Cincin Naga

Salju Kesedihan



Salju Kesedihan

0

Alice yang sebelumnya percaya bahwa dia tidak memiliki rasa terhadap Linley lagi, tetapi sekarang ketika dia melihat Linley sekali lagi, terutama ketika dia melihat wajah penuh rasa tidak percaya, rasa pedih menerpa hatinya.

"Kak Linley." Alice memanggilnya.

Wajah Linley pucat seperti kehilangan darah. Dia berdiri di tempat, terkejut, terdiam untuk waktu yang lama.

"Swish!" Sembari mengeluarkan teriakan penuh amarah, si Shadowmouse kecil, Bebe, berubah menjadi bayangan hitam dan melesat ke arah Alice dan Kalan. Walaupun, Bebe memiliki kecerdasan tinggi sekarang, dia masih seekor Magical Beast, dan masih memiliki sisi kejam dari seekor makhluk buas.

Dia bisa merasakan rasa ketidak percayaan dan keputusasaan di hati Linley. Dia berniat membalas dendam.

Tubuh bebe tiba-tiba membesar menjadi dua kali lipat tubuh aslinya, dan dalam kejapan mata tiba di depan Kalan dan Alice. Cakar tajam Bebe bersinar dengan cahaya dingin, membekukan hati keduanya. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk menghindar atau berbicara.

"Kembali!" Suara Linley tiba-tiba bergema.

Bayangan hitam, Bebe, bergetar, lalu mendarat di salju, membersihkan salju yang menempel di tubuhnya. Bebe menoleh ke Linley. "Squeak squeak!" Dia mencicit, secara bersamaan mulai berdebat secara mental dengan Linley.

Linley menggelengkan kepalanya lagi.

Bebe menatap Alice dan Kalan dengan pandangan dingin, lalu kembali. Sekali lagi secara misterius, mengecil hingga ukuran aslinya, dia berubah menjadi bayangan hitam lagi dan lompat ke bahu Linley. Hanya berdasarkan penampilan luarnya yang lucu, tidak seorangpun yang dapat membayangkan betapa mengerikannya dia.

"Huff, huff." Baru sekarang Kalan dapat bernafas. Keringat bercucuran di dahinya, dan dengan ketakutan melihat Bebe yang menempel di bahu Linley.

Alice menatap Linley. Dia mengambil nafas panjang. "Kak Linley, aku tahu sekarang perasaanmu sedang kacau. Tidak pantas bagi kita berbicara di sini. Mari kita pergi ke bar terdekat dan berbicara baik-baik. Oke?"

Linley mengangguk. Dia tidak berbicara sepatah kata pun.

….

Di Dry Road, di dalam hotel mewah, Linley dan Alice duduk saling berhadapan. Sedangkan Kalan, dia dengan cerdasnya duduk di sudut ruang, tidak berani mendekat atau mengganggu mereka. Dia baru saja lepas dari maut, serangan Bebe. Kalan benar-benar takut Linley.

Meja di hadapan Linley dan Alice terbuat dari marmer hitam. Dua cangkir anggur hangat terletak di atas meja.

Linley dan Allice saling berhadapan dalam kesunyian.

Setelah keheningan lama, Alice mengeluarkan desahan kecil. "Kak Linley, aku telah bersalah kepadamu. Selama ini, aku menolak bertemu denganmu karena hatiku belum siap. Paling tidak, aku tidak ingin kita berdua bermusuhan."

"Bermusuhan?" Di dalam hati, Linley tertawa pahit, tetapi dia tidak berbicara. Dia hanya mendengarkan Alice.

Alice melanjutkan. "Kak Linley, aku mengaku di awal aku benar-benar menyukaimu. Pernah juga terbesit pikiran kita menikah dan memiliki anak. Namun, setelah kita bersama selama ini, aku sadar bahwa kita berdua tidaklah cocok."

Linley akhirnya berkata."Tidak cocok? Alice, aku tidak hanya kagum dengan kelebihanmu, aku juga menerima kekuranganmu. Aku percaya ketika dua orang bersama, mereka harus menerima satu sama lain dan mencoba memahami pasangannya. Tidak ada pasangan yang sempurna tanpa adanya perselisihan."

Alice menggigit bibirnya. Dengan kedua tangannya, dia mengambil secangkir anggur dan meminumnya.

