Sukacita Hidup Ini

Mencuci Pulau



Mencuci Pulau

0Pada dini hari, sebuah batu besar dan karung goni di dermaga pada tepi kota Suzhou menghilang. Semua orang dapat mendengar suara percikan air dari benda berat yang tenggelam ke dalam sungai. Segera setelah hal itu terjadi, ada desas-desus tentang selir ketiga tuan muda Ming yang pulang ke Quanzhou untuk mengunjungi keluarganya. Tidak ada yang tahu kapan dia akan kembali.     

Dalam kabut pagi kelabu yang sama, jauh di sebuah pulau di tengah laut di dekat Quanzhou, sekelompok burung pemakan daging yang buas, yang bersembunyi di balik cahaya fajar, turun dengan cepat dan menembus lapisan awan. Mereka mendarat di permukaan pulau, memenuhi permukaan tanah dengan padat. Burung-burung itu dengan rakus menundukkan kepala mereka dan menggunakan paruh tajam mereka yang berlumuran darah untuk terus menerus merobek sesuatu. Saking banyaknya burung, pertarungan memperebutkan makanan itu terlihat kejam. Dalam waktu singkat, burung-burung mulai berkelahi dan saling menyerang satu sama lain untuk mendapatkan makanan. Untuk sesaat, bulu-bulu mereka beterbangan dengan kacau di tengah-tengah cahaya fajar, diringi dengan percikan darah dan cuilan daging.     

Makanan yang sedang mereka perebutkan ini bukanlah anak ayam dan telur penyu yang biasanya mereka nikmati, melainkan tubuh seorang manusia.     

Seluruh pulau, pada saat ini, dipenuhi oleh bangkai manusia. Bau besi darah memenuhi langit. Untungnya, hawa udara di awal musim semi masih dingin sehingga bau busuk bangkai tidak terlalu kuat. Meski begitu, semua potongan tubuh ini masih mampu menarik perhatian burung-burung bangkai dari jarak ratusan li.     

Perjamuan yang luar biasa.     

Struktur pulau samar-samar masih dapat terlihat, tetapi jejak-jejak keberadaan manusia sudah lama hilang. Mata mayat itu tampak terbuka. Kedua bola mata tanpa kepala yang tidak bisa bergerak itu hanya bisa menyaksikan adegan kematian. Sepertinya mata itu tidak menyangka akan ada yang datang ke pulau ini dan membunuhnya.      

Dengan suara pekikan, seekor burung secara akurat mematuk salah satu bola mata itu. Paruhnya menyapit bola mata yang berdarah, dan ia pun memutar lehernya sebelum bergegas menundukkan kepalanya lagi, seolah-olah takut burung lain akan merebut makanannya. Dia melebarkan sayapnya dan pindah ke lokasi yang berbeda. Setelah bersembunyi di balik batu, burung itu mulai makan. Tetapi dia menyadari bahwa memakan bola mata ini agak sulit. Bola mata itu tersangkut di tenggorokannya, dan burung itu menjadi panik.     

Di sebuah pulau yang penuh dengan bangkai manusia, dengan daging yang berserakan dan memperlihatkan tulang-tulang putih, organ-organ robek, bercak darah, dan sekumpulan burung yang saling menari dan berebut makan, aura kematian dan horor meresap ke lautan.     

...     

...     

Sebuah tangan, dengan lemah dan kesulitan menarik bangkai-bangkai mayat di atasnya dan dengan hati-hati mengusir burung-burung bangkai yang menjengkelkan di sekitarnya. Sepasang mata mengintip dengan cemas melalui celah. Setelah memastikan bahwa pasukan tentara di kapal telah pergi, barulah bajak laut ini, yang baru saja berhasil lolos dari kematian, memanjat keluar dari balik mayat rekan-rekannya dengan hati-hati dan dengan gentar.     

Lelaki itu memiliki luka di pundaknya, dan darah serta dagingnya terlihat. Jika bukan karena identitasnya, yang memungkinkannya untuk dapat segera merasakan aura membunuh para prajurit dan berpura-pura mati dan menggunakan tubuh rekan-rekannya untuk menyembunyikan diri, mungkin dia sudah mati sejak lama.     

Para prajurit yang datang ke pulau itu adalah teman bajak laut satu ini. Tetapi pembunuhan itu terjadi secara tiba-tiba, dan mereka menyerang dengan kejam yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Mungkin belum sampai semua orang di pulau itu meninggal sebelum akhirnya pemimpin bajak laut itu menyadari bahwa keluarga Ming telah datang untuk membungkam mereka.     

Pria yang selamat ini memiliki kulit yang gelap. Jelas bahwa dia telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di laut. Penampilannya biasa, ekspresinya tegar, dan matanya agak sipit. Setelah mengalami musibah ini, dia tampak panik. Dia terengah-engah dan duduk di antara tubuh rekan-rekannya, sambil berusaha menenangkan diri. Dia merobek pakaian dari mayat rekannya di sampingnya dan dengan erat mengikatkannya di lukanya, kemudian dia bangkit berdiri untuk mencari air bersih dan makanan.     

Ketika para pasukan pergi, mereka mengira bahwa semua bajak laut telah mati, sehingga mereka tidak menghancurkan sisa air bersih dan makanan. Dengan demikian, bajak laut itu mempunyai kesempatan untuk bertahan hidup.     

Setelah sebagian semangatnya pulih, langit pun tampak semakin cerah.     

...     

...     

Menghadapi matahari terbit di atas lautan, pria itu perlahan duduk di dermaga, menonton sekelompok burung yang terkadang mendarat ataupun terbang. Dia memandang tubuh teman-teman yang telah dia kenal selama bertahun-tahun dan penampakan tragis mereka setelah kematian. Bibirnya mulai memutih, tetapi dia berusaha menahan diri untuk tidak muntah. Sebaliknya, dia menjulurkan tangannya, mengambil sebotol air bersih dan meneguknya ke dalam mulutnya yang kering.     

Orang-orang yang mati itu semua adalah temannya, tetapi dia tidak mau mengubur mereka. Pertama, ada terlalu banyak orang yang mati, dia tidak akan sanggup mengubur semua mayat ini sendirian. Kedua, sebagai bajak laut, jika mereka tidak bisa dimakamkan di laut, dibawa ke langit oleh burung-burung bangkai ini juga bukanlah hal yang buruk. Ketiga, para bajak laut ini telah melakukan banyak hal yang mengerikan dalam hidup mereka. Hal-hal seperti membunuh dan memerkosa adalah hal yang biasa mereka lakukan. Sekarang mereka telah dibunuh dan diubah menjadi makanan burung, ini adalah semacam karma.     

Dia adalah Qing Wa'er dari Quanzhou. Latar belakang keluarganya adalah rakyat biasa, dan kemampuan yang dimilikinya juga biasa saja. Dia telah menghabiskan bertahun-tahun dengan hidup di laut sebagai pelaut. Sekitar tahun lalu, kapal besar tempat dia tinggal ditangkap oleh bajak laut. Entah bagaimana dia berhasil bertahan hidup dan bahkan bergabung dengan bajak laut tersebut. Dia mulai berteman dengan para perompak dan melakukan beberapa hal yang sangat buruk di lautan di luar Quanzhou.     

Bajak laut di pulau ini adalah kelompok bajak laut terbesar, tetapi ada yang aneh. Mereka tidak memiliki banyak bisnis, dan pemimpinnya tampaknya sengaja menyembunyikan gerakan kelompok mereka. Setelah berada di pulau ini selama setengah tahun, Qing Wa akhirnya mengetahui bahwa bisnis utama di pulau itu adalah untuk menangkap kapal barang yang dikirim keluarga Ming ke arah Laut Barat.     

Setiap kali mereka menangkap sebuah kapal, mereka tidak pernah membiarkan seorang pun hidup, terutama para pejabat yang bertanggung jawab untuk mengawal barang.     

Hanya dalam setengah tahun, karena sifatnya yang tenang dan dingin, Qing Wa menerima penghargaan dari pemimpinnya dan menjadi bos kecil di antara kaum perompak. Dia mulai secara bertahap belajar lebih banyak dan lebih detail, dan memiliki kesempatan untuk berhubungan dengan beberapa hal yang sangat penting. Sangat disayangkan bahwa sekelompok pelaut yang kuat telah menemukan pulau kecil mereka dan dengan kejamnya membunuh semua orang di pulau itu.     

Cahaya matahari yang terbit menyentuh wajahnya, tetapi cahaya itu tidak terasa menyegarkan karena saat ini dia sedang dikelilingi oleh mayat dan darah. Tenggorokan Qing Wa tergagap beberapa kali. Dia mengenali seorang perompak yang berada tidak jauh darinya, yang kakinya sedang dimakan oleh burung-burung bangkai. Itu adalah Cai Zi, rekannya yang tinggal di gua yang sama dengan dirinya.     

Mata Qing Wa berkedip dengan lemahnya, dan dia pun bangkit berdiri dengan susah payah. Dia berjalan ke sisi mayat Cai Zi dan menggunakan tongkat kayu di tangannya untuk mengusir burung-burung sialan itu. Dia melihat tubuh Cai Zi dan terdiam untuk sementara waktu. Pada akhirnya dia secara perlahan mengatakan, "Jika aku berhasil kembali dengan selamat, aku akan menjaga ibu dan ayahmu dengan baik."     

Setelah mengatakan ini, dia melemparkan tubuh temannya itu ke bawah dan berjalan melewati dermaga lalu menuju ke jalan kecil yang tersembunyi yang menuju ke arah lain. Kapal-kapal di pulau itu semuanya tenggelam, tetapi pemimpin perompak memiliki sebuah perahu cadangan. Dia bertanya-tanya apakah perahu kayu itu masih ada di sana.     

Qing Wa tidak berjalan dengan cepat namun langkah kakinya tegas. Dia harus segera keluar dari pulau itu. Meskipun dia telah selamat, laporan intelijen belum dikirim. Komisaris seharusnya sudah mulai merasa cemas.     

Saat dia berjalan, dia mengusap air matanya dan menahan keinginannya untuk melihat ke belakang. Meskipun para bajak laut yang ada di belakangnya telah melakukan banyak dosa, dia telah berinteraksi dengan mereka selama setengah tahun. Bahkan seseorang dengan hati yang dingin seperti batu juga memiliki perasaan.     

Api bernama amarah meluap di dalam dada Qing Wa. Dia sudah nyaris menemukan bukti bahwa keluarga Ming telah berkolusi dengan bajak laut ... pasukan semalam adalah petarung-petarung yang kuat, siapa sebenarnya mereka? Karena mereka datang ke pulau untuk membungkam semua orang, pasti ini adalah ulah seorang petinggi angkatan militer untuk dapat memerintahkan para pelaut yang kuat. Apakah ini ulah keluarga Ye? Dia tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan, dia hanya bisa berharap untuk segera melaporkan ini ke Suzhou.     

Qing Wa yang sedang menangis ini adalah satu dari lima gagak Dewan Pengawas di luar divisi inspeksi yang ada di Quanzhou. Dia adalah mata-mata yang pernah melapor kepada Fan Xian tentang hubungan antara keluarga Ming dan bajak laut.     

Beberapa ratus li dari pulau ini, di luar Suzhou, di dalam Taman Ming yang tampak indah dan tidak bisa disentuh oleh napas dunia sekuler itu, terdapat kepala keluarga Ming yang sekarang, Ming Qingda. Dia dengan hormat berdiri di depan sebuah kursi dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang yang duduk di atas kursi itu.     

Di kursi itu duduk seorang wanita, seorang wanita tua.     

Bahkan di hadapan Putri Sulung, Ming Qingda tidak perlu bersikap sopan dan diam. Tetapi di depan wanita tua ini, dia perlu menundukkan kepalanya, karena wanita tua ini adalah pemegang kekuasaan sejati dalam keluarga Ming, istri dari kepala keluarga sebelumnya — ibu kandungnya.     

Jika bukan karena kekejaman wanita tua ini — orang yang telah meracuni selir yang sangat dicintai suaminya, dan orang yang telah mengusir Ming ketujuh dari rumah setelah suaminya sudah tiada, bisnis keluarga Ming yang besar ini mungkin sejak dulu sudah jatuh di tangan orang itu. Apa yang akan didapatkan Ming Qingda?     

Setiap kali Ming Qingda melihat ibunya yang sudah lanjut usia, dia tidak pernah bisa memikirkan kata-kata "terdepan dari segi usia dan kebajikan," dia malah memikirkan kata-kata, "menjadi tua dan tidak mati adalah untuk menjadi hama." Tubuh adiknya, Ming ketujuh, mungkin saat ini sudah tinggal tulang belulang di suatu tempat, bukan? Meskipun dia merasa tenang saat memikirkan ini, dia juga merasakan ketakutan di dalam hatinya. Selama wanita tua ini masih hidup, dia tidak bisa dianggap sebagai pemimpin sejati keluarga Ming.     

"Kamu bergerak terlalu lambat," kata Nyonya besar keluarga Ming dengan suara dingin dan tanpa ampun. "Jika kamu ingin membersihkan diri, kamu seharusnya sudah mulai mengambil tindakan dua tahun yang lalu."     

Ming Qingda dikenal sebagai sosok yang pintar oleh semua orang, kalau tidak, dia tidak akan bisa mengendalikan industri besar-besaran milik keluarga Ming. Namun, di depan ibunya, dia dimarahi dengan kasar. Wajahnya memerah dan dia mengerutkan alisnya. "Kenapa dua tahun lalu?"     

"Karena dua tahun yang lalu, Istana telah memutuskan untuk menikahkan Fan Xian dengan Lin Wan'er!" Hawa dingin melintas di mata wanita tua itu saat dia berbicara dengan penuh kebencian.     

Wajah Ming Qingda tampak penuh hormat, tapi dalam hatinya dia sedang memikirkan sesuatu yang lain. Bahkan jika saat itu mereka tahu Fan Xian akan datang ke Jiangnan untuk mengambil alih perbendaharaan istana, siapa yang tahu bahwa dia adalah anak haram sang Kaisar? Siapa yang tahu bahwa dia adalah keturunan keluarga Ye? Siapa yang tahu bahwa dia akan mengendalikan Dewan Pengawas? Wanita tua ini sepertinya benar-benar kacau.     

Wanita tua itu memarahinya, "Jika aku tidak meminta bantuan militer kali ini ... jika Dewan Pengawas menemukan pulau itu, mengingat sifat Fan Xian, apa yang akan dia lakukan padamu?"     

Ming Qingda tersenyum dingin dan terdiam di dalam hatinya, tetapi wajahnya penuh hormat ketika dia menjawab, "Aku telah membuat ibu khawatir, aku anak yang tidak berbakti."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.