Sukacita Hidup Ini

Mengobrol dengan sang Kaisar



Mengobrol dengan sang Kaisar

0Karena mulai merasa tidak nyaman, Fan Xian mundur setengah langkah tanpa ada yang menyadari. Dia menundukkan wajahnya dan memeriksa seisi aula dari sudut matanya.     

Tidak ada sosok orang yang luar biasa di antara pejabat Qi Utara. Yang menarik perhatian Fan Xian adalah tirai manik yang bergoyang-goyang di samping Singgasana Naga. Manik-manik itu tampak berkelap-kelip saat terkena pantulan cahaya yang berasal dari permukaan air kolam.     

Fan Xian tahu bahwa sang Permaisuri Janda – penguasa Qi Utara yang sebenarnya - ada di balik tirai itu.     

Beberapa saat kemudian, sang Kaisar Muda di Singgasana Naga menguap, menunjukkan kebosanannya.     

"Para saudara diplomatku, kalian telah menempuh perjalanan yang panjang dan sulit. Tolong beristirahatlah." sang Kaisar Muda itu membubarkan pertemuan dengan lambaian tangannya. Fan Xian berlutut dengan ekspresi tersenyum. Dia dan semua anggota diplomasi memberi hormat ke arah Singgasana Naga. Dia berencana untuk pergi menemukan pejabat Qi Utara yang berkepentingan dan membebaskan Tuan Yan.     

Tetapi semua tidak seindah itu dan muncul hal yang tidak terduga.     

"Tuan ... Fan?" Sudut mulut sang Kaisar Muda melengkung ke atas seolah sedang tersenyum. Dia memandang Fan Xian dan berkata dengan pelan, "Tetaplah di sini. Mari kita mengobrol."     

Semua pejabat yang hadir merasa terkejut ketika mereka mendengar Yang Mulia memanggil Fan Xian dengan kata "Tuan" daripada gelar resmi. Sikap yang sebenarnya tidak pantas. Namun, Fan Xian tidak peduli dengan hal itu. Dia terkejut, mungkinkah sang Kaisar Muda ini mengetahui sesuatu?     

Fan Xian bergegas untuk memberi hormat kepada sang Kaisar dihadapannya. "Karena ini adalah kunjungan pertamaku, aku tidak tahu bagaimana harus merespons. Maafkan hamba jika telah menyinggung Yang Mulia."     

"Jangan mengkhawatirkan hal itu." sang Kaisar Muda ini sepertinya orang yang mudah untuk diajak berbicara. Dia tertawa, "Aku senang dengan kehadiranmu disini. Tuan Fan, aku senang belajar banyak darimu. Aku sering membaca Antologi Puisi Banxianzhai, bahkan tutor istana di sini sering memujimu. Sekarang urusan diplomasi telah selesai untuk hari ini, aku ingin memintamu untuk menemaniku. Aku telah menantikan kedatanganmu sejak waktu yang lama. Aku bisa memandumu keliling istana. "     

Pada titik ini, Fan Xian sebagai utusan dari negara asing tidak bisa menolak. Dia merasa tertegun. Tutor istana Qi Utara adalah putra Zhuang Mohan. Karena sebelumnya Fan Xian telah mempermalukan Zhuang Mohan, bagaimana mungkin orang itu memuji dirinya?     

Para anggota diplomasi yang lainnya pergi meninggalkan aula utama, Lin Jing menatap Fan Xian dengan khawatir. Fan Xian menanggapi tatapan itu dengan sedikit mengangguk, menunjukkan bahwa dirinya akan berhati-hati.     

Setelah para pejabat Qi Utara pergi, aula menjadi terasa lebih luas. Suara ekor ikan yang menari-nari di permukaan air dapat terdengar samar, begitu pula dengan langkah kaki para gadis pelayan istana dari balik tirai manik.     

Sang Kaisar Muda duduk dengan santai di Singgasana Naga-nya. Dia meregangkan tubuhnya lalu menatap Fan Xian sambil terkikik dan melompat turun dari singgasananya. Dia mengambil handuk dari seorang kasim lalu menyeka wajahnya. Pada akhirnya, dia menepuk pundak Fan Xian, "Ayo pergi, aku ingin menunjukkan kepada Penyair Abadi dari selatan tentang istana kami yang indah ini."     

Dalam hatinya Fan Xian merasa tidak nyaman; dia tidak menduga bahwa Yang Mulia begitu kekanak-kanakan. Ketika dia hendak mengikuti sang Kaisar ini, terdengar suara batuk dari balik tirai manik.     

Kaisar Qi Utara agak terkejut. Dengan ekspresi pahit, dia berbalik dan memberi hormat ke arah tirai manik, "Ibu, aku terlalu senang karena telah bertemu Fan Xian. Maafkan ketidaksopananku."     

Seorang gadis istana membuka tirai manik. Terdengar suara yang indah dan lembut ketika manik-manik itu bertabrakan satu sama lain, seorang wanita kerajaan sedang berjalan keluar.     

