Sukacita Hidup Ini

Rombongan Diplomasi Qing Memasuki Istana



Rombongan Diplomasi Qing Memasuki Istana

0"Anak yatim yang diadopsi?" Semua orang yang berada di ruangan terkejut.     

Fan Xian menjawab dengan tenang. "Itu terjadi sudah lama. Setelah penangkapan Xiao En terjadi, Wei Utara jatuh dan dunia terjerumus ke dalam kekacauan. Shang Shanhu muncul di tempat kejadian pada waktu itu." Tentu saja, Dewan Pengawas memiliki bukti lain, kalau tidak, mereka tidak akan sampai pada kesimpulan seperti itu. Namun, di salah satu misi Fan Xian selama perjalanan ini, adalah untuk mengkonfirmasi siapa guru Shang Shanhu.     

"Tidak heran Shang Shanhu buru-buru menyelamatkan Xiao En."     

"Ini adalah sebuah masalah besar bagi Qi Utara." Fan Xian terdiam sejenak dan sedikit mengernyit. Haitang ingin Xiao En mati, Kaisar Qi ingin memenjarakan Xiao En dan mencari tahu lokasi kuil, dan Shang Shanhu ingin agar pria tua itu menjalani tahun-tahun terakhirnya dengan tenang. Ketiga faksi terkuat ini memiliki tujuan yang berbeda karena Xiao En. Situasi ini sangat menyenangkan untuk dilihat terutama bagaimana pertarungan ini akan berlangsung.     

Fan Xian juga ingin mengetahui rahasia tentang kuil, jadi dia tidak hanya akan menonton.     

Malam sudah semakin larut dan mereka sudah kelelahan dari perjalan mereka, mereka mulai bersiap-siap untuk mengakhiri kegiatan hari ini. Jadwal mereka besok telah diatur oleh beberapa pejabat yang telah ditunjuk. Lin Wen melaporkan beberapa aktivitas penting ke Fan Xian. Hal yang terpenting buat besok adalah pergi ke istana untuk menemui sang Kaisar Muda dan pergi ke Kantor Bentara Agung untuk berdiskusi tentang tahanan.     

Setelah berpikir sjenak, Fan Xian berkata, "Pergi ke istana akan dilakukan pada pagi hari. Untuk kantor Bentara Agung akan diadakan di siang hari," dia menoleh ke Lin Jing, "Aku minta tolong kepada Anda untuk menghadiri keduanya. "     

"Tuan, bagaimana dengan Anda?" Lin Jing memandang Duta Fan dengan tatapan bingung. Bagaimana mungkin kepala diplomat tidak hadir di kedua acara penting itu?     

Fan Xian menyipitkan matanya. "Aku punya masalah yang lebih penting untuk diurus." Perjanjian pertukaran tawanan terdiri dari dua kertas; satu putih dan satu hitam. Kertas hitam lebih penting bagi Fan Xian. Dia sudah mengembalikan Xiao En dan Si Lili. Selanjutnya dia harus segera mengkonfirmasi di mana Yan Bingyun berada.     

Fan Xian tidak bisa berhenti menguap saat berada di dalam kereta yang sedang menuju ke istana Kerajaan Qi Utara. Dia bukan orang yang manja yang komplain tentang kasur tidur, tapi dia benar-benar tidak tidur nyenyak semalam. Di sebelahnya, Wang Qinian dan Gao Da juga terlihat lelah. Jelas sekali bahwa setiap anggota diplomasi mengalami insomnia tadi malam.     

Ketika mereka hendak tidur tadi malam, Wakil Menteri Wei Hua dari Kantor Bentara Agung datang lagi. Meskipun dia sendiri tidak masuk ke dalam, dia mengirim banyak wanita penghibur yang cantik ke dalam kamar-kamar para pejabat Qing, hal ini membuat mereka semua terkejut.     

Fan Xian terkejut, dia tidak tahu bahwa Qi Utara memiliki tradisi seperti itu. Meskipun gadis yang berlutut di samping tempat tidurnya terlihat sangat menarik, dengan mata yang besar dan memikat, tradisi seperti itu terlalu berlebihan baginya. Fan Xian hanya meminta gadis itu untuk pergi.     

Tidak heran banyak dari mereka yang tidak dapat tidur dengan nyenyak. Namun, wanita penghibur yang memasuki kamar Lin Jing tidak keluar.     

Saat sarapan, Fan Xian dapat melihat ekspresi Lin Jing yang tidak terlihat begitu baik. Lin Jing terkejut, dia menjelaskan bahwa Kuil Honglu juga membuat pengaturan yang serupa ketika kedutaan Qi Utara datang ke ibukota Qing.     

Fan Xian menggosok matanya. Dia melihat ke arah Wei Hua, yang tampak bersemangat, dan diam-diam mengutuknya dalam hati. Rupanya pihak Qi Utara sengaja ingin melelahkan mereka.     

Fan Xian menganggap bahwa delegasi diplomasi ini ... mirip dengan perjalanan bisnis ke luar kota atau luar negeri di kehidupannya yang sebelumnya. Kereta kuda melaju dengan lancar. Dia membuka tirai kereta untuk melihat pemandangan di luar jendela. Dia telah sampai ke ibukota Qi Utara dengan penuh perjuangan dan susah payah, oleh karena itu sangat disayangkan jika dia pergi ke istana tanpa melihat pemandangan-pemandangan di ibukota.     

Fan Xian turun dari kereta dan memasuki kompleks istana. Dia tersenyum dan dengan lembut menggenggam kedua tangannya. Dia memasuki terowongan gelap yang panjang, dan di sana dia dapat melihat setitik cahaya. Cahaya itu berasal dari atap bangunan-bangunan, yang sebagian besar berwarna hitam. Pemandangan ini memunculkan perasaan yang khidmat terhadap hal-hal baru.     

Fan Xian terpukau ketika dia berhenti dan menatap istana. Sama seperti yang dia lakukan ketika pertama kali melihat tembok kota Shangjing, dia benar-benar tertegun saat itu. Seperti dugaannya, istana Kekaisaran Qi Utara berbeda dari Qing. Alih-alih luas, arsitektur istana menekankan desain yang bertingkat, memberikan kesan estetika yang rumit dan hening. Seolah-olah setiap pilar hitam menyimpan sebuah cerita tentang apa yang pernah terjadi di istana. Seluruh lorong-lorong di istana seperti menceritakan kepada para pengunjungnya, kehebatan setiap tokoh-tokoh bersejarah yang pernah berada di istana Qi Utara.     

Para anggota diplomasi semuanya terdiam. Tujuh Pengawal Macan dilarang masuk, karena mereka bersenjata. Selain Lin Wen, Lin Jing, dan Wang Qinian, hanya ada beberapa pejabat penting dari Dewan Ritus yang berjalan mengikuti Fan Xian.     

Mereka berjalan melewati jalan setapak yang panjang, melewati sungai yang mengalir, hingga akhirnya tiba di aula utama istana.     

Di luar aula terdapat penjaga-penjaga yang sedang berdiri dengan ekspresi tegas. Dari sekilas pandang, orang tahu bahwa masing-masing dari mereka setidaknya adalah petarung peringkat ketujuh.     

Tepat di depan gerbang kayu besar, tampak seorang kasim yang sedang menunggu.     

Ketika rombongan diplomasi Qing mendekat, kepala kasim membuka matanya dan dengan lemah lembut memperhatikan sekelompok kaum barbar yang berasal dari selatan ini. Dengan kuas ditangannya, dia bersenandung, "Rombongan diplomasi Qing Selatan telah tiba!"     

Suara kasim itu tidak terlalu keras, tetapi gerbang kayu di belakangnya perlahan terbuka, memperlihatkan para tamu dari selatan wajah sebenarnya dari pusat kekuatan daratan Utara.     

Aula utama istana sangat luas. Bagian atap di atas terbuat dari kaca yang sangat mahal, yang memungkinkan cahaya siang masuk dan menyinari aula, menghilangkan semua suasana suram yang biasanya dikaitkan dengan istana Kerajaan.     

Di kedua sisi aula berdiri pilar=pilar penyangga yang terbuat dari bahan yang tidak dikenal. Pilar-pilar itu dicat hitam dengan dekorasi berwarna emas; masing-masing dari mereka dihiasi dengan gambar naga yang terbang naik ke awan. Lukisan itu sangat cantik.     

Di belakang pilar terdapat tirai yang berlapi-lapis. Dari balik tirai, terlihat bayangan-bayangan orang. Entah bayangan-bayangan itu adalah milik para kasim atau gadis pelayan istana.     

Yang pertama dilihat oleh mata Fan Xian - pemandangan yang paling berkesan baginya – adalah jalan lurus yang panjang. Di kedua sisi jalan terdapat kolam air yang jernih!     

Para tamu, yang dipimpin oleh kasim, perlahan berjalan di sepanjang jalan. Para pejabat Qing yang baru pertama memasuki tempat ini bereaksi sama seperti Fan Xian; mereka terpukau — lantai tempat mereka berjalan terbuat dari batu giok! Lantai giok ini ditutupi oleh karpet indah yang lembut.     

Kedua kolam di tepi jalan terbukti merupakan fasilitas yang paling nyeleneh di aula. Terdapat sekumpulan ikan mas yang berenang-renang di air sejernih kristal ini. Bagi mereka yang memiliki penglihatan super seperti Fan Xian, mereka dapat melihat dua ikan besar di bagian terdalam dari kolam - satu hitam dan satu putih – yang sedang beristirahat di atas pasir putih dan dengan lembut menggerakkan-gerakkan ekor mereka yang anggun.     

Wakil Diplomat Lin Jing menghela nafas saat melihat pemandangan ini. "Istana yang mewah ini menunjukkan betapa besarnya kekuatan dan kekayaan yang dimiliki Qi Utara setelah mengambil alih aset Wei Utara," pikirnya dalam hati. "Tetapi pada saat yang sama, pemborosan inilah yang membuat Qi Utara lemah, yang membuat mereka kalah terus-terusan terhadap Qing. "     

Para pejabat Qi Utara berkumpul di sisi luar jalan panjang. Angin bertiup entah dari mana, membuat permukaan air di kolam riuh. Permukaan lantai di kedua sisi jalan giok terbuat dari kayu cendana. Semuanya benar-benar khidmat.     

Di depan, jauh di atas, terdapat Singgasana Naga. Di sana duduk Yang Mulia Kaisar Qi Utara, yang sedang mengamati para diplomat asing dengan rasa ingin tahu.     

Para diplomat berlutut dan berseru agar sang Kaisar berumur panjang.     

"Silahkan berdiri." Kaisar Qi Utara tersenyum, seolah-olah dia senang dapat membuat warga Qing tunduk padanya.     

Fan Xian menghela napas dalam-dalam dan bangkit, hanya untuk menemukan sepasang mata tertuju pada wajahnya. Fan Xian terkejut, dia lalu membalas tatapan mata sang Kaisar Muda yang sedang duduk di Singgasana Naga.     

Sang Kaisar Muda ini telah memerintah selama kurang dari dua tahun. Tahun ini dia berusia tujuh belas tahun; sama seperti Fan Xian. Dalam ilmu akademik, gurunya adalah putra kedua Zhuang Mohan; dalam ilmu bela diri, gurunya adalah murid kepala dari Penasihat Kerajaan Ku He. Dia menguasai kedua bidang tersebut. Dia tidak tergila-gila pada wanita, sama seperti Kaisar Qing. Dia juga merupakan orang ceria. Dia memperlakukan sang Permaisuri Janda dengan hormat, takut dan marah; dan dia adalah orang yang murah hati kepada rakyatnya.     

Hmm, sepertinya sang Kaisar Muda ini masih percaya pada hal yang disebut cinta.     

Itu semua adalah kesan pertama sang Kaisar Muda dimata Fan Xian setelah melihat penampilannya yang masih kekanakan. Tetapi dia segera menyadari bahwa sikapnya tidak sopan. Ketika penguasa suatu negara menatapnya, sebagai seorang pejabat, dia dilarang untuk menatap balik.     

Fan Xian segera menundukkan kepalanya dan terdiam. Dalam benaknya dia merasa curiga terhadap tatapan yang ambigu itu.     

Di sebelahnya, suara Lin Jing yang keras terdengar. Karena Duta Fan malas, Lin Jing, sebagai wakil diplomat, mau tak mau melakukan segala formalitas dan tugas-tugas kedutaan - dia sekarang sedang membacakan surat pernyataan yang ditulis oleh Kaisar Qing.     

Fan Xian mendengarkannya dengan tenang, meski dalam hatinya dia tahu bahwa isi surat itu hanyalah basa-basi. Hal-hal seperti persahabatan dan persaudaraan antara kedua negara bahkan tidak bisa menipu Dong'er sekalipun, wanita si penjual tahu di Danzhou. Surat yang berisikan omong kosong itu dibacakan dengan serius.     

Seperti yang seharusnya, sang Kaisar Muda Qi Utara terus mengangguk, menunjukkan persetujuan terhadap rekan-rekannya dari selatan.     

Dalam hati Fan Xian mencemoohnya, tetapi wajahnya tetap tersenyum, seolah-olah dimabuk oleh suasana persahabatan antara kedua negara. Setelah itu, para pejabat dari Dewan Ritus Qi Utara melangkah maju dan mengucapkan kata-kata sambutan. Sepertinya untuk saat ini semuanya berjalan dengan baik-baik saja.     

Tapi Fan Xian masih merasa tidak nyaman, karena dia telah menemukan bahwa, selain sang Kaisar Muda itu, sekarang semua mata tertuju padanya. Setenang-tenangnya dia, Fan Xian hanya bisa bertanya-tanya.     

Orang yang sebenarnya sedang bertanya-tanya adalah para pejabat Qi Utara. Semua orang tahu bahwa kepala diplomasi dari selatan ini tidak lain adalah Penyair Abadi Fan Xian, jadi wajar jika mereka menjadi penasaran dengan wujud bintang muda — orang yang telah mengirim Tuan Zhuang Mohan kembali ke Qi Utara dengan kekalahan — yang satu ini. Tapi anehnya, saat ini di tengah-tengah aula, Fan Xian malah tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan pembacaan surat pernyataan sang Kaisar Qing yang sangat penting diserahkan kepada wakilnya.     

Hal tersebut membuat para pejabat Qi Utara merasa semakin penasaran dengan pemuda bernama Fan Xian sang bintang muda ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.