Sukacita Hidup Ini

Bertarung dan Pura-Pura Bertarung di Dalam Kontes di Istana



Bertarung dan Pura-Pura Bertarung di Dalam Kontes di Istana

0Fan Xian merasa tersentuh, meskipun ekspresinya tetap menunjukkan rasa hormat. Dia menurunkan matanya untuk menghindari tatapan sang Kaisar Muda, lalu dengan gelisah melemparkan pandangannya ke salah satu sisi sang Permaisuri Janda. Wajah guru besar dan Perdana Menteri tidak menunjukkan adanya ekspresi, jadi Fan Xian kemudian menaruh perhatiannya ke arah meja di sebelah guru besar.     

Meja itu kosong; Tampaknya ada seseorang yang tidak hadir. Pada saat dia memikirkan hal ini, seseorang masuk ke aula dari koridor ke samping, dia membungkuk kepada sang Kaisar Muda dan sang Permaisuri Janda lalu duduk di mejanya, di mana pelayan istana dengan sigap menyajikan anggur kepadanya.     

Lelaki itu berpakaian serba hitam. Posturnya tinggi, ramping, dan kuat, namun tatapan matanya setenang sumur air yang sudah tua, dasarnya tidak dapat terlihat. Satu hal yang tampak paling aneh adalah rantai yang ada di pinggangnya, yang mengikat dua pisau melengkung. Ini adalah sikap yang kurang ajar!     

Fan Xian menghirup udara dingin kemudian berbalik ke Lin Jing. "Siapa itu?" Dia bertanya. "Jika orang itu bisa duduk di sebelah guru besar sambil membawa senjata ke dalam istana, dia pasti adalah pria yang hebat."     

"Orang itu adalah Lang Tao, seorang murid dari Ku He," kata Lin Jing pelan. "Dia adalah seorang komandan penjaga istana, tetapi dari yang aku dengar, beberapa tahun terakhir dia telah mengambil tanggung jawab untuk melatih ilmu bela diri sang Kaisar Muda. Dia memiliki sedikit keterlibatan dalam urusan politik."     

Fan Xian mengangguk. Dia agak terkejut ketika mendengar hal tersebut. "Jadi pria ini adalah senior Haitang di bawah Guru Agung Ku He. Pantas saja dia memiliki jabatan yang tinggi."     

Pada saat itu, tatapan Lang Tao telah mengarah ke Fan Xian.     

Fan Xian tersenyum dan mengangkat gelasnya, memperagakan gerakan bersulang terhadap Lang Tao. "Halo," dia menggerakkan mulutnya tanpa bersuara.     

Lang Tao mengerutkan kening. Entah apa yang ada dipikirannya. Beberapa saat kemudian, dia akhirnya mengangkat gelasnya dan minum bersama Fan Xian.     

"Tuan, anda harus berteman dengannya," kata Lin Jing pelan. "Sayang sekali kita akan pulang ke rumah besok lusa padahal Anda baru saja bertemu dengannya hari ini."     

Ekspresi wajah Fan Xian terlihat kecewa, tetapi, di dalam hatinya dia sedang bertanya-tanya, apakah Lang Tao mengenali dirinya atau tidak. Di saat dia merenung, Lang Tao juga sedang bertanya-tanya pada dirinya. Ekspresi wajah pejabat muda Qing itu terlihat alami dan tidak dibuat-buat. Mungkinkah dugaan Shen Zhong itu benar - bahwa lelaki berbaju hitam yang muncul di atas tebing pada saat itu adalah pengawal bayangan Chen Pingping, bukan Komisaris Fan yang berada di hadapannya?     

Fan Xian menenangkan dirinya saat pandangannya memeriksai seluruh aula istana secara seksama. "Mengapa aku tidak melihat Tuan Shen Zhong?" Dia bertanya.     

"Meskipun Tuan Shen Zhong adalah Rektor dari Komisi Disiplin, dia tidak memiliki jabatan yang cukup tinggi untuk memasuki istana," jawab Lin Jing. "Selain itu, hari ini adalah ulang tahun sang Permaisuri Janda. Dapat dipastikan bahwa dia sedang menangani semua urusan keamanan di Shangjing."     

