrea kesal. Ia cubit dada Dante. Pria Nephilim itu menjerit kesakitan dan dekapannya pun terurai sehingga Andrea berhasil melepaskan diri dari pelukannya. "Kau ini memang paling bisa mengambil kesempatan dari seorang gadis lugu tak berdaya tertidur, yah!" Dia sudah duduk memelototi Dante.

"Lugu apanya? Tak berdaya apanya?" Dante mulai buka matanya meski agak malas. Ia tidur sangat larut semalam gara-gara Andrea. Yah, terus saja salahkan Nona Cambion itu, Tuan Nephilim! "Semalam kau mendengkur keras sampai aku susah tidur."

"Bohong! Tak mungkin aku mendengkur! Aku ini Tuan Puteri!" elak Andrea sambil pipinya merona tipis karena dikata mendengkur, keras pula, ketika tidur. Gadis mana yang tak malu jika ditegur seorang pria karena mendengkur?

"Ya, ya, ya... kau Tuan Puteri pendengkur." Dante setengah naikkan tubuhnya dan topang dengan satu sikunya menatap Andrea.

"Huh! Lalu... apa hubungannya dengan aku mendengkur dan tiba-tiba ada di pelukan kamu?" Andrea berdiri dan berkacak pinggang menampilkan aura arogan. Di sini dia merasa sebagai korban atas kesewenang-wenangan Dante.

"Apa kau tak tau jika tidur telentang itu bisa memunculkan dengkuran? Dan kau semalam mendadak menghadap ke arahku usai lama mendengkur, bahkan kau mendekatiku seperti kedinginan! Sebagai the true gentleman, tentu saja aku harus melindungimu!" kilah Dante merasa pembelaannya sudah patut diterima logika siapapun.

"Huh! True gentleman my ass—piip!" Tiba-tiba kalimat Andrea terpotong bunyi sensor, mirip dengan yang ada di televisi. "Kenapa ada bunyi sensor? My ass—piip! Piip! Piip! Piiiiip!" Andrea putar kepalanya.

Dante terkekeh. "Pfftt! Rupanya sekarang segelmu berganti versi. Pasti kau tadi ingin mengatakan hal buruk dan jahat padaku. Ckck... itu karma untukmu, bocah." Ia mengelus-elus dada bekas dicubit Andrea.

"Karma gundulmu pe—piip! Arrghh! Sh—piip!" Andrea tambah kesal. "Djanh—piip! Piipp! Piiipppp!"

Dante kian tertawa. Andrea baru kali ini menyaksikan Dante tertawa macam itu. Biasanya lelaki itu hanya bisa menggerutu dan berwajah seram dingin bagai tak tersentuh.

"Hah! Kupikir kau tak punya urat tertawa, Tuan Nephilim!" Andrea menyeringai penuh ledekan ke Dante.

"Oh, tawaku muncul jika melihat orang bodoh saja."

"Kau!!! Piiip! Piiiiiiip! Whatever!!!" Andrea pun berbalik dan pergi.

"Hei, mau ke mana kau, bocah?" panggil Dante.

"Mau tanam harta karun! Mau ikut, piiip?!" Andrea berbalik sebentar hingga melihat Dante berlagak menutup hidungnya dan memandang jijik ke arahnya."Piiiiip!" ujarnya sambil acungkan jari tengahnya ke Dante.

Pria itu terbahak kecil setelah Andrea pergi.

Usai Andrea menuntaskan hajatnya, ia kembali dengan hati riang, bersenandung kembali ke tempat semula. Dia harus membereskan selimut, sebelum—

"Groaaahhh!"

Andrea langsung saja lari menuju ke Dante.

Di sana, Dante sedang menahan cakar seekor beruang berbulu belang coklat dan putih setinggi hampir 3 meter.

Lekas saja Andrea kumpulkan energi di telapak tangannya dan luncurkan ke tubuh beruang raksasa belang itu. Ternyata serangan Andrea ditangkis oleh telapak beruang yang sebenarnya terbungkus oleh baja. Bisa dibayangkan jika cakar baja itu menggores ke tubuh mereka.