"Kembali ketika kita pertama kali bertemu, umurku 15 tahun." Alice berbicara setelah terdiam sekian lama ia. "Di dalam hatiku, kau adalah pahlawan yang telah menyelamatkanku, yang turun dari langit. Aku pernah berpikir bahwa kaulah bumiku, langitku, dan seluruh duniaku, tapi sekarang aku sadar bukan itu masalahnya. Disamping hal itu, urusan keluarga lebih penting."

Linley terkejut.

"Kak Linley, kau selalu enerjik, dan kau selalu bersikap baik kepadaku. Kau selalu bekerja keras. Aku harus mengakui bahwa kau sangatlah sempurna. Namun, … ini tidaklah cukup. Sebagai contoh, kali ini, ketika ayahku berjudi, dia kehilangan ratusan ribu koin emas! Namun, kali ini Kak Kalan meminta keluarganya untuk melunasi hutang ayahku sehingga masalah ini cepat selesai."

Alice melihat Linley. "Kak Linley, ini di luar kemampuanku. Walaupun ayahku adalah seorang pejudi dan pemabuk, dia masih ayahku."

"Hanya karena ini?"Linley bertanya dengan nada lembut.

"Tidak." Alice melanjutkan. "Tidak hanya ini saja. Aku sadar bahwa ternyata Kak Kalan selalu berbuat baik kepadaku. Kami bersama sejak kecil, dan selalu merasa nyaman dengannya.Namun denganmu, aku merasa bahwa kau selalu diselubungi oleh kabut. Aku tidak bisa melihatmu jelas."

"Kau adalah Mage jenius di institute Mage nomor satu seantero benua, dan ketika berumur 15 tahun, kau telah memiliki pameran pribadimu di Proulx Gallery. Mendengarnya saja , kau sangat sempurna, tapi karena kesempurnaan itu, aku tidak bisa melihatmu dengan jelas."

Suara Alice semakin lama semakin pelan. "Hal yang paling penting adalah, kita berdua selalu berada di tempat terpisah. Awalnya, aku merasa baik-baik saja, tapi lama kelamaan, aku lelah. Aku selalu terbiasa dengan hadirnya seseorang di sisiku, seperti kehadiran Kak Kalan di sisiku."

Setelah itu, Alice terdiam.

Linley juga ikut diam.

Begitulah, waktu berlalu, cukup untuk membuat anggur yang hangat berubah dingin, Linley berbicara, "Alice, apakah kau ingat apa yang kita berdua pernah katakan? Aku pernah sampaikan kepadamu, aku bisa langsung datang dan tinggal denganmu. Namun kau berkata, tidak. Kau tidak ingin mengganggu latihanku."

"Namun sekarang, kau bilang bahwa aku tidak pernah bersamamu?" Senyum penuh luka terlihat di wajah Linley.

Alice ingin berbicara, tetapi tidak ada kata yang bisa ia katakan.

Semua yang ia katakan hanyalah alasan.

Sambil melihat Alice, Linley melanjutkan, "Alice, ingatkah dirimu ketika pertama kali kita di hotel, kau bilang, kau berharap jika rasa cintaku padamu memudar, aku akan mengatakan langsung padamu dan tidak akan menyembunyikan darimu dan kau akan bersedia meninggalkanku dengan baik-baik."

Linley menahan gejolak hatinya, memaksa dirinya untuk tetap tenang. "Dulu, aku juga pernah bilang, jika kau kehilangan rasa cintamu kepadaku, aku juga berharap kau mengatakannya langsung dan tidak berbohong kepadaku. Lalu aku juga akan meninggalkanmu dengan baik-baik."

Mata Alice mulai basah.

"Tidak jadi masalah apabila kau sekarang dengan Kalan. Namun,, aku harap kau tidak menipuku. Untukmu sekarang dengan Kalan di belakangku dan tidak menjelaskan secara terbuka kepadaku, hingga membuatku terus berharap, dan membuatku menunggu lagi dan lagi… Apakah kau tahu bagaimana rasanya menunggu seseorang seperti itu?"

