Devil's Fruit (21+)

Benih Itu Menjadi Remaja Jenius



Benih Itu Menjadi Remaja Jenius

0

Fruit 2: Benih Itu Menjadi Remaja Jenius

= Mendekati 17 tahun kemudian =

"Dre... Dree.. pinjem PR fisika, dong!"

"Duijaaah! Pagi-pagi dah ditodong hal gituan."

"Plis lah Dre, jangan pelit. Pelit itu dibenci Tuhan ama temen-temen."

"Hghh~ nih!" Yang dirayu barusan pun mengangsurkan sebuah buku yang diterima penuh suka cita teman pelaku rayuan barusan. Tak lama, meja itu pun penuh sesak dengan anak-anak lain yang bergegas merubung buku tersebut bagaikan itu adalah buku sakti yang bisa menyelamatkan nyawa mereka. Dan sang empunya buku memilih menyingkir ke bangku lain.

"Pfftt! Seperti biasanya—bukumu laris manis, Ndre," ucap gadis ramping berwajah manis saat mendapati fenomena biasa di kelas tersebut akan buku yang dikerubuti para siswa di kelasnya.

Gadis manis itu sungguh cantik dan aura suci nan murni menguar indah melingkupi sosoknya yang seakan tiada cela. Kulitnya seputih giok diperparah dengan lekukan tubuh ramping dan tipis tidak berlebihan.

Helai sehitam bulu gagak itu panjang hingga menyentuh punggung, berkilau pertanda sering terjamah perawatan. Bukan, dia tidak menyeruakkan aroma seksi, namun lebih ke dewi nirwana tanpa dosa.

Mata yang ia punya bisa dikatakan besar dan berair bagai ada pancaran sinar indah, membuat siapapun berharap ditatap mata yang dilengkapi bulu mata lentik itu.

Sedangkan bibir mungilnya berwarna merah muda alami dengan ketebalan yang terasa pas, sungguh menggugah minat para lelaki untuk segera menyesap menikmati sarinya. Bibir itu kerap tersenyum, menandakan dia memang pribadi ramah dilengkapi akan suara lembut yang senantiasa mengalun merdu tanpa pernah dikeluarkan berlebihan.

Dia adalah Shelly.

"Hmmhh, seperti kamu liat, deh." Yang diajak bicara hanya menggelepar malas nan santai di atas meja, entah punya siapa. Si mungil manis tadi mendekat ke orang yang baru saja menjawabnya. Jelas tubuh yang sedang berbaring di atas meja segera menatap penuh semangat ke dewi mungil tersebut.

Di sini yang dimaksud berbaring hanyalah dada ke atas. Bukan seluruh tubuh.

"Kamu sih, jenius banget." Tangan dewi mungil yang semurni giok kualitas atas mulai mencubit lembut orang itu. Kikik tawa kecilnya tampak merdu sempurna melebihi simfoni apapun.

Shelly mulai duduk di sebelah sosok itu. Sudah sangat biasa jika teman-teman di kelasnya saban pagi sibuk menagih buku PR pada orang yang ada di sebelahnya.

Andrea. Orang itu bernama Andrea.

Jangan berpikir dia lelaki. Meski penampilannya nyaris mirip lelaki. Nyatanya, ia masih memiliki gundukan di dadanya walaupun tergolong kecil hampir rata, tidak bisa bersaing dengan milik Shelly.

Andrea, si tomboy yang telah terkenal akan kejeniusan otaknya. Mampu menghafal apapun dalam sekali lihat. Bisa memahami pelajaran apapun dalam sekali lirik. Tentu saja bakat gila itu sangat amat membuat iri banyak temannya. Bahkan termasuk Shelly.

Tak heran jika Andrea dengan sangat mudah mendapatkan peringkat pertama di sekolah. Meski begitu, tidak menghapus kenyataan bahwa gadis itu tomboy luar biasa. Ia punya satu kehendak jika Surga berbaik hati menanyakan padanya, yaitu mengganti tubuhnya menjadi tubuh lelaki.

