My Husband from My First Love

belum memasang umpan



belum memasang umpan

0keesokan harinya.     

pagi hari pukul 05.30.     

Sinta mulai membuka matanya, dia menggosok matanya dan tangannya meraba-raba mencari ponselnya, dia ingin melihat jam di ponselnya namun tidak menemukannya.     

Sinta berusaha bangun, namun tangan besar Daffin memeluknya sangat erat.     

secara perlahan, Sinta melepaskan tangan Daffin yang melilit tubuhnya.     

Dengan banyak usaha, akhirnya dia bisa melepaskan diri.     

mata Sinta yang masih terasa sangat mengantuk dan tubuhnya merasa sakit semua.     

Dia duduk dan menguap, sambil menggerakkan tangannya agar tubuhnya tidak terlalu sakit.     

"aduh, kenapa setiap habis bercinta tubuhku selalu terasa sakit begini ya! apakah memangnya harus seperti ini? kalau seperti ini terus, lama-lama aku bisa tua sebelum waktunya, hehehehe ... seperti memiliki penyakit encok rasanya!" ucap Sinta, dia bicara sendiri sambil menertawakan dirinya sendiri, dia melirik kearah pria tampan yang masih menutup matanya.     

Sinta menghela nafas pendek saat melihat Daffin, dia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Daffin dan tersenyum sendiri.     

"ya Tuhan, dia jauh lebih tampan jika sedang tidur, hehehehe ... aku masih tidak percaya jika dia ini adalah suamiku! aku mengira aku akan menikah dengan Jeff tapi ternyata? hhmm ... sudahlah, aku sudah menikah dengan pria yang jauh lebih baik darinya, tinggal menjalaninya dan bersyukur saja saat ini," ucap Sinta, dia berusaha bangun dan mencari handuk yang semalam Daffin lepaskan dari tubuhnya.     

Sinta menemukannya dan berjalan secara perlahan sambil memegang pinggangnya yang sakit.     

"ya tuhan, ternyata pinggangku yang paling sakit, ahhh ... aku benar-benar sudah menjadi nenek-nenek sekarang! bagaimana ini? nanti saat aku kerja, apakah mereka akan mengetahui jika aku ini! ahhh ... tidak, tidak, tidak, jangan sampai mereka curiga! bisa bahaya nanti!" ucap Sinta, dia berusaha berjalan tegak dan menahan rasa sakit itu.     

Sinta mencari ponselnya dan ternyata masih ada didalam tas nya.     

Dia membuka ponselnya dan banyak pesan yang masuk.     

dari rumah sakit yang memberi kabar jika neneknya sudah membaik dan masih belum bisa melakukan operasi tahap kedua.     

pesan lain dari Aisyah yang menanyakan hari ini dia akan masuk kerja atau tidak.     

lalu pesan terakhir, itu dari Jeffery.     

Sinta melotot saat membaca pesan itu.     

"Sinta, siapa pria itu? kamu ternyata yang berselingkuh dariku, kita sudah impas sekarang. Kamu tidak bisa menyalahkan aku lagi."     

dan pesan selanjutnya,     

"Sinta, aku tunggu kamu di ruangan aku, siang ini."     

Sinta menegang, dia tidak ingin bertemu Jeffery lagi, dia takut hilang kendali seperti kemarin, menerima pelukannya dan membuat Daffin marah lagi.     

Sinta langsung menghapus pesan itu dan menyimpan ponselnya ke dalam tas.     

Sinta berjalan perlahan dan masuk ke dalam kamar mandi.     

Daffin yang masih menutup mata, tiba-tiba meraba ke sebelahnya dan itu terasa kosong.     

Daffin langsung membuka mata dan dia duduk secara spontan, dia mencari Sinta, dia takut Sinta pergi meninggalkannya.     

Dengan panik Daffin menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari keberadaan Sinta.     

saat mendengar suara air dari dalam kamar mandi, Daffin menghela nafas lega dan berkata "huft, aku terlalu panik, dia tidak mungkin pergi meninggalkan aku kan? Aduhh ... mimpi sialan itu, arrghh .. membuatku aku berpikiran negatif pada Sinta."     

ucap Daffin sambil menyandarkan tubuhnya dikepala tempat tidur.     

Dia mengecek ponselnya dan membaca jadwal dia hari ini.     

Daffin menaikkan alisnya dan berkata "Mark Alexander?"     

nama yang tidak asing untuknya, dia adalah ayahnya Jeffery Alexander, pria yang di cintai Sinta.     