Fan Xian mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Beberapa saat kemudian, musik mulai dimainkan, dan para penari masuk ke halaman. Cahaya yang terang tampak menghiasi langit-langit; pesta ulang tahun sang Permaisuri Janda telah dimulai.     

Pertama-tama, sang Kaisar Muda mengangkat cangkirnya untuk bersulang atas ulang tahun sang Permaisuri Janda, kemudian para menteri berlutut, mengucapkan harapan mereka agar sang Permaisuri Janda berumur panjang. Sebagai pejabat negara asing, Fan Xian berada di barisan depan. Lin Jing yang ada di sebelahnya secara diam-diam memberinya instruksi tentang apa yang harus dia lakukan agar semuanya berjalan dengan lancar.     

Para pelayan istana yang cantik mulai berdatangan membawakan minuman, buah-buahan, dan sayuran ke atas meja. Setiap kali seorang pelayan istana keluar untuk mendampingi para tamu, Fan Xian diam-diam memperhatikan mereka sambil tersenyum. Di tengah-tengah para pejabat Qi Utara, dia mau tidak mau harus menjaga sikapnya. Para pejabat Qi yang memperhatikannya merasa senang setiap kali melihat dirinya, mereka merasa bahwa pemuda berbakat ini adalah sosok yang luar biasa.     

Namun, semakin Fan Xian memperhatikan para pelayan yang cantik itu, entah mengapa Fan Xian menjadi gelisah. Sang Kaisar Muda Qi telah menghabiskan hari-harinya dengan semua wanita cantik ini, namun dia tidak menjadi sosok pemuda yang mesum. Hal ini membuat Fan Xian penasaran.     

Meskipun ulang tahun sang Permaisuri Janda tidak sama persis seperti ulang tahun para wanita tua pada umumnya, secara keseluruhan tidak jauh berbeda. Satu-satunya hal yang berbeda adalah bahwa para tamu yang hadir berkedudukan cukup tinggi, makanan dan minuman yang disajikan berkualitas lebih tinggi, dan untuk masalah hiburan pasca makan-nya ... bukan seperti yang orang akan temui di pesta ulang tahun wanita paruh baya pada umumnya. Hal ini membuat kepala Fan Xian pusing.     

Fan Xian menggosok-gosok pelipisnya. Wajahnya tersenyum hangat, tetapi di dalam hatinya, dia sudah mulai mengumpat.     

Gadis-gadis lemah lembut zaman sekarang suka mengumpat seperti tante-tante yang cerewet, dan para laki-laki yang kasar zaman sekarang suka bersikap malu-malu seperti orang genit. Para penyembelih daging babi suka memakan sayuran milik tetangga mereka, dan para pelayan tua yang belum menikah, dengan bunga di rambut mereka, suka berkeliling dan bertindak sebagai makcomblang. Semua orang-orang ini ingin mencoba untuk melakukan hal-hal yang tidak cocok dengan mereka dan tidak seharusnya mereka lakukan. Dalam istilah psikologis, perasaan akan kekurangan sesuatu seperti ini berasal dari alam bawah sadar.     

Jadi Kerajaan Qing, yang terkenal di seluruh daratan karena kekuatan perangnya, telah berada pada jalur budaya dan kesastraan di bawah kepemimpinan Kaisar saat ini. Para jenderal dan petarung ternama lainnya mulai terlibat di dalam kompetisi puisi. Selir-selir istana yang menyukai ilmu kesastraan memperoleh pengakuan dari Kaisar. Sang Pangeran Kedua telah mempelajari tulisan-tulisan klasik untuk memenangkan hati orang banyak hingga Fan Xian, sang Penyair Abadi, muncul, dan mendapatkan perhatian serta dihormati oleh seluruh sarjana yang ada di muka bumi.     

Sedangkan untuk Kerajaan Qi Utara, yang selalu dikenal sebagai pusat budaya, tengah bekerja keras untuk memperkuat kekuatan perang mereka. Mereka tidak lagi mengadakan kontes puisi, tetapi sebaliknya, yaitu kontes kekuatan. Mereka telah menyerah menggunakan kata-kata, kini mereka memilih untuk menggunakan pukulan sebagai senjata mereka. Maka dari itu, para petarung yang melemparkan pedang mereka di halaman depan markas delegasi diplomatik Qing, para petarung itu berusaha untuk menantang Fan Xian berduel, jumlah pedangnya sangat banyak hingga bisa membentang sampai Gunung Yan jauhnya.     