Fan Xian segera menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap wanita itu secara langsung. Dia hanya melihat kaki wanita itu.     

Wanita itu mengenakan sepasang sepatu emas bersulamkan bunga sutra. Sepatu itu tampak kasual, tetapi sangat mewah.     

Yang lebih mengejutkan bagi Fan Xian adalah ada sepasang kaki lainnya di belakang sepatu emas itu yang berada di belakang tirai — di dunia ini, siapa yang berani duduk dengan sang Permaisuri Janda Qi Utara di balik tirai manik dan mendengarkan pertemuan kedutaan antar dua negara ?!     

Sepasang kaki itu mengenakan sepatu kain yang polos, yang alasnya terbuat dari tumpukan kain tebal yang biasa ditemukan di desa. Bagian atas sepatu itu berwarna hitam dan putih, dan di dekat mata kaki terdapat motif cerah. Jenis sepatu kain sering terlihat di pedesaan selama Tahun Baru, bukan hal yang lazim ditemukan di dalam istana mewah seperti ini.     

Fan Xian telah menebak siapa pemilik sepatu itu. Dia tidak peduli lagi dengan formalitas dan langsung mengangkat kepalanya. Dengan ekspresi wajah yang tenang, dia menatap ke arah Haitang, yang masih mengenakan kain bermotif di kepalanya.     

Fan Xian tidak pernah menduga bahwa Haitang keluar dari balik tirai manik itu bersama dengan sang Permaisuri Janda!     

Tatapan Haitang dan Fan Xian saling bertemu, membuat suasana di sana menjadi canggung. Namun dalam sekejap, Fan Xian memalingkan muka dan berlutut ke hadapan sang Permaisuri Janda yang berada di sebelah Haitang. "Nyonya, aku adalah duta Fan Xian. Suatu kehormatan bagiku dapat bertemu dengan anda."     

Janda permaisuri memandang Fan Xian dan sedikit mengernyit. "Bagaimana mungkin pejabat resmi Fan Xian setampan ini? Seseorang bahkan bisa mengatakan bahwa dia ini kelewat tampan. Tidak heran Duoduo datang ke istana untuk melihatnya. Jangan-jangan gadis ini ..." Dia berhenti berbicara dan mengangguk sedikit. Dia kemudian berkata kepada sang Kaisar Muda, "Haitang telah kembali. Karena kamu ingin mengajak Tuan Fan berkeliling di istana, bawa dia bersamamu."     

Sang Kaisar Muda tampak keberatan, seolah tidak ingin membawa Haitang bersamanya. Tapi karena dia tidak bisa melawan keinginan ibunya, dia tersenyum pahit dan bertanya kepada Haitang, "Kapan kamu kembali ke ibukota?"     

Haitang mengalihkan tatapan dinginnya dari wajah Fan Xian dan memberi hormat kepada sang Kaisar Muda. "Yang Mulia, aku kembali kemarin. Guruku akhir-akhir ini sedang khawatir karena ada terlalu banyak penjahat di ibu kota, jadi dia mengirimku ke istana."     

Fan Xian tersenyum masam, penjahat di Shangjing? Tentu saja, Haitang sedang menyindirnya.     

Saat mereka berkeliling istana, Fan Xian teringat idiom Cina yang sudah tidak umum dari kehidupan sebelumnya: keberuntungan seorang pria dari Qi. Karena istana ini benar-benar layak dianggap "ilahi", mereka para bangsawan Qi yang tinggal di dalamnya benar-benar telah beruntung.     

Pohon-pohon menjulang tinggi bahkan melewati tinggi banggunan. Pohon-pohon tersebut tampak seperti wanita yang sedang menyendiri dan memegang kipas kecil. Dahan-dahannya yang hijau bersandar lemah di atas atap. Bunga-bunga berserakan di tanah, seolah-olah sedang memandangi dahan-dahan di atasnya dengan perasaan hina.     

Di mana-mana selalu ada pohon. Perpaduan warna hitam dan hijau merupakan gabungan kekuatan dan kelembutan yang terlalu indah untuk dapat dinikmati sekaligus.     

Berbagai ruangan di dalam istana dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, yang semuanya dibangun di tepi gunung dengan desain yang indah. Mereka bertiga melanjutkan perjalanan sambil dilayani oleh sekelompok kasim. Mereka berjalan di jalan setapak yang panjang di sebelah sungai gunung dan naik ke lantai dua. Baru sekarang hati Fan Xian sudah mulai tenang, dia terpesona dengan pemandangan yang dilihatnya. Dalam urusan militer dan masalah keseharian, membangun istana di tepi gunung bukanlah keputusan yang bijak. Tetapi, saat melihat air jernih yang mengalir dan pemandangan di sekitarnya, Fan Xian dapat memahami alasan mengapa seseorang memilih untuk membangun istana di lokasi ini bertahun-tahun yang lalu.     

Alasannya terlalu indah untuk diucapkan.     

Sayangnya, Fan Xian bukan warga negara Qi, dia tidak memiliki keberuntungan seorang pria Qi. Dia tidak ditemani oleh dua wanita cantik, seperti para pria Qi pada umumnya. Yang menemaninya hanyalah Yang Mulia Kaisar Qi dan Nona Haitang, ahli bela diri yang terkuat di Qi untuk saat ini, yang telah mengalahkan Fan Xian hingga membuat dirinya merangkak di tanah seperti seekor anjing.     

Sang Kaisar Muda memakai jubah berwarna hitam. Di pinggangnya terdapat ikat pinggang yang terbuat dari sutra emas. Lengan bajunya lebar. Penampilannya terlihat kuno. Dengan kedua tangan di punggung, sang Kaisar Muda memimpin jalan, seolah-olah lupa bahwa dialah yang telah memaksa Fan Xian untuk tetap tinggal.     

Fan Xian dengan hati-hati mengikuti sang Kaisar, dengan sesekali melirik ke arah Haitang. Dia dan gadis itu pernah punya sedikit sejarah sebelumnya yang kurang mengenakan. Meskipun Fan Xian yakin bahwa gadis ini tidak akan berulah di istana, dia masih merasa gugup.     

Lain halnya dengan Haitang, dia sama sekali tidak melirik Fan Xian. Dia bertindak seolah-olah dia tidak pernah bertemu dan tidak pernah diracuni oleh Fan Xian, serta tidak pernah mendengar kata-katanya yang tajam.     

Fan Xian memahamisuatu hal dan tersenyum tanpa berbicara sepatah kata pun. Sesaat kemudian, sang Kaisar Muda tampak lelah berjalan. Dia menunjuk ke sebuah paviliun di depan lalu menjentikkan jarinya.     

Dalam sekejap, segerombolan kasim datang dan merapikan paviliun, mereka mengelap kursi, menyalakan dupa, dan menyiapkan teh.     

Saat berjalan ke paviliun, angin gunung datang bertiup, membawa kelembaban dari sungai. Sang Kaisar berdiri di pagar paviliun dengan tangan yang terlipat ke belakang, dia berkata dengan pelan, "Saat menepuk-nepuk pegangan tangga, bunga-bunga hutan berhembus ke pelipisku dan angin gunung mendinginkanku. Laguku yang indah memecah keheningan dan membubarkan awan di langit."     

Fan Xian menjawab, "Puisi yang bagus."     

Sang Kaisar Muda berbalik. Dengan rasa ingin tahu yang kuat, matanya yang jernih menatap Fan Xian. Sesaat kemudian, dia tiba-tiba berkata, "Di antara semua orang yang telah memujiku, kau adalah orang pertama yang melakukannya dengan santai."     

Karena merasa malu, Fan Xian melipat kedua tangannya, "Aku tidak bermaksud untuk merespon seperti itu, Yang Mulia."     

"Suatu hal yang bagus bila kau menunjukan sedikit etika, selama hal itu tidak terlalu membebanimu." sang Kaisar duduk dan meminum tehnya. Tiba-tiba dia melihat Haitang dan berkata. "Kenapa datang hari ini? Biasanya kamu tidak mau datang ke istana meski telah diundang; kamu hanya senang berkebun. Yah, kurasa ada baiknya kamu datang dan menikmati pemandangan di istana hari ini." sang Kaisar Muda ini lalu menghela napas. "Aku selalu berpikir bahwa istana ini terlalu indah, sampai pada titik di mana aku tidak ingin pergi keluar."     

Kalimat itu terdengar seperti memiliki makna lain, tetapi Fan Xian pura-pura tidak mengerti. Saat sang Kaisar mempersilahkannya, Fan Xian duduk dan meminum tehnya secara perlahan sambil bertanya-tanya mengapa sang Kaisar Muda ini memintanya untuk tinggal di istana.     

Haitang juga sedang memegang secangkir teh. Dia duduk di atas pagar paviliun sambil memandangi air yang mengalir, tampaknya dia sedang memikirkan sesuatu.     

"Fan Xian, apa pendapatmu tentang pemandangan di istana milikku ini?"     

Fan Xian agak terkejut. Sudah berapa kali Kaisar mengulangi topik yang sama ini hari ini? Setelah memikirkannya, dia menjawab, "Istana terletak di gunung, gunung ini memiliki pepohonan, ada pepohonan di dalam istana; tersusun dengan indah dan rapi. Yang paling menarik bagiku adalah fakta bahwa banyak bangunan di istana yang tampak menyatu dengan gunung. Di satu sisi, pemandangan gunung tidak mengalahkan keagungan istana. Di sisi lain, keagungan istana tidak menghilangkan keindahan gunung. Kedua hal itu memberikan rasa kesatuan antara Surga dan manusia. Aku merasa kagum terhadap keindahan dan keagungan istana Qi."     

"Eh?"     

Anehnya, apa yang dikatakan Fan Xian tampaknya telah mengejutkan sang Kaisar Qi Utara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.