Tubuh Linley gemetaran. "Tanggal 29 September, adalah hari pertama kau tidak datang sesuai janji. Aku menunggumu dari tengah malam hingga subuh. Setiap menit, setiap detik, terlalu sukar untuk bersabar. Ketika aku kembali ke sekolah, aku berpikir, mungkin karena aku membuatmu marah sebelumnya. Jadi aku ingin membuatmu bahagia. Seperti seorang idiot, aku pergi membeli Memory Crystal untuk merekam semua tempat dan kegiatanku di sekitar institut. Aku harap ketika kita tidak bersapa, ketika kau merindukanku, kau bisa selalu melihatku."

"Dengan membawa dua Memory Crystal Ball, di pertengahan Oktober, aku sekali lagi hendak menemuimu, hatiku penuh dengan harapan. Tapi sekali lagi, kau tidak di sana."

"Dalam hati, aku mulai cemas. Namun aku tetap teguh. Karena aku ingat akan janji kita berdua, aku percaya bahwa bila kau akan meninggalkanku, kau akan memberitahuku. Itulah kenapa aku tetap teguh. Akhir Oktober, pertengahan November pun aku juga pergi ke rumahmu. Namun, pada akhirnya…."

Linley berdiri, menghadap Alice dengan senyum pahit. "Sekali lagi aku ke sini hari ini. Namun, aku beruntung. Kali ini, kau tidak bisa terus menipuku lagi."

Air mata mengalir dari mata Alice.

"Kak Linley-"

Linley membuka ranselnya, mengeluarkan dua Memory Crystal. Linley teringat kembali bagaimana dia pergi ke berbagai tempat di sekolah untuk merekam berbagai hal. Jika dipikir kembali, ia merasa sangat bodoh."

"Dua Memory Crystal ini, aku membawanya dari Ernst Institute ke Kota Fenlai empat kali. Tapi sekarang… mereka tidak berguna."

Linley memegang Memory Crystal di setiap tangannya. Kedua bola krital itu tiba-tiba berbenturan….

"Smash!"

Retakan dengan jumlah tak terhingga muncul di permukaan bola krital. Tangan Linley menjadi lemas, dan dua bola kristal jatuh ke lantai. "Crash!"Dengan suara yang memekakkan telinga, kedua bola ini percah menjadi puluhan bagian dan menyebar ke lantai hotel. Suara bola kristal yang pecah sangat keras hingga membuat petugas hotel menoleh dan memandangi mereka.

Alice tidak bisa membendung tangisnya lagi.

"Kak Linley, ke depannya, akankah kita masih bisa menjadi teman?" Air mata mengaburkan penglihatannya, Alice mengangkat kepalanya untuk melihat Linley lebih jelas.

Linley berdiri melihat Alice, tapi tidak menjawab pertanyaannya. Setelah sekian lama, senyum samar muncul di wajahnya. "Alice, kalau tidak salah, hubungan kita mulai pada tanggal 29 November tahun lalu. Hari ini juga tanggal 29 November. Ternyata sudah setahun penuh. Terima kasih. Paling tidak, kau telah memberikan beberapa kenangan indah."

Berbalik, Linley langsung menuju pintu keluar hotel.

Seantero hotel terdiam. Kalan, yang tadinya berada di pojok ruangan, dengan cepat menghampiri Alice. Ketika dia berlari dan menginjak beberapa bagian kristal, suara pecahan kristal kembali terdengar.

"Alice, kau baik-baik saja?" Kalan memeluk Alice erat.

Namun sekarang, wajah Alice dipenuhi oleh air mata. Walaupun berada dalam pelukan Kalan, dia masih terus melihat Linley yang semakin menjauh. Di dalam pikirannya sekarang, dia mulai mengingat kembali momen-momen yang telah ia habiskan bersama Linley, tapi Alice pun tahu….

Mulai sekarang, Linley tidak akan pernah memperlakukannya seperti itu lagi. Mungkin Linley tak akan bertemu dengannya lagi.

….

Fragrant Pavilion Road terselimuti oleh salju putih, dan terkadang terlihat bunga salju bertebaran di udara.

Berjalan di Fragrant Pavilion Road, bayangan Linley terlihat sangat kesepian. Diangkat kepalanya, menatap langit, Linley membiarkan salju menutupi wajahnya. Hati Linley bergetar. Linley mencengkeram dadanya kuat-kuat.

Hatinya terluka. Sangat dalam.

Rasa sakit menusuk hatinya!

Di pikiran Linley, satu demi satu kenangan bersamanya terlintas.

Satu set pakaian berwarna lembayung itu. Sosok cantik bak peri di bawah sinar rembulan.