Alasan kenapa dia sangat terobsesi menjadi pria, hanya Andrea saja yang mengerti.

Sudah menjadi aktifitas rutin Andrea jika tiap pagi hampir semua teman sekelasnya menagih buku PR-nya bagai dia berhutang saja pada mereka. Padahal, mereka yang butuh. Dan Andrea akan berbaring malas di salah satu meja sambil menunggu semua 'lintah' selesai menghisap intisari bukunya, dan buku itu dikembalikan padanya.

"Begitulah." Andrea mendengus acuh tak acuh sambil terus memandangi Shelly. Sang dewi nirwana ini adalah sahabat dekatnya semenjak kelas 1 SMA. Kini adalah tahun ke-2 mereka, dan keduanya sama-sama mengambil kelas IPA.

Ada desas-desus beredar kalau Andrea menyukai Shelly... dalam tanda kutip. Tapi anehnya, keduanya tidak pernah memerdulikan hal tersebut.

Malahan, Andrea seakan kian menyombongkan perasaan memujanya pada Shelly pada teman-temannya. Yah, mereka semua sudah paham Andrea memang menganggap Shelly dewi tertinggi baginya.

"Tapi heranku, kenapa kamu nggak kepingin lompat kelas aja, Ndre?"

"Huumm~ kalo lompat kelas jelas bikin capek, lah beb. Tau sendiri kan berapa meter tinggi kelas di sini?" Andrea malah menaik-turunkan alisnya, bermaksud menggoda Shelly.

"Andrea~ bukan itu juga ih yang aku maksud," protes Shelly sambil mencebikkan bibirnya dan kian menghujani pinggang Andrea dengan cubitan gemas.

"Ahahah!" Si jenius bernama Andrea ini malah cengengesan menanggapi wajah sebal lawan bicaranya. "Kamu sih beb, gak jelasin secara detil." Ia sibuk mengelak sambil berusaha menangkap tangan Shelly yang terus terbang mengincar pinggangnya.

"Plis deh, Ndre... Aku yakin kamu pasti paham aku ngomongnya ke mana. Kamu kan jenius." sahut Shelly masih tampak kesal. Meski begitu, sekesal apapun Shelly pada Andrea, tidak pernah membuat gadis itu benar-benar marah.

Shelly amat menyayangi Andrea bagai saudara terdekat. Dan Andrea juga memuja Shelly. Sungguh klop.

"Jyahaha~ oke oke, selow mameenn~" Andrea menegakkan punggungnya. "Aku malas lompat kelas karena... karena... apa yah, huumm~ ya menurutku sih itu boring banget ntar." Ia menggaruk-garuk pipinya yang agak gatal. Ini pasti gara-gara meja itu kurang bersih, batinnya.

Satu hal yang harus dipahami. Bahwa karena Andrea memuja Shelly, perlakuan dia pada Shelly jelas berbeda. Dengan teman yang lain, Andrea akan seenaknya bicara dengan bahasa suka-suka dan penuh akan aroma 'elu-gue' sebagai pilihan kata. Namun, dengan Shelly, tidak akan ada 'elu-gue'.

"Boring?" Shelly memiringkan kepalanya dengan wajah heran.

"Iya. Bayangin aja. Kalo aku sering lompat kelas, lalu ternyata masuk kuliah umur 12 tahun, en lulus kuliah umur 14 tahun, apa asiknya, cobak?" Andrea menyenderkan punggungnya ke dinding. Kebetulan bangku yang ia tumpangi ada di pojok.

"Itu kan keren!" bantah Shelly. Masih heran juga si dewi, hal begitu kenapa dibilang membosankan?

"Keren darimana kalo aku jadi kehilangan masa kanak-kanak en masa remaja karena musti bekerja. Gak asik deh kalo dah bersinggungan ama dunia orang dewasa," jelas Andrea.

Shelly akhirnya manggut-manggut berusaha keras untuk paham. "Memangnya kalo udah lulus kuliah itu harus kerja, yah?"