Saat itu Fan Xian memilih untuk menutup pintu dan tidak keluar, dia malah memilih untuk bepergian dengan Haitang, sambil terus menghindari tantangan-tantangan yang ditujukan kepadanya. Yang mengejutkannya, tepat dua hari sebelum kepulangannya ke Qing, dia mendapati bahwa dia tidak bisa menyembunyikan diri lagi, di dalam aula istana.     

"Tuan Fan, bagaimana pendapatmu dengan hal ini?" Sang Permaisuri Janda tersenyum sambil melihat Fan Xian yang sedang duduk. Meskipun kata-katanya itu adalah sebuah pertanyaan, hanya ada satu jawaban dari pertanyaan itu.     

Fan Xian sedikit merinding. Sebelumnya, seorang jenderal ternama di Qi Utara telah menyarankan pengadaan kontes. Meskipun kedengarannya baik-baik saja – saling bertukar teknik bela diri, tidak lebih - semua orang tahu bahwa Penyair Abadi tidak akan dapat menolak. Kontes ini ditujukan untuk mempermalukannya. Sang Permaisuri Janda tidak tahu mengapa sepertinya Fan Xian tidak menyukainya.     

Dia berdiri, melihat ke sekeliling ruangan, dan tertawa. "Yang Mulia Permaisuri Janda, aku bahkan tidak punya kekuatan untuk menangkap seekor ayam. Lebih baik aku tidak ikut."     

Seluruh aula tertawa. Tidak ada yang percaya dengan apa yang Fan Xian barusan ucapkan. Berita tentang dia berhasil membunuh Cheng Jushu dan mengalahkan Ye Lin'g'er telah menyebar ke seluruh daratan. Semua orang tahu bahwa dia adalah campuran terhebat antara sarjana yang berbakat dan petarung yang handal. Tidak ada yang mengira kepala duta dari selatan ini begitu penakut sekaligus pengecut.     

"Kamu terlalu rendah hati, Tuan Fan," kata sang Permaisuri Janda, wajahnya tampak tenang. Dia kemudian mengatakan sesuatu yang membuat Fan Xian tidak dapat menolaknya.     

Mata Fan Xian hampir copot ketika mendengarnya. Pantas saja bahwa dalam semua novel yang pernah dia baca di dunia lamanya tentang orang-orang yang bepergian ke dunia lain, para penjelajah antar dunia itu membawa tradisi terhormat Wei Xiaobao, dan menyebut Permaisuri Janda sebagai "pelacur tua" [1][1]. Jika dia memutuskan untuk tidak ikut saat ini juga dan kehilangan muka di depan istana kerajaan Qi, Fan Xian akan kesulitan untuk menjelaskan hal ini kepada ayahnya dan si tua pincang yang berada di Qing; belum lagi, ada kemungkinan bahwa Xinyang akan menyebarkan rumor tentang dirinya. Maka dari itu, dia mundur selangkah dan menangkupkan tangannya dengan hormat.     

Mata sang Permaisuri Janda terlihat cerah, namun sang Kaisar Muda tidak. "Menteri Fan," sang Kaisar Muda bertanya, "jika kamu merasa tidak enak badan, maka kamu tidak perlu ikut."     

Meskipun Fan Xian pernah mengobrol dengan sang Kaisar Muda beberapa kali, dia memiliki perasaan yang tidak enak tentangnya. Tetapi, ketika mendengar kekhawatiran sang Kaisar Muda terhadap dirinya, dia merasa tersentuh dengan sikapnya. "Yang Mulia," katanya, sambil mengangkat kepalanya dan berbicara dengan suara yang lantang dan jernih, "bahkan jika darahku terciprat di lantai istana, maka aku akan memberikannya sebagai hadiah ulang tahun untuk Yang Mulia Permaisuri Janda."     

Ucapannya itu dapat dinilai kurang ajar, sangat melanggar etiket, membuat suasana di aula langsung memburuk. Wajah sang Permaisuri Janda menjadi muram. Namun sang Kaisar Muda tertawa saat mendengar ucapannya. Fan Xian mungkin terlihat lemah lembut dan sabar dari luar, tetapi ketenangannya itu tetap menunjukkan tekadnya untuk menang. Kaisar Qi itu melambaikan tangan. "Cukup bicaranya. Karena ini adalah kontes, jangan terlalu berlebihan satu sama lain."     