Daffin tersenyum kecut dan berkata "sial, sepertinya umpan sudah mendekat! hehehehe, sayang aku akan membuat perhitungan dengan orang-orang yang sudah menyakiti kamu!" ucap Daffin, dia tersenyum licik karena ada rencana didalam otaknya.     

Dia belum mulai bergerak tapi mereka lah yang mendekatinya.     

Daffin menaruh ponselnya dan melihat jika Sinta sudah keluar dari kamar mandi.     

wajah Sinta yang baru saja selesai mandi terlihat sangat menarik, membuat Daffin menginginkannya lagi.     

Dia tersenyum evil dan pada sat Sinta melewatinya, Daffin langsung menariknya jatuh diatas tubuhnya.     

Sinta terkejut dan wajah mereka saling dekat satu sama lain.     

Sinta merasa canggung dan berusaha mengalihkan pandangannya.     

Daffin tersenyum dan mendorong kepala Sinta agar dia mencium bibirnya.     

Sinta tidak bisa menolak dan terjadilah ciuman panas di pagi.     

Sinta merasa sesak dan melepaskan bibirnya.     

"sayang, bukankah hari ini kamu masuk kantor ya!" ucap Sinta sambil mengusap bibirnya yang basah.     

Daffin mengangguk dan menjawab "iya, tapi nanti sajalah, aku masih ingin bersama kamu, bagaimana kalau kita, bercinta di pagi hari? pasti sangat lezat, sayang!" ucap Daffin sambil mengedipkan matanya.     

Sinta langsung bangun dari atas tubuh Daffin dan berkata "aku mau berangkat kerja, nanti saja ya! memangnya tadi malam tidak cukup?" ucap Sinta sambil menunduk malu, dia malu jika membahas masalah seperti itu, entah mengapa jika membayangkannya saat sadar Sinta merasa malu sendiri.     

Daffin duduk dan memeluk Sinta dan belakang dan berbisik "tidak usah bekerja, aku akan memberi kamu gaji 10 kali lipat dari di sana, ayolah bekerja saja dengan aku! ya sayang!" ucap Daffin dengan suara manja, dia menggigit kecil telinga Sinta, membuat Sinta merinding, dia hampir saja terpancing oleh Daffin dan hasrat dihatinya hampir saja terbangunkan.     

Sinta menggelengkan kepalanya berkali-kali dan dia pun berkata "sayang, ini bukan masalah uang, kamu tahu kan kenapa aku masih bekerja disana karena alasan itu!" ucap Sinta sambil memalingkan wajahnya.     

Dia tidak ingin melihat wajah Daffin yang sudah terbakar hasrat dan terlihat seperti pria mesum kali ini.     

Daffin mengerti, dia tidak bisa memaksa Sinta karena di sudah berjanji pada Sinta akan menghormati apapun keputusannya.     

Daffin mencium pipi Sinta dan bangun dari tempat tidurnya, berjalan masuk ke dalam kamar mandi.     

Sinta menghela nafas lega dan berkata "apakah dia sudah gila, aku saja sudah tidak kuat melawannya tapi dia masih menginginkannya, ya Tuhan sekuat itu kah dia?" ucap Sinta, dia tersenyum malu sendiri.     

Sinta bangun dan memakai pakaiannya. karena dia kemarin memakai pakaian ganti dan seragamnya masih ada didalam tasnya.     

Sinta tidak memakai riasan apapun, hanya bedak bayi dan lipglos saja, rambutnya tidak bisa dia ikat karena jejak cinta dilehernya yang kemarin hampir hilang kini ada lagi.     

Sinta melihat kearah cermin dan berkata "dia benar-benar mengerikan, ahhh ... jika ada orang melihat ini, pasti semuanya akan salah faham. Nasibku selalu di cap sebagai wanita murahan! hhhmm ... aku hanya murahan untuknya bukan untuk pria lainnya! memiliki satu pria saja sudah sangat melelahkan apalagi dengan banyak pria, uuhhh ... bagaimana itu rasanya?!" ucap Sinta sambil merinding, dia membayangkannya dan seluruh tubuhnya menggigil ketakutan.     

setelah selesai bersiap-siap, Sinta menutupi lehernya yang dia rasa takut terlihat orang lain dengan rambutnya. Rambut hitam yang terurai indah sampai di pinggang membuat Sinta terlihat semakin cantik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.