My Husband from My First Love

Revisi



Revisi

0Sinta berjalan cukup jauh, karena tempat dia turun dari mobil Daffin cukup jauh, dengan nafas tersengal-sengal, akhirnya dia sampai di pintu masuk gedung tempat dia bekerja.     

"Aduhh, ternyata jauh juga ya! huft, sangat melelahkan sekali padahal belum juga aku mulai bekerja," ucap Sinta, sambil mengusap dahinya yang penuh keringat. Dia biasanya mengikat rambutnya tapi karena ada tanda cinta yang takut dilihat oleh orang lain di lehernya, Sinta harus menyembunyikannya agar tidak ada orang lain yang tahu.     

ada sedikit sakit di pinggangnya membuat kondisi tubuhnya hari ini kurang stabil juga, membuat dirinya juga merasa cepat lelah.     

setelah mengatur nafasnya dan kembali normal, Sinta kembali berjalan masuk namun saat dia hendak masuk ada mobil berhenti tepat didepannya.     

Mobil itu berhenti tepat di lobby pintu masuk gedung itu.     

Sinta mengenal mobil itu karena itu mobil yang biasa Jeffery pakai dan hari ini pasti dia juga memakainya.     

Sinta berjalan mundur, dia tidak ingin bertemu dengannya, namun, saat Sinta hendak menyembunyikan dirinya Jeffery sudah melihatnya.     

Dia berjalan mendekatinya, dengan tatapan penuh kerinduan dia tersenyum kearah Sinta dan secepatnya datang menghampirinya.     

Sinta ingin melarikan diri tapi sudah terlambat karena Jeffery jauh lebih cepat menghampirinya. Sinta berpura-pura tidak melihatnya dan Jeffery tahu jika Sinta sedang menghindarinya.     

"Sinta!" panggil Jeffery, sambil tersenyum.     

Sinta tidak memperdulikan panggilan Jeffery.     

dia langsung pergi ke arah lain, dia tidak ingin melihat wajahnya karena Sinta takut hatinya semakin rumit saat menatapnya kali ini.     

Sinta pergi meninggalkan Jeffery tapi Jeffery tidak akan menyerah, dia menarik tangan Sinta dan berkata "kamu mau kemana?"     

Sinta menahan air matanya dan berusaha untuk melihatnya.     

dia tersenyum dan menjawab "permisi pak, saya harus bekerja, sudah siang dan saya sudah sangat terlambat, mohon maaf bisakah anda melepaskan tangan saya!" ucap Sinta dengan menahan pedih didalam hatinya.     

dia sangat merindukan pria yang ada didepannya, jika saja tayangan itu dan jika saja dia tidak menghilang dan andai saja semuanya, mungkin hubungannya akan baik-baik saja dengan pria yang paling dia cintainya saat ini, pria yang ada didepannya saat ini.     

dipanggil pak dan cara bicara Sinta yang formal padanya, membuat hati Jeffery terasa sangat sakit, lebih sakit saat dia harus meninggalkan Sinta dengan cara terpaksa saat itu.     

Jeffery tidak melepaskan tangannya, dia menatap wajah Sinta yang dia rindukan selama ini, dia selalu ingin bertemu dengannya, setiap hari yang dia ingin lihat adalah wajah Sinta yang tersenyum lembut padanya, yang memberikan semua perhatian untuknya dan mencintainya dengan tulus, hanya mencintainya bukan harta atau apapun yang dia miliki.     

Jeffery menahan rasa sakit hatinya, dia masih mempertahankan senyumnya dan berkata "Sinta, apa kabarnya? aku mencari kamu, tapi kamu tidak ada, kenapa kamu tidak masuk kerja kemarin?"     

Sinta diam dan tidak ingin menjawab, dia menarik tangannya dan pergi meninggalkannya. Sinta berlari meninggalkan Jeffery berdiri sendiri disana, Sinta menitikkan air matanya dan berusaha untuk kuat, kuat untuk melepaskannya. karena dia bukanlah miliknya dan dirinya juga bukan miliknya lagi.     

Sinta masuk ke dalam dan menaruh tasnya kedalam loker dan mengisi absen masuk kerjanya.     

wajah Sinta yang murung dan penuh kesedihan membuat semua orang merasa heran.     

karena hubungannya dan Jeffery tidak banyak yang tahu, hanya sahabat dekatnya saja yang bernama Aisyah yang tahu semuanya.     