Sang Kaisar Muda menatap dingin para menteri yang berada di aula istana. "Jika ada yang tidak yakin dapat mengendalikan kekuatan mereka, maka sebaiknya mereka tidak maju ke depan." Kata-kata ditujukan untuk orang-orang yang berniat untuk sengaja melakukan "kecelakaan" terhadap lawannya.     

Para menteri merinding. Kecepatan sang Kaisar Muda mereka dalam membaca situasi telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, sehingga kata-katanya cukup menakutkan bagi mereka. Kekuatannya telah tumbuh sampai pada titik di mana keputusannya tidak dapat diganggu gugat ... dan yang lebih aneh lagi adalah hubungannya dengan Fan Xian. Apakah dia ini adalah Kaisar mereka, atau Kaisar Qing?     

Keriuhan mulai mereda. Seorang jenderal datang dari luar aula, dia lalu membungkuk kepada sang Permaisuri Janda dan sang Kaisar Muda. "Aku, Cheng Puzhu, meminta bimbingan Tuan Fan dari Kerajaan Qing."     

Sang Permaisuri Janda sedikit mengangguk. Sang Kaisar Muda tahu betul kemampuan serta kekuatan Cheng Puzhu. Dia juga merupakan murid dari Lang Tao, mereka adalah murid dari sekte yang sama. Saat ini, dia menjabat sebagai penjaga istana. Dia mungkin telah mendengar berita tentang adanya kontes ini dan datang untuk berpartisipasi. Berdasarkan informasi dari Haitang, sang Kaisar Muda tahu bahwa Fan Xian adalah petarung bertingkat sembilan, sedangkan Cheng Puzhu hanya baru berada pada tingkat tujuh. Sang Kaisar Muda melihat ke arah Lang Tao, guru bela dirinya sendiri, dan mendapati bahwa gurunya sedang duduk dengan tenang di mejanya sendiri, wajahnya tidak berekspresi. Mengapa?     

Cheng Puzhu membungkuk sekali lagi di hadapan Fan Xian. "Tuan Fan, Anda terkenal karena bakat Anda di dalam sastra dan bela diri. Mohon bimbingan Anda."     

Fan Xian tertawa dan menatap Lang Tao. Dia tahu bahwa kontes ini diadakan bukan untuk mencari pemenang di antara mereka berdua, tetapi agar Lang Tao dapat melihat gaya bertarung Fan Xian sebelum kembali ke Qing. Semenjak Fan Xian tiba di Qi Utara, dia tidak pernah bertarung di hadapan orang lain. Tidak diragukan lagi bahwa Lang Tao masih menyimpan keraguan tentang insiden di atas tebing itu.     

Dia menangkupkan tangannya ke arah Cheng Puzhu. "Tuan Cheng?"     

"Ya?," kata Cheng Puzhu.     

"Kamu bukan tandinganku," kata Fan Xian. Dia lalu duduk.     

Seketika itu juga muncul kehebohan yang membahas kesombongan Fan Xian. Kemudian muncul sebuah suara. "Tuan Cheng, mohon bimbingan Anda."     

Cheng Puzhu mendengar Fan Xian langsung naik pitam, namun pada saat itu, seorang pengawal melangkah maju dari belakang Fan Xian. Pengawal itu berdiri di depannya, cahaya dari jendela atap menerangi seisi aula istana, dan dengan jelas menunjukkan ekspresi kebencian dari wajah pengawal yang tidak tampan itu.     

Dengan hanya satu langkah ke depan, aura Gao Da tampaknya telah mengalami perubahan besar. Sebelumnya, dia adalah pengawal yang biasa-biasa saja, yang terdiam di belakang bayang-bayang Fan Xian. Sekarang, setelah melangkah maju, dia memancarkan aura seorang Guru Agung. Tidak ada angin yang bertiup di dalam aula, namun pakaiannya tampak bergetar – dari aliran zhenqi-nya.     

Fan Xian melindungi dirinya di belakang meja, sambil duduk bersila di lantai dan memegang gelas anggurnya. Dia menyipitkan matanya untuk melihat ekspresi Lang Tao.     

