The Lost Love

Cinta itu kuat



Cinta itu kuat

0Melihat Alona tampak kebingungan, sang nenek semakin tertawa terkekeh-kekeh. Sehingga Sinta yang baru saja keluar dari kamarnya, dan hendak menuju dapur terhenti melihat sang nenek tertawa tidak seperti biasanya.     

"Nenek, Alona, apa yang kalian perbincangkan? Sehingga nenek begitu tertawa lepas?" tanya Sinta menghampiri.     

Sang nenek menghentikan tawanya, lalu dia memberitahu menantu tertuanya itu akan apa yang Alona katakan pada sang nenek tadi.     

Kini, giliran Sinta yang tertawa terkekeh-kekeh mendengar cerita dari sang nenek akan apa yang dikatakan oleh Alona.     

"Adikku yang manis, yang perlu kau lakukan saat ini adalah merubah penampilanmu, merubah sikap dan caramu dalam mempertahankan hubungan rumah tanggamu dengan Kenzo dan..."     

"Kuatkan hati dan cintamu, karena tidak akan ada yang bisa memecah belah hubungan yang di dasari oleh cinta yang kuat," lanjut sang nenek sambil menggenggam tangan Alona dengan hangat.     

Alona tertegun sejenak sembari mendelikkan kedua matanya, lantas dengan tegas Alona menganggukkan kepalanya. Kini dia mengerti, apa yang akan dia perbuat dan jalani serta lakukan saat ini.     

"Sekarang, masuklah! Ajak bicara suamimu dari hati ke hati, nenek akan menyiapkan makan malam untuk kalian," titah sang nenek dengan senyuman lembut membuat Alona seketika merasa semangat.     

Alona mengangguk, lalu beranjak bangun. Hari sudah petang, dia segera melangkah masuk ke dalam kamar Kenzo dan dia melihat sang suami, yang tengah menatap kosong keluar jendela dan berdiri di sisi jendela.     

Alona tersenyum, dia melangkah lantas segera memeluk Kenzo dari belakang, membuat Kenzo terkejut. Sejak tadi Kenzo sedang melamun memikirkan perasaan Maya tadi, ada rasa takut di hati Kenzo saat mengingat raut wajah Maya tadi.     

"Sayang, apa kau marah padaku?" tanya Alona sambil memeluk tubuh Kenzo dari belakang.     

Kenzo segera berbalik bada dan menatap wajah Alona, dia menangkap kedua rahang pipi Alona dengan lembut, menatapnya lembut.     

"Maafkan aku..." ucap Alona berbicara kembali.     

Cup!     

Kenzo mengecup kening Alona dengan lembut.     

"Sayang, aku minta maaf untuk yang kesekian kalinya. Aku belum bisa menjadi suami yang selalu membuatmu bahagia dan bangga," ujar Kenzo pada Alona seraya menