Cincin Naga

Mawar di Musim Dingin – bagian 1



Mawar di Musim Dingin – bagian 1

0

Sore itu, Linley dan ketiga saudaranya berjalan menuju sebuah penginapan. Sesuai dengan kebiasaan mereka, mereka akan pergi ke Jade Water Paradise bersama-sama.

"Bos Yale, kalian bertiga pergilah duluan tanpaku. Aku hendak berkeliling," kata Linley kepada mereka bertiga setelah meninggalkan penginapan.

Yale, Reynolds, dan George memandang Linley penuh kejut.

"Aku benar-benar tidak suka suasana Jade Water Paradise. Kalian duluan saja. Sekitar dua atau tiga jam, kita akan betemu lagi." Linley menjelaskan dan kemudian Bebe berdiri di atas bahu Linley mencicit dua kali. Secara mental, Bebe berkata," Boss, kau hendak pergi ke tempat Alice?"

Karena Bebe selalu bersama dengan Linley, tentu saja ia tahu segalanya.

Walaupun Bebe berhenti tumbuh besar, kecerdasannya setara dengan manusia remaja.

"Dasar kau…" Linley menatap Bebe dengan kesal.

"Baiklah, saudara ketiga, kau pergilah berkeliling. Namun jangan berkeliling terlalu jauh." Yale tertawa. Linley berpamitan dengan ketiga saudaranya, dan berjalan menuju Dry Road.

Kondisi Dry Road tidak terlalu ramai, justru terlihat lengang. Kedua sisi jalan terdapat berbagai macam jenis restaurant dan penginapan, kebanyakan dipenuhi oleh penduduk sekitar.

Ketika kediaman Alice sudah di depan mata, Linley melihat ke arah balkon di lantai kedua.

Kosong.

Linley menertawakan dirinya sendiri. Sejujurnya, ia sedikit berharap bahwa Alice ada di sana. Linley segera berbalik dan menuju ke bar terdekat, lalu memilih kursi dekat dengan jendela. Melalui jendela, Linley dapat melihat balkon tersebut.

"Satu botol anggur dan dua cangkir." Linley memesan.

"Baik, tuan."

Walaupun pelayan penasaran kenapa Linley memesan dua cangkir, dia urung bertanya.

"Bebe minumlah pelan-pelan." Linley menuang secangkir anggur untuk Bebe dan meletakkannya ke samping. Bebe melompat ke meja dan meniru cara Linley menikmati anggur.

Secangkir anggur di tangan, Linley menyesap perlahan sambil melihat ke arah balkon.

Lalu, keduanya, seorang laki-laki dan seekor magical beast, minum dalam keheningan, mengosongkan tiga botol sekaligus dalam waktu dua jam. Setelah membayar tagihan, keduanya pergi meninggalkan bar.

"Bos, apakah dirimu merasa kecewa?" Di bahu Linley, Bebe berkata secara mental.

Linley mengelus kepala Bebe yang mungil. Sambil tertawa, Linley memarahinya dengan, "Dasar kau bocah nakal." Kemudian Linley berjalan menyusuri jalan utama dari Fenlai City menuju Jade Water Paradise, sambil menikmati pemandangan malam.

Pada hari kedua, 30 September, Linley dan ketiga saudaranya meninggalkan kota dan kembali ke Ernst Institute. Malam itu, Alice, Kalan dan lainnya kembali ke Fenlai City.

Alasan dari 'kebetulan' ini adalah karena Ernst Institute dan Wellen Institute memiliki jadwal libur yang berbeda.

Ernst Institute memiliki jadwal libur tanggal 29 dan 30 setiap bulan, sedangkan Wellen Institute tanggal 1 dan 2 setiap bulan. Oleh karena itu, Alice sampai di rumahnya pada tanggal 30.

Sedihnya….

Walaupun Alice berdiri di atas balkon, melihat jalanan yang penuh padat, terkadang merasa senang ketika seseorang mirip dengan Linley melintas, dan pada ujungnya selalu berakhir dengan kekecewaan.

Pada tanggal 2 Oktober siang, mau tidak mau dia harus kembali ke sekolah.

….

29 Oktober, Linley sekali lagi pergi ke kota untuk mengantar tiga patung hasil kerjanya. Ketika malam, Linley pergi ke bar yang sama di Dry Road. Sekali lagi, ia memilih kursi dekat dengan jendela yang sama, memesan minuman yang sama, dan mulai minum bersama Bebe.