Lang Tao sepertinya tidak senang dengan situasi ini. Dia sedang mengambil sayur dari piringnya dengan sumpit, tetapi Fan Xian dapat melihat bahwa dagunya bergerak sedikit ... sepertinya itu adalah anggukan setuju.     

Cheng Puzhu menarik napas dalam-dalam. Semua orang di Shangjing tahu bahwa Gao Da adalah seorang pengawal yang kuat dari delegasi diplomatik Qing. Hanya dengan satu gerakan, dia telah berhasil mengalahkan Tan Wu, anak buah Shang Shanhu. Dia adalah seorang petarung sejati!     

Tetapi pada situasi seperti sekarang ini, Cheng Puzhu tidak bisa mundur. Dia tiba-tiba berkata dengan kerasnya: "Yang Mulia, izinkan aku menggunakan pedangku!"     

Meskipun sang Kaisar Muda mengagumi Fan Xian, dia bukan orang yang bodoh. Dia tahu tanggung jawabnya sebagai Kaisar Qi Utara, dan dia juga mengagumi keberanian dan kekuatan Cheng Puzhu. "Aku mengizinkannya ..." katanya sembari mukanya tersenyum seakan memuji keberanian saudara seperguruannya. "Jenderal Cheng, berhati-hatilah. Pertarungan ini murni ajang untuk mengukur kekuatanmu. Jangan menganggap pertarungan ini sebagai aksi membela kehormatan istana kerajaan. Entah kamu nantinya menang atau kalah, kamu tetap mendapatkan pengakuanku."     

Sang Permaisuri Janda menatap putranya dengan tatapan tidak setuju, tetapi sang Kaisar Muda justru tertawa, seakan-akan dia tidak melihat tatapan tajam ibunya.     

Lin bersaudara terlihat sangat gugup. Mereka ingin segera pulang ke Qing, apa yang harus mereka lakukan dengan situasi yang seperti ini? Jika pihak mereka menang, maka Qi Utara akan kehilangan muka. Dan jika mereka kalah, maka Qing akan kehilangan muka. Meski begitu, sebagai pejabat dari Qing, negara yang terkenal kejam selama beberapa dekade terkahir, mereka juga merasa kesal saat melihat tindakan provokasi lawannya. "Tuan Gao, jangan terlalu serius melawannya," kata mereka.     

Sebelum "ajang kontes" ini dimulai, seseorang harus terlebih dahulu memenangkan perang kata-kata. Fan Xian melihat ke arah dua wakilnya yaitu Lin bersaudara dan tertawa getir. Dua orang ini lebih sombong dari dirinya, pikirnya. Dia berbalik dan menghadap ke Kaisar Qi yang duduk di Singgasana Naga. "Yang Mulia, aku memohon agar Anda memperbolehkan bawahanku ini membawa pedang masuk miliknya ke dalam istana."     

Sang Kaisar Muda tersenyum padanya dan melambaikan tangannya.     

Di luar aula, mereka sudah tahu bahwa akan ada kontes seperti ini. Hari ini adalah ulang tahun sang Permaisuri Janda, sehingga peraturan di dalam istana menjadi agak longgar, membuat sang Kaisar Muda akhirnya menyetujui permintaan Fan Xian. Para pejabat yang sedang makan di ruang samping bergegas menuju ke aula utama, sambil dengan bersusah payah menjulurkan leher mereka untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.     

Seorang kasim muda memasuki gerbang istana sambil membawa pedang panjang milik Gao Da, dia lalu menyerahkannya kepada kasim yang berada di depan istana, untuk dibawa masuk ke aula. Fan Xian merasa khawatir saat dia melihat Wang Qinian yang berada di luar pintu aula. Apakah Wang akan melakukan pekerjaan lamanya dan mencuri sesuatu dari istana?     

Sementara itu, saat Gao Da mengangkat pedangnya dengan kedua tangannya, tatapannya berubah menjadi lebih fokus. Auranya yang tadi memenuhi seisi aula telah menghilang ... Yang tersisa hanyalah dia dan pedangnya, tetapi di mata para penonton, tidak ada yang spesial dari pedangnya.     