Api seketika padam. Andrea melongo tak percaya. Apinya yang biasanya kuat, kini hanya dengan telapak baja beruang itu langsung padam? Ia mencoba sekali lagi, dan kembali serangan Andrea dimentahkan oleh telapak baja beruang raksasa belang.

"Yang benar saja!" seru Andrea. Apakah kekuatan apinya menurun? Biasanya apinya selalu bisa melahap obyek apapun hingga jadi abu. Kenapa beruang ini kebal?

"Cari titik lemah dia!" teriak Dante yang masih menghalau ayunan cakar beruang raksasa dengan pedangnya.

Andrea lekas berpikir. "Titik lemah... titik lemah... titik lemah... Di mana?!" serunya ke Dante.

Dante masih sibuk berkelit dan berjibaku dengan beruang yang agresif mengayunkan lengan besarnya beserta cakar berbahaya. "Mana kutau?! Makanya kusuruh... Cari! Cepat!"

"Enak banget kamu main suruh, yah—piiip! Ah segel—piiip!"

"Kau mau menggantikan tempatku, bocah?" seru Dante yang kini berguling ke bawah menghindari ayunan cakar beruang dan lekas bangun sebelum beruang itu mengarahkan cakarnya ke bawah.

Andrea mendelik. "Iya, iya, aku coba cari." Ia berusaha mengingat-ingat titik lemah dari binatang beruang yang dia tau. Tapi... pelajaran Biologi dia tidak membahas tentang titik lemah suatu binatang! "Sial! Aku harus cari sendiri!"

Ketika dia menengok ke Dante, ia menjerit karena Dante sudah akan menerima cakar itu. "Arrghh!"

Wuusshh!

Dhuaakk!

Andrea meringis sendiri melihat Dante terbang dan menghantam pohon. Tepatnya, dia yang menerbangkan Dante.

Dante sampai memuntahkan seteguk darah. "Kenapa kau... malah menyingkirkan aku?!"

"Sori, sori... targetku si beruang itu, tapi entah malah kamu yang terbang." Andrea meringis penuh penyesalan.

Ketika beruang itu hendak hampiri Dante yang masih berusaha bangkit susah-payah, Andrea buru-buru kirim kekuatan telekinesisnya untuk menjauhkan beruang dari Dante.

Namun, karena fisik beruang itu sangat kuat dan besar, tenaga telekinesis Andrea hanya mampu menggerakkan beruang tanpa membuatnya mundur. Tapi Andrea tak menyerah. Meski tau tenaga telekinesisnya tidak bisa berpengaruh banyak pada si beruang, ia terus membombandir beruang raksasa dengan kekuatan telekinesis.

Nyatanya, usaha Andrea bisa dikatakan berhasil. Beruang memang tidak terbang, tapi hewan kuat itu bisa digerakkan menjauh setapak demi setapak dari Dante. Andrea lega.

"Dia tak bisa diberi serangan jarak dekat!" teriak Andrea pada Dante.

"Iya, aku tau," balas Dante setelah mengevaluasi cepat keadaan si hewan buas.

"Beri dia serangan pedang petirmu! Aku akan terus serang dia pakai telekinesis dan bola merah!"

"Oke!"

Mereka pun terus membombandir serangan mereka ke beruang raksasa.

"Groaaahh!" Beruang itu semakin mengamuk dan kini ia fokus menatap ganas ke Andrea. Hewan itu tiba-tiba mulai berlari ke arah Andrea.

"Andrea!" Dante ingat Andrea tak bisa terbang. Ia segera melesat untuk mencapai Andrea.

Namun, beruang itu ternyata bisa berlari sangat cepat.

Andrea makin lancarkan telekinesis dan bola apinya secara bersamaan. Dia sendiri kalap dan mulai ketakutan ketika beruang itu makin mendekat sedangkan Dante sudah melesat di belakang si beruang raksasa.

Siapakah yang akan mencapai Andrea terlebih dahulu?

Andrea ingin terbang. Ah, andai kemampuan terbang dia tidak hilang...

Atau setidaknya dia berharap dia punya kaki segesit Cheetah. Tapi bagaimana mungkin dia lari jika kakinya bahkan tak bisa digerakkan karena terlalu gemetar.

Kematian sudah di depan mata.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.