Bersembunyi di sudut balkon, pembicaraan hangat dengan nada lembut.

Ketika salju, dia menyembunyikan wajah canggung di dada Linley.

Di hotel, dia berada di pelukan Linley.

….

Linley percaya bahwa suatu hari nanti dia akan bersama Alice selamanya. Namun hari ini, mimpinya telah hancur berkeping-keping. Dengan ini, hati Linley yang keras dan tegar juga hancur.

"Aaaaaaaaaaaaaaa!"

Berdiri di tengah-tengah Fragrant Pavilion Road, Linley tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan lolongan penuh penderitaan. Lolongannya seperti lolongan serigala yang terpisah dari kelompoknya, sebuah lolongan kesedihan dan keputusasaan. Semua orang di sekitar terkejut melihatnya, dan orang-orang mulai menjauhinya.

Orang-orang ini menganggapnya seperti orang idiot.

Dua sungai air mata mengaliri wajah Linley.

Idiot. Dia benar-benar idiot.

Idiot yang terlalu percaya akan janji-janji!

"Thud!" Linley secara tiba-tiba, bersimpuh penuh kesakitan, meremas dadanya dengan keras.

Kepalanya sakit. Sungguh sangat sakit, rasanya seperti ditusuk ribuan jarum.

Benar-benar sakit, hingga tangannya mulai sakit. Kesepuluh jarinya mulai hilang rasa. Linley hanya dapat meremas dadanya. Sepertinya hanya cara ini yang dipikirkannya agar rasa sakitnya berkurang.

"Haha!"

Dengan air mata mengalir di wajahnya, Linley tiba-tiba berdiri dan tertawa dengan liarnya. Ia menertawakan kebodohannya. Ia menertawakan kenaifannya.

Saat ini….

Rasa sakit di hatinya membuat Linley mulai terbatuk-batuk keras, rasanya seperti ditusuk oleh pisau. Namun, Linley terus terbatuk, saking kerasnya hingga badannya melingkar seperti ulat.

"Cough, cough!"

Dengan batuk keras, semulut penuh darah segar memerciki salju. Dengan melihat darah segar di salju, Linley langsung terpikirkan warna merahnya mirip dengan bunga mawar. Dalam pikiran Linley, dia mau tidak mau membayangkan ingatan tentang Alice yang memegang setengkai mawar merah, setahun yang lalu

"Pantulan bulan di air, bunga di cermin, dan laki-laki di mimpi. Pada akhirnya semua itu hanyalah ilusi belaka, yang berujung pada ketiadaan. Haha…." Linley mulai tertawa liar di Fragrant Pavilion Road, tertawa seperti tidak ada seorang pun di sini. Namun, tawanya terdengar penuh kesedihan….

Doehring Cowart, dengan pakaian jubah putih salju berdiri di sebelah Linley. Dia tidak berbicara apapun, hanya melihat Linley dengan tatapan kesedihan. Di dalam hatinya dia mendesah."Oh, Linley… kau memanglah seorang anak kecil."

Tahun ini, Liley baru berumur 16 tahun.

"Saudara ketiga!"

Tiba-tiba, sebuah seruan penuh gelisah terdengar. Yale, Reynolds, dan George berlari dari tempat yang tidak terlalu jauh. Tempat ini tidak terlalu jauh dari Fragrant Pavilion Road, jadi ketiganya juga sadar Linley telah berdiri di tengah-tengah jalan.Ketika melihat Linley memuntahkan darah, wajah ketiganya berubah.

"Saudara ketiga, apa kau baik-baik saja?"

"Linley."

George, Yale, dan Reynolds buru-buru menopang Linley.

Linley melihat ketiga saudaranya.Dia mengangguk kecil. "Aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku." Linley melongok ke langit. "Dulu, aku suka salju. Namun sekarang, aku merasa salju sangat menyedihkan, sangat dingin."

"Kalian tetaplah di sini. Aku mau pulang." Setelah mengatakan kata-kata tersebut… Linley menuju ujung jalan Fragrant Pavilion Road.

Yale, Reynolds, dan George saling melihat satu sama lain, mata mereka diliputi rasa khawatir. Dan kemudian, ketiganya mengejar Linley….

Hari itu, salju terus turun. Secara perlahan, bekas darah tertutupi oleh salju, tanpa bekas sedikitpun.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.