Lang Tao meletakkan sumpitnya, saat dia melihat pedang panjang unik yang dipegang Gao Da. Dia mengerutkan keningnya, entah apa yang sedang dia pikirkan.     

Cheng Puzhu dan Gao Da saling berhadapan. Cheng Puzhu menghela napas dan perlahan-lahan menarik keluar dua pedangnya dari sarung. Suara dari gesekan yang dihasilkan memekikkan telinga.     

Gao Da masih tidak bergerak. Tubuhnya miring beberapa inci ke kanan dengan pedang di tangannya.     

Cheng Puzhu perlahan-lahan mulai menyebarkan zhenqi-nya, menyalurkannya ke pergelangan tangannya. Dia merasa seolah-olah tangannya menjadi satu dengan kedua pedangnya. Dia kemudian mengangkat kedua pedangnya. Dia adalah murid dari Lang Tao, anggota sekte Ku He, dan meskipun dia masih berada di tingkat 7, ajaran yang telah dia dapatkan selama ini membuatnya percaya diri. Lawannya mungkin adalah orang yang sombong dan keras kepala, tapi dia tidak.     

Kilatan cahaya dari kedua pedangnya tampak seperti salju!     

Jarak di antara mereka berdua hilang dalam sekejap, seolah-olah tidak pernah ada. Cheng Puzhu muncul tepat di depan Gao Da. Jarak diantara kedua pria itu dekat; muka ke muka, badan ke badan!     

Pedangnya yang melengkung menggantung ke bawah dengan aneh, Cheng Punzhu dengan cepat mengangkatnya tinggi-tinggi dan mengarahkannya ke bahu kiri Gao Da!     

Jarak di antara kedua pria itu terlalu dekat. Bahkan pedang melengkung Cheng Puzhu hanya bisa menggantung ke bawah, menusuk dengan cara yang tidak menentu. Gao Da tidak dapat menghunuskan pedangnya yang panjang, dan kalaupun bisa, dia tidak akan bisa menggunakannya di celah yang sempit seperti ini.     

Cheng Puzhu memang merupakan seorang murid dari sekte yang luar biasa, dalam waktu singkat, dengan mengandalkan penilaiannya terhadap senjata lawannya, dia telah memikirkan rencana untuk menaklukkan musuhnya.     

Para menteri Qi terkejut. Tampaknya sebentar lagi mereka akan menyaksikan darah menyembur keluar dari bahu Gao Da.     

Fan Xian mengerutkan kening. Dia tidak mengira bahwa serangan beruntun Cheng Puzhu akan secepat kilat.     

Segera setelah itu terdengar suara tidak enak di telinga, ada suara sesuatu yang pecah, dan erangan seseorang. Sang Kaisar Qi, sang Permaisuri Janda, dan semua menteri yang berkumpul di luar, terkejut ketika mereka mendapati sesosok makhluk terbang melintasi ruangan!     

Cheng Puzhu jatuh ke tanah, wajahnya berlumuran darah. Sepertinya dia telah menderita luka yang cukup serius!     

Para penonton menduga bahwa Gao Da telah menggunakan zhenqi-nya untuk melontarkan Cheng Puzhu dengan paksa. Mereka yang melihat itu merasa keheranan. Hanya seorang Guru Agung, atau mungkin petarung tingkat sembilan yang sangat hebat yang dapat melontarkan petarung tingkat tujuh seperti itu hanya dengan zhenqi-nya ... Namun yang lebih mengejutkan lagi, Gao Da hanyalah seorang pengawal!     

Hanya mereka yang memiliki kemampuan bela diri yang cukup hebat, yang tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Saat Cheng Puzhu menurunkan pedangnya, Gao Da tidak menarik keluar pedangnya, dia justru menjatuhkan pedang panjangnya ke bawah!     

Gagang pedangnya berdiameter sekitar satu inci, dan gagang ini telah mengenai ujung pedang melengkung milik Cheng Puzhu!     

Panjang pedang Gao Da hampir sama dengan tinggi tubuh seseorang, dan dia meletakkannya secara vertikal, dengan gagangnya di sebelah atas.     