"Lah iya kan? Aku ini kan bukan anak orang tajir, beb. Kalo udah kelar sekolah yah musti kerja. Kasian Opa-Oma gak ada yang ngurus hari tua mereka nanti. Yah walo ini pun mereka udah keliatan tua, sih. Hehe~" Ia menyeringai santai menanggapi sahabatnya.

Dan Shelly pun hanya membulatkan mulutnya disertai suara khas sebuah hurup vokal yang mengibaratkan bulatnya mulut tadi.

"Lagian, kalo aku loncat kelas, kagak bisa terus-terusan bareng ama bebeb Shelly yang super manis ini, dong! Hehe..."

"Ih! Andrea mulai ganjen!" teriak lembut Shelly sambil kembali cubiti pinggang Andrea tanpa ampun.

Tak berapa lama kemudian, bel riuh berdering menandakan sekolah dimulai dan anak-anak yang sibuk mencontek PR musti buru-buru sebelum para Guru menyebar masuk ke masing-masing ruang kelas.

Pelajaran pertama di kelas Andrea adalah Biologi. Dua jam pertama—Biologi, lalu satu jam sebelum jam istirahat pertama adalah Bahasa Indonesia.

"Ndre! Sini, Ndre!" teriak Shelly memanggil Andrea ketika mereka tiba di kantin belakang di jam istirahat pertama. Seperti biasa, Andrea yang memesan, dan Shelly yang mencari bangku untuk mereka berdua.

Yang diteriaki melambai sambil nyengir girang. "Yohai~" Andrea pun menghampiri Shelly setelah selesai memesan. Tadi di perjalanan menuju kantin, Shelly sudah mengatakan apa yang ingin ia makan di kantin. Meski biasanya bukan makanan berat, sih!

Setelah Andrea menghempaskan pelan pantatnya di bangku sebelah Shelly, ia menatap si dewi itu dengan jurus kitty eyes-nya. "Aku ditraktir kan ini? Ya, kan?"

Tring.. Tring..! Andrea mengedip-kedipkan matanya seraya mengumbar senyum manis ke Shelly yang langsung di respon anggukan Shelly bagai kena pelet.

"Iya, oke. Umm, udah pesan apa yang kamu mau, kan?" Jawaban Shelly bagai guyuran embun surga di jiwa Andrea. Tapi bukan berarti Andrea selalu minta traktir sahabatnya. Hanya seminggu tiga kali saja, kok! Tidak berlebihan, kan?

"Yosshhaa! Kebetulan! Aku belum sarapan tadi, hehe~" Lihat, teriakan girang meluncur apa-adanya dari mulut Andrea yang mengepalkan dua tangannya ke atas. Dia sedang berada di mode lebay. "Bu Marmi, pesenanku buruan, yah... soto ayam 1, nasi 1 porsi, gorengan yang anget—tempe 2, bakwan 3, lalu es teh manis 2. Tolong cepat ya Bu! Jangan lupa pesanan bebeb Shelly juga! Tempe ama bakwan ama es teh!"

Shelly hanya bisa sweatdropped dan diam-diam menghitung lembaran di dalam dompetnya. Semoga cukup. Tak tau kenapa, saban Andrea memakai jurus tadi, ia tak bisa menolak. Berasa akan memikul dosa berat rasanya jikalau menolak. Jyaahh!

Ini juga yang aneh dari Andrea selain otak jenius keterlaluannya, yaitu senyum mautnya. Kalau Andrea sudah menebar senyum, serasa setan juga pasti akan linglung dan patuh.

Dan Andrea tau benar akan bakat spesialnya ini.

Tapi tak perlu kuatir, dia tidak menggunakannya untuk hal-hal buruk.

Omong-omong, minta traktir teman itu hal buruk atau tidak, sih?

"Sarapan kamu cuma segitu, Ndre? Nanti kurang, kamu bisa lemes, loh!." Shelly menghadapkan tubuhnya ke arah sahabatnya.

"Makanya kamu deket-deket aku yah, beb, biar aku gak lemes kurang gizi. Oke?" Kembali ia mengumbar senyum termanisnya yang dijawab anggukan kepala Shelly walau bingung.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.