Sinta berjalan lesu, seperti dunianya berhenti berputar, rasa sakit hatinya sudah menjalar ke seluruh tubuhnya membuat dirinya tidak bersemangat hari ini.     

di tempat lain,     

Jeffery yang di tinggal Sinta sendiri hanya memegang tangan kosong, tangan yang dia genggam telah pergi, Jeffery merasakan sakit hati yang begitu dalam.     

Dia menantikan hari ini, hari dimana dia bisa melihat Sinta kembali, dia ingin memeluknya dan tidak ingin melepaskannya, dia ingin Sinta selalu bersamanya tapi ternyata, jangankan membuat dia bisa memeluknya bahkan disentuh pun dia menolak.     

Jeffery menghempaskan tangannya dan mengumpat dirinya sendiri, karena ketidak berdayaan dia harus kehilangan cintanya. air mata pun mengalir dari sudut matanya, karena Sinta tidak pernah marah padanya dan hubungannya selalu baik-baik saja, Sinta selalu memandang wajahnya dan tidak pernah memalingkan wajahnya seperti tadi, tersenyum lembut dan banyak cinta yang ada dalam matanya.     

Tapi sekarang, dia benar-benar menjauh darinya.     

Jeffery berdiri kaku, dia merasa sudah putus asa, dia tidak ingin Sinta marah lagi padanya,     

"Sinta, kamu harus tahu semuanya, aku hanya mencintai kamu bukan wanita lain. aku harus menjelaskan padamu semuanya, aku tidak ingin kamu marah lagi padaku, aku merindukan kamu Sinta, sangat merindukan kamu!"     

Jeffery merasakan sesak didalam hatinya, mengatur nafasnya kembali dan mencoba menghapus air matanya, dia kembali masuk ke dalam gedung itu.     

Dengan wajah yang terlihat kusut dia terus bergumam didalam hatinya "apapun yang terjadi, Sinta adalah milikku selamanya dia milikku, walaupun aku harus menikahi Amanda tapi Sinta akan selalu jadi milikku, aku harus menjelaskan semuanya tentang keadaan sebenarnya, Sinta wanita yang baik dan juga sangat pengertian, dia pasti mengerti tentang keadaan aku saat ini, iya ... aku yakin dia pasti sangat mengerti!"     

Jeffery kembali tersenyum karena dia yakin jika Sinta akan mengerti dan tidak akan marah lagi.     

Jeffery berjalan dengan langkah pasti dan masuk ke dalam lift.     

ding ...     

pintu lift pun terbuka,     

Saat dia masuk ke dalam ruangannya, Jeffery terkejut karena ada ayahnya yang sudah menunggu.     

Dengan wajah dingin dan datar dia tidak ingin melihat wajah ayahnya, dia sangat membenci ayahnya, karena dia lah, Jeffery terjebak dalam semua masalah ini.     

ayah Jeffery, Mark Alexander menatap tajam pada putranya dan berkata "apa yang kamu lakukan tadi?"     

Jeffery tidak menjawab dia duduk di meja kerjanya dan tidak mendengarkannya.     

Mark merasa kesal karena sifat putranya masih saja tidak berubah, masih keras kepala dan tidak menghargai dirinya sebagai ayahnya.     

Mark memukul meja kerja Jeffery dengan penuh amarah "Jeffery Alexander putra saya satu-satunya, apakah kamu tidak memiliki telinga? saya bertanya padamu?!"     

Jeffery menatap dingin wajah ayahnya dan tidak ada ketakutan sama sekali "ada apa? jika papa hanya ingin membahas Sinta, lebih baik papa pergi saja. sudah cukup hatiku tersiksa selama ini dan sekarang papa ingin aku menghindarinya lagi, terima kasih tapi aku tidak bisa! lebih baik papa pergi dari sini, atau aku akan membatalkan pertunanganku dengan Amanda, silahkan papa pilih saja sekarang?!"     

Mark menahan amarahnya, dia tidak bisa mengatakan apapun, karena hanya jeffery lah yang bisa membantunya untuk mendapatkan ambisi yang lebih besar, perusahaan hanya bisa lebih besar jika memiliki kerja sama dengan keluarga Smith dengan ikatan pernikahan Jeffery dan putri tunggalnya maka dia akan semakin tak terkalahkan. Keserakahan Mark tanpa sadar sudah membuat putranya sengsara.     

Dia pun pergi meninggalkan ruangan Jeffery dengan menahan amarahnya. Dia kesal karena putranya yang keras kepala itu tidak pernah mau meninggalkan wanita miskin semacam Sinta yang menurutnya hanya akan menjadi benalu didalam keluarganya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.