Devil's Fruit (21+)

Tak Bisa Terbang, Tolong Gendong!



Tak Bisa Terbang, Tolong Gendong!

0

Fruit 79: Tak Bisa Terbang, Tolong Gendong!

=[[ Author POV ]]=

Keduanya lahap memakan daging hasil panggangan mereka. Terutama Andrea. Dia tersenyum lebar sembari terus saja jilati jarinya bekas menyobek daging.

Sesekali mereka meneguk air kelapa muda yang bersih yang sudah dituang ke gelas.

Mereka makan sampai kenyang. Andrea juga tenang menepuk-nepuk pelan perutnya yang penuh. Wajahnya berseri ketika dia kejatuhan gulungan baru dari langit. Matanya seketika menatap langit dengan sorot kesal.

"Bisa enggak, sih, gak perlu jatuh ke kepalaku?" Andrea mengelus-elus puncak kepalanya dan mengambil gulungan tadi.

Ia buka dan membaca yang ada di sana.

"Daging Beast cukup bernutrisi untuk menambah energi kalian. Tulangnya bisa kalian manfaatkan untuk hal lain, terserah. Dan kristal inti Beast bisa dimakan untuk menambah kekuatan kalian, namun jika dikumpulkan pun juga bisa untuk membuka pintu keluar alam ini nantinya. Silahkan pilih saja, dimakan atau dikumpulkan. Salam dari Djanh yang hebat!"

Andrea serahkan gulungan ke Dante untuk dibaca Tuan Nephilim.

Sembari Dante membaca, Andrea memikirkan sesuatu. Setelah Dante selesai membaca gulungan dan menyerahkan ke Andrea untuk disimpan, Andrea kembali menatap Dante penuh harap.

"Dante~"

"Apa lagi sekarang?"

"Jangan galak gitu, aih jawabnya..." Andrea merajuk membuat Dante mengeratkan rahang. Andrea tersenyum kecut, dikiranya Dante benar-benar marah dan tak suka dia merajuk. Maka ia pun kembali berbicara secara serius. "Kita harus punya banyak air kelapa."

"Untuk apa?" Dante sipitkan mata.

"Tentu saja untuk minum dan merendam daging! Memangnya apalagi? Di sini kita tidak bertemu sungai atau danau apapun. Bagaimana jika kita kehabisan air minum sedangkan perjalanan kita nantinya ternyata tidak menemukan pohon kelapa?"

Dante hela napas. "Lalu... maksudmu... aku yang memetik kelapa lagi?"

Andrea mengangguk-angguk cepat berkali-kali dengan senyum terus dipulas di wajah ayunya.

Sekali lagi Dante menghela napas. "Berapa yang kau butuhkan?"

"Sebanyak mungkin!"

Dante melotot. Andrea justru tersenyum. Apakah dia berusaha mempengaruhi Dante dengan jurus senyum mautnya?

"Ayolaahh..." Andrea merengek sambil goyang-goyangkan lengan baju Dante. Pria Nephilim itu lekas renggut lengannya membuat Andrea kecut.

Dante pun mulai terbang memetik beberapa kelapa. Ia bolak-balik terbang dan turun untuk menyerahkan kelapa-kelapa tadi ke Andrea.

Setelah setengah jam, Dante berhenti, dan duduk di pasir yang sudah diberi alas dedaunan kering oleh Andrea. "Itu saja. Aku bosan bolak-balik, membuat pusing kepala saja!" dengusnya.

Andrea menatap puluhan kelapa muda di depannya, lalu dia masukkan semua ke Cincin Ruangnya. Ternyata hanya memenuhi separuh dari Cincin Ruangnya! "Lagi, dong..." bujuk Andrea.

"Sana ambil saja sendiri! Kau kan juga bisa terbang!" Dante mengusap keringat yang menempeli wajahnya. Ia cukup kelelahan. Ia lebih memilih berkelahi saja ketimbang harus terbang bolak-balik begitu.

Andrea tersenyum simpul, memahami mungkin Dante sudah lelah. Bagaimana pun, Dante sudah sangat membantu daritadi. "Oke, karena Dante sudah kelelahan, maka sekarang giliranku."

"Hei! Siapa bilang aku lelah?"

"Buktinya kau tidak mau mengambilkan lagi!"

"Aku hanya bosan harus bolak-balik terus!"

Keduanya tak ada yang mau mengalah. Satunya tak mau jujur, satunya terus meledek.

Akhirnya Andrea pun balik badan, siap terbang memetik kelapa. Namun, yang dilihat Dante justru Andrea seperti sedang melompat-lompat di tempat saja.

"Hei, bisakah kau tidak membuat tingkah seperti badut? Atau kau sedang kerasukan Iblis kelinci? Melompat-lompat aneh begitu..." ejek Dante ketika melihat Andrea masih saja melompat-lompat.

Andrea pun membalikkan badan sambil wajahnya cemberut. "Aku tidak bisa terbang!"

Dante belalakkan matanya. "Apa? Tak bisa terbang? Kenapa begitu?"

"Mana aku tau?!" Suara Andrea terdengar kesal bercampur frustrasi. "Terakhir aku terbang, seingatku waktu pertama tiba di sini, waktu aku terbang lari dari kamu lalu kesambar petir."

"Hum..."

"Apa... sambaran petir itu bikin kemampuan terbangku hilang?" Andrea miringkan kepala seolah sedang berpikir. "Tapi kenapa kamu enggak, Dan?" Wajahnya cemberut lagi. Dia seperti tidak terima ini terjadi hanya pada dirinya saja.

"Cobalah berkonsentrasi atau apa!"

Andrea pun menuruti anjuran Dante dan pejamkan mata, berkonsentrasi seperti saat Kenzo dulu mengajarinya. Ia membayangkan dirinya terbang. Tapi, tetap saja gagal. Andrea menendang pasir di kakinya. "Tetap nggak bisa, Dan!"

=[[ Dante POV ]]=

Gadis itu bisa tidak, sih, tidak perlu bersikap menggemaskan begitu?! Itu sangat... membuat aku frustrasi sendiri!

Terpaksa aku dekati dia ketimbang dia terus saja begitu dan menyusahkan hatiku. "Makanya jangan kebanyakan makan seperti babi rakus!" Gemas, aku toyor kepalanya, tapi pelan, kok! Dia makin cemberut dan makin mengumpulkan semua bibir ranumnya menjadi satu hingga membuatku ingin gila dan caplok bibir itu sampai puas.

Dante, kendalikan dirimu!

"Siapa bilang aku makan seperti babi? Kau ini jahat sekali mengatakan hal seburuk itu kepada seorang gadis lemah sepertiku?!" Dia malah makin jengkel. Aku ingin tertawa tapi tak tega melihat dia sudah setengah mati jengkel.

Menahan tawa, aku pun rengkuh pinggang dia, dan sebelum dia protes lebih jauh, aku membawanya terbang dan melayang di depan buah kelapa. "Cepat petik. Jangan hambur-hamburkan napasmu untuk mengomel."

Mata bulat Andrea melotot ke arahku. Itu tampak manis. Tapi aku tetap bertahan dengan sikap dinginku. Untuk apa aku tunjukkan perasaanku? Itu hal percuma saja.

"Lain kali jangan main angkat aja, kenapa? Aku kaget, kau tau?!" Masih sempat-sempatnya dia mengomeliku yang sudah menbantunya begini. Ckck...

"Jangan banyak bawel. Cepat petik kelapanya. Atau kita turun saja?" ancamku.

"Eh, jangan! Oke, oke, kita petik kelapa." Andrea pun kudekatkan ke buah kelapa agar dia mudah menjangkau dan memetiknya setelah kubantu menebas sedikit batang buahnya menggunakan pedangku.

Kemudian, buah yang sudah dia petik, lekas dia masukkan ke dalam Cincin Ruang. Kami pun berpindah ke pohon lain ketika semua buah di pohon sebelumnya sudah dipindahkan ke cincinnya.

Satu tanganku memeluk pinggangnya dan satu tangan lainnya memegang pedang untuk memudahkan dia mengambil buah kelapa.

"Ouwwhh!" Dia berteriak ketika aku menggoda melonggarkan pelukan. Dia segera memeluk leherku dengan wajah ketakutan. Aku menahan tawaku. "Kau!" Ia memukul dadaku dengan wajah sebal. Aku menikmatinya. "Dasar Nephilim nakal!"

Aku geli mendengar kalimatnya. Aku yakin bukan itu yang ingin dia semburkan padaku. Aku tau tenggorokan dia disegel Iblis pencipta alam ini, dan itu... sangat lucu! Andrea yang sekarang... sangat lucu bila berbicara. "Nakal apanya?" Aku berkilah.

"Kau sengaja kan tadi? Mengaku saja!" Ia mendelik ke arahku. Jarak kami makin dekat dan menempel satu sama lain karena dia memeluk erat leherku, takut jatuh.

"Sengaja apa? Tadi aku agak pegal. Aku merasa aku sedang menggendong karung pasir. Lain kali jangan banyak-banyak makanmu." Aku mati-matian menahan tawa melihat dia sibuk mengomeliku.

"Enak saja aku kau samakan dengan karung pasir! Tega sekali kau bicara jahat pada seorang gadis! Apalagi gadis selemah aku ini! Pokoknya awas saja kalau kau nekat menjatuhkan aku, kujamin kita mati bersama! Kau dengar itu?!"

"Diamlah atau aku cium bibirmu yang tak bisa berhenti mengomel." Aku mulai berani memberikan gertakan. Salah siapa dia makin menggemaskan?

"Kau ini! Dasar—urghh!" Dia makin kesal tapi tetap peluk erat leherku menggunakan dua lengannya.

"Pilih, kucium... atau kujatuhkan?"


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.