"Bos, sepertinya kau akan kecewa lagi." Bebe melihat ke arah Linley, mata hitam kecilnya berputar sambil berkata secara mental.

"Bukan masalah besar. Sepertinya aku tidak berjodoh." Menyandarkan kepalanya ke belakang, Linley mengosongkan secangkir anggur di tangannya. Untuk saat ini, dia dan Bebe telah menghabiskan dua botol anggur. Namun, masih saja dia belum bisa melihat sosok yang ia tunggu.

Saat ini, pelayan datang.

"Satu botol lagi…" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Linley terdiam, matanya berbinar, pandangannya fokus ke arah balkon kecil di lantai dua rumah Alice. Sesosok wanita bergaun putih tiba-tiba muncul.

"Tolong tagihannya." Linley langsung berdiri.

Pelayan yang telah memegang sebotol anggur, bingung sejenak, lalu tersadar. Setelah membayar tagihan, Linley berjalan keluar, dengan Bebe melompat dari meja ke bahunya.

Sekarang menunjukkan pukul delapan malam. Dry Road semakin gelap. Karena bukan jalan utama, sangat sedikit orang berada di jalan ini ketika malam.

"Itu Alice." Linley yakin.

"Wah Bos, akhirnya kau dapat menemui si cantik itu lagi. Haha! Apa kau senang? Apa kau gembira? Apa kau tidak sabar?" Di bahu Linley, Bebe terus mengoceh dengan gembira.

Linley tidak memperhatikan Bebe sedikit pun. Dengan lincah, dia melompat dinding Alice dan dengan dorongan tangan, dia berubah menjadi bayangan hitam dan mendarat tepat di balkon.

Sedari tadi, Alice telah memperhatikan Linley semenjak dia berlari di jalan hingga lompat ke balkon.

"Kak Linley!" Alice tiba-tiba menyadari bahwa bayangan ini adalah Linley. Detak jantungnya mendadak semakin cepat, rasa gugup melanda, wajahnya pun ikut memerah. Namun, di dalam hatinya, dia merasa sangat senang.

Terakhir kali, dia tidak sempat bertemu dengan Linley. Semenjak kedatangannya ke Wellen Institute, dia selalu bertanya ke orang-orang dan akhirnya baru tahu bahwa jadwal libur Ernst Institue adalah tanggal 29 dan 30 setiap bulan. Oleh karena itu, Alice membolos dan pulang ke rumah dua hari lebih awal.

"Kak Linley, sebuah kebetulan." Alice berkata sambil tersenyum.

Linley tertegun sejenak lalu berkata, "Alice, iya, kebetulan."

Alice pun tertawa sebelum sadar dan segera menarik Linley untuk duduk. "Cepat duduk, jangan sampai ada yang melihatmu." Linley pun duduk. Keduanya bersembunyi di sudut balkon lalu mengobrol.

Doehring Cowart muncul.

"Linley, Linley."

"Doehring Cowart, ada apa?" Linley merasa kurang senang.

Doehring Cowart tertawa keras. "Nak, jangan berbicara terlalu banyak tentang hal yang tak penting dengan gadis ini. Lebih akrablah, lebih agresif. Dasar bocah bodoh. Dari yang terlihat, Alice sepertinya tertarik denganmu juga."

"Janganlah terburu-buru." Walaupun Linley tidak takut mati, untuk saat ini, dia merasa goyah dan ragu-ragu.

"Dasar bocah bodoh." Doehring Cowart berkata tidak sabar.

Linley mulai tidak mengacuhkan nasehat Doehring Cowart, hanya berbicara dengan Alice tentang hal yang tak penting, topik sehari-hari.

Melihat keduanya, pada akhirnya, Doehring Cowart hanya dapat menggelengkan kepala dan menghilang kembali ke cincin Coiling Dragon. Ketika mengobrol dengan Alice, Linley tidak menyadari waktu berlalu begitu cepat.

"Kak Linley, kau benar-benar menakjubkan! Pasti banyak gadis yang mengejarmu di Ernst Institute, kan?" Alice mengatakan hal ini secara sengaja dengan nada kasual, tetapi mendengarnya, jantung Linley berdetak lebih kencang.

"Tidak juga, tidak juga." Ketika mengobrol dengan Alice, terkadang Linley berkata tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Bocah bodoh." Doehring Cowart berkata dalam pikiran Linley.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.