Jadi ketika ujung pedang melengkung menghantam gagang pedang milik Gao Da, seluruh kekuatan dan zhenqi Cheng Puzhu menghantam ke lantai, dengan menggunakan pedang milik Gao Da sebagai perantaranya. Gao Da tetap tidak bergerak,saat menyaksikan serangan Cheng Puzhu bertabrakan dengan tanah.     

Bahkan seorang Guru Agung sekalipun, tidak akan dapat melawan kekuatan bumi.     

Dalam sekejap, Cheng Puzhu terkena tekanan yang dahsyat dari ujung pedangnya sendiri, membuatnya kesulitan bernapas.     

Kemudian Gao Da menyarungkan pedangnya dan menangkupkan tangannya. Dia berbalik ke kiri, lalu memukul rahang Cheng Puzhu dengan sikunya. Pukulannya yang kuat itu berhasil merontokkan gigi lawannya, membuat darah berceceran di lantai. Dia ini adalah Gao Da yang menahan diri; jika dia bertarung dengan serius, Cheng Puzhu pasti sudah mati.     

Cheng Puzhu bukan kalah dengan Gao Da, dia telah kalah dengan lantai istana ini.     

Para kasim segera datang untuk merawat luka Cheng Puzhu. Gao Da membungkuk dalam-dalam kepada sang Kaisar Muda dan sang Permaisuri Janda, melepaskan pedang panjang yang tersarung miliknya, dan kembali ke belakang Fan Xian. Terdengar suara retakan, lantai batu tempat mereka bertempur mulai terbelah sedikit demi sedikit. Semua orang di aula akhirnya menyadari bahwa serangan Cheng Puzhu disalurkan ke lantai melalui pedang panjang milik Gao Da. Kekuatan macam apa itu?     

Para tamu mulai saling mengobrol setelah melihat kecepatan reaksi Gao Da terhadap situasi hidup mati tersebut, meski tidak ada banyak hal yang dapat dibicarakan.     

Saat melihat ekspresi wajah para pejabat Qi Utara, Fan Xian tertawa dengan sombong. Di mata para penonton, tawanya adalah tawa yang jahat. Fan Xian menawarkan cangkir minuman miliknya kepada Gao Da yang ada di belakangnya.     

Gao Da merasa terpana. Dia mengambil cangkir itu dan meminumnya dalam sekali teguk. "Terima kasih atas anggur Anda, Tuan, dan atas arahan Anda." Tidak jelas arahan apa yang telah diberikan Fan Xian kepadanya.     

Fan Xian tersenyum. "Kamu seharusnya berterima kasih kepada sang Permaisuri Janda untuk itu ..."     

Sebelum Fan Xian selesai berbicara, dia menyadari bahwa aula istana menjadi hening, termasuk para pejabat dan kasim yang ada di luar ikut hening ... saat itulah Fan Xian menyadari bahwa Lang Tao sedang berbicara.     

Lang Tao tersenyum pada Fan Xian. "Reputasimu dalam menggunakan trik-trik kecil bukan rumor belaka, Tuan Fan. Aku tidak menduga bahwa pengawalmu juga ahli dalam hal itu." Setelah mengatakan ini, dia berdiri, melepas pakaian luarnya dan memberikannya kepada pelayan istana, memperlihatkan dua pisau melengkung di pinggangnya.     

Terdengar suara dengungan rendah di aula.     

Sang ahli petarung Lang Tao telah melangkah maju! Dia adalah murid Ku He dan guru bela diri Yang Mulia Qi Utara. Para menteri Shangjing tidak pernah melihatnya bertarung sejak bertahun-tahun yang lalu, dan mereka tidak menduga bahwa dia akan membuat pengecualian untuk orang selatan.     

Para pejabat yang berkumpul menatap Lang Tao dengan tatapan penuh semangat. Karena status Lang Tao tinggi, mereka tidak berani mengatakan sepatah kata pun.     

Fan Xian tidak menunggu Lang Tao melangkah maju, dia spontan tertawa dan melambaikan tangannya. "Aku tidak akan dapat menandingimu." Sebelumnya, dia telah mengatakan bahwa Cheng Puzhu bukan tandingannya, dan sekarang dia mengatakan bahwa dia bukan tandingan lawannya. Bagi para penonton utara, sikapnya itu dinilai jujur ​​dan terus terang.     

Lang Tao tertawa. "Kita hanya akan tahu pasti setelah kita bertarung."     

Jantung Fan Xian berdebar kencang. Dia tahu bahwa jika dia bertarung dengan Lang Tao, pertama, dia tidak akan bisa menggunakan crossbow dan racun-racun tersembunyi miliknya, tanpa alat-alat itu dia benar-benar bukan tandingan Lang Tao. Kedua, jika Lang Tao tahu bahwa dia adalah orang yang bertarung dengannya di tebing, mengingat bahwa Ku He tidak ingin rahasia mengenai kuil terungkap, dapat dipastikan hidupnya akan berakhir.     

Dia mengerutkan kening. Namun, dia tahu bahwa menantang seseorang berstatus tinggi seperti Lang Tao akan membawa kehormatan besar bagi Qing. Dia tidak dapat mengirim Gao Da maju untuk menggantikannya lagi. Dia menguatkan diri dan bersiap untuk melakukan ajang kontes ini. Tepat pada saat itu, dia mendengar suara. "Kakak, aku akan melakukannya."     

Fan Xian senang. Sangat senang.     

Orang-orang Qi Utara yang hadir juga merasa senang.     

Haitang berjalan perlahan keluar dari belakang sang Permaisuri Janda, lalu membungkuk sedikit kepada Lang Tao. "Kakak, izinkan aku."     

Lang Tao menatapnya dengan tatapan hangat. "Baiklah, Haitang ... tapi waspadalah terhadap ... taktik-taktik Tuan Fan."     

Haitang membungkuk pada sang Permaisuri Janda dan sang Kaisar Muda. Dia tidak mengatakan apa-apa, dan hanya berjalan ke Fan Xian. "Apakah kamu siap?" Dia berkata sambil tersenyum.     

"Kenapa tidak?" Tak satu pun dari mereka merasa bahwa percakapan mereka kekanak-kanakan.     

Tentu saja, baik kerumunan penonton maupun anggota delegasi Qing tidak menyadari adanya kejanggalan. Semua orang sudah tenggelam dalam suasana petarungan ini sehingga bisa dikatakan bahwa hasil dari pertarungan ini bukan lagi ajang pembuktian terhadap reputasi masing-masing negara - mereka hanya ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.     

Dari kubu Qing, seorang Penyair Abadi, yang terambil dalam ilmu kesastraan dan bela diri, yang telah menjadi Komisaris Dewan Pengawas pada usia yang bahkan belum genap 20 tahun: Fan Xian.     

Dari kubu Qi, seorang petarung tingkat kesembilan atas, murid termuda Ku He, seorang Tianmai yang melegenda, yang diyakini oleh banyak orang bahwa dia adalah calon Guru Agung kelima: Haitang.     

Keduanya adalah sosok pemuda yang paling berpengaruh di dalam generasi mereka; bahan pembicaraan di setiap kota. Mereka sering terlihat berjalan-jalan di sepanjang jalanan di Shangjing, tampaknya mereka saling menghargai kemampuan mereka satu sama lain; dari sudut pandang tertentu, hal itu menunjukkan bahwa mereka adalah golongan khusus berbeda dengan yang lain.     

Di mata orang banyak mereka seperti sepasang sejoli.     

Tidak jelas berapa lama waktu telah berlalu. Berdiri di ambang pintu, Wang Qinian menguap saat memperhatikan dua petarung muda itu. "Siapa yang mereka coba bodohi?" dia bergumam pada dirinya sendiri.     

Seorang kasim yang berdiri di sebelahnya tiba-tiba marah. "Pertarungan palsu di aula! Nona Haitang, bagaimana bisa kamu mengecewakan para penonton?"     

"Kamu telah mengambil uang penonton," kata Wang Qinian, dengan kesal. " Kontes ini ditujukan sebagai pertunjukan, jadi apa salahnya jika pertarungan itu palsu? Ketika kamu mempertimbangkan siapa mereka berdua sebenarnya, bahkan sang Kaisar sekalipun mungkin merasa terlalu malu untuk mengeksposnya sebagai pertarungan palsu."     

[1] Wei Xiaobao adalah karakter dalam The Deer and the Cauldron karya Jin Yong, seorang birokrat penjual kendaraan beroda yang berhasil mengekspos seorang penipu yang telah menyamar sebagai seorang Permaisuri Janda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.