My Husband from My First Love

Rasakan itu!



Rasakan itu!

1Nyonya Vivian merasa sangat terkejut.     

Mobilnya tiba-tiba dihentikan secara mendadak.     

Kebetulan jalan itu terlihat sangat sepi dan jarang ada pengendara yang melewati jalan itu.     

Sebenarnya jalan itu bukan benar-benar sepi tapinl sudah diatur oleh pengawal kakek Wijaya untuk memuluskan rencananya.     

Nyonya Vivian berteriak kepada supirnya.     

"Hei, ada apa ini? Kenapa mobil kita tiba-tiba berhenti?!"     

Supir pun langsung ketakutan karena nyonya Vivian telah memarahinya.     

"Sa … saya minta maaf nyonya. Didepan tiba-tiba ada mobil yang menghalangi jalan kita," ucap supir itu dengan suara gagap. Kakinya gemetar karena dia melihat beberapa orang berpakaian hitam turun dari mobil yang menjaga mereka dan berjalan mendekatinya saat ini.     

Nyonya Vivian yang sedang marah pun langsung mendadak bungkam saat kaca mobilnya diketuk oleh orang-orang yang memakai pakaian hitam itu.     

Tok … tok … tok ….     

Suara kaca diketuk pun terdengar dan semakin lama suara itu semakin kencang saja.     

Supir itu pun akhirnya membuka kaca mobilnya.     

"Se ... Selamat siang pak! Ada yang bisa saya bantu?" ucap supir itu dengan bibir sedikit gemetar.     

Ketiga pria yang memakai pakaian hitam terlihat sangat menyeramkan dan matanya menatap kearah nyonya Vivian.     

"Suruh keluar wanita tua yang ada didalam itu!" Perintah salah satu pria yang memakai pakaian hitam kepalanya botak dan terlihat sangat licin.     

Nyonya Vivian merasa terkejut, dia menggelengkan kepalanya dan hendak menelpon seseorang. Namun baru saja dia mau meminta pertolongan ada tangan besar yang bisa membuka pintu mobilnya dengan mudah dan langsung merebut ponselnya dari tangannya saat ini.     

"Ahhhh … apa yang kamu lakukan?!" Teriak nyonya Vivian dengan membentak namun hatinya merasa sangat ketakutan.     

"Ayo cepat keluar! Kamu tidak diizinkan untuk membuat sebuah panggilan!" Bentak pria botak itu dan langsung menarik paksa tangan nyonya Vivian.     

Nyonya Vivian langsung keluar dari mobil dan terjatuh ke tanah.     

"Ahhhh ... Apa yang kalian lakukan padaku? Apakah kalian tidak tahu siapa saya? Saya Vivian istri dari Mark Alexander, jika kamu berani macam-macam. Aku akan membuat kalian menyesal seumur hidup!" Teriak nyonya Vivian, dia masih saja terlihat sangat sombong.     

Ketiga pria itu hanya bisa tertawa keras dan tiba-tiba mengeluarkan pisau.     

"Oh ya! Tapi kami tidak takut sama sekali!" Ucap salah satu pria yang rambutnya disisir rapi. Dia mendekati Vivian dan menaruh pisau di lehernya.     

"Nyonya yang sombong. Saat ini kamu tidak akan bisa bersikap sombong dan berteriak seenaknya seperti tadi. Karena nyawa anda kini berada ditangan kami," ucap pria itu sambil tertawa terbahak-bahak dan kedua temannya juga ikut tertawa terbahak-bahak.     

Mereka sengaja seperti itu karena kakek Wijaya lah yang menyuruh mereka bertingkah seperti preman.     

Nyonya Vivian hanya bisa menggertakan giginya dan menahan rasa takutnya. Dia takut dibunuh oleh ketiga orang yang mengerikan ini, supirnya pun hanya bisa duduk didalam mobil karena dia dijaga oleh rekan mereka yang satu lagi. Dia mengawasi supir itu agar tidak menghubungi siapapun.     

Nyonya Vivian pun berusaha untuk bangun dan pergelangan tangannya diraih oleh pria botak itu.     

"Ahhhh … tolong ampuni aku, aku mohon!" Pinta nyonya Vivian. Dia memelas agar dia bisa segera dilepaskan.     

"Hahhaha … melepaskan kamu? Tidak mungkin nyonya!"     

Pria botak itu pun tertawa terbahak-bahak. Dia benar-benar mirip seperti preman yang sudah sangat ahli.     

"Tolong lepaskan aku. Aku akan memberikan uang berapapun yang kamu minta. Asalkan kalian mau melepaskan aku," ucap nyonya Vivian. Dia rela menukarkan uang berapa pun demi keselamatan dirinya.     

Jika itu preman lain mungkin akan tertarik dengan tawaran nyonya Vivian yang sangat menggiurkan tapi karena mereka preman yang sesungguhnya. Jadi mereka hanya bisa menertawakannya kembali.     

"Hahahha … kami tidak butuh uang anda nyonya. Yang kami butuhkan adalah, anda harus mengikuti apa yang kami perintahkan," ucap pria botak itu dan mendekati wajah nyonya Vivian dari dekat.     

"Jadilah penurut agar kami bisa melepaskan kamu, nyonya Vivian Alexander yang paling terhormat."     

Mendengar hal itu, nyonya Vivian merasakan sinyal bahaya. Karena mereka terlihat sedang memiliki sebuah rencana yang akan merugikan dirinya.     

"A … apa yang akan kalian lakukan padaku?" Tanya nyonya Vivian, dia semakin ketakutan.     

Ketiga orang itu menyeringai dan menarik nyonya Vivian untuk masuk ke dalam mobilnya dan supirnya disuruh untuk mengikuti mobil mereka dari belakang sambil diawasi oleh pria yang sejak tadi bertugas untuk mengawasinya.     

Mobil pun melaju menuju tempat dimana banyak keramaian.     

Sinta merasa ketakutan saat melihat nyonya Vivian sedang diancam oleh pengawal kakek Wijaya.     

"Kakek, apa yang akan mereka lakukan? Mereka tidak akan melukainya kan?" Ucap Sinta, dia merasa ketakutan karena dia tidak mau kakek Wijaya terlibat dengan nyonya Vivian lebih jauh lagi.     

"Tenang saja Sinta, kakek hanya ingin membuat dia merasa jera dan tidak bersikap sombong lagi seperti tadi." Ucap kakek Wijaya, dia pun menyuruh supirnya untuk mengikuti mobil yang membawa nyonya Vivian saat ini.     

Ditengah pasar tradisional.     

Mobil itu pun berhenti, nyonya Vivian merasa curiga.     

"Kenapa? Kenapa kita berhenti disini?" Tanya nyonya Vivian, dia melihat kearah sekeliling pasar itu dan terlihat sangat menjijikan untuknya. Dia sejak kecil terlahir dikelas atas dan tidak pernah merasakan hidup susah sama sekali.     

"Kamu turun sekarang dan bantu bapak itu untuk membersihkan sampah disekitar pasar ini," ucap pria botak itu. Dia membuka pintu mobilnya dan menarik paksa tangan nyonya Vivian dan membawanya mendekati pria paruh baya yang sedang sibuk menyapukan sampah yang berada di area sekitar pasar itu.     

Nyonya Vivian pun langsung melotot dan berteriak.     

"Tidak! Tidak … aku tidak mau!" Ucap nyonya Vivian, dia menggelengkan kepalanya berkali-kali. Dia tidak mau menyentuh hal-hal yang kotor apalagi ini adalah sampah dari sebuah pasar pasti itu terlihat sangat jorok.     

Pria botak itu pun menahan tawanya. Dia sebenarnya tidak tega tapi karena ini semua adalah perintah dari bos besarnya, mereka hanya bisa mengikutinya.     

"Kamu harus mau! Ayo cepat lakukan!" perintah pria botak itu dan dia menyerahkan sapu lidi kepada nyonya Vivian.     

Nyonya Vivian ingin menolaknya lagi tali melihat pisau yang menempel dipunggungnya membuat nyonya Vivian akhirnya mengangguk setuju.     

Dia pun mengambil sapu itu dan mulai membantu pria paruh baya yang bekerja di pasar itu.     

Nyonya Vivian terus berteriak jijik dan terus marah-marah karena seumur hidupnya dia baru kali ini merasakan penghinaan yang begitu besar.     

Didalam hatinya dia terus mengumpat dan merasa jika semua ini harus segera dia selesaikan sebelum dia mati karena melihat semua sampah yang menurutnya benar-benar sangat menjijikkan.     

Kakek Wijaya dan Sinta pun hanya bisa menonton dari jarak jauh dan sesekali mereka tertawa saat melihat nyonya Vivian yang terus mengumpat sendiri namun demi kebebasannya. Dia terpaksa harus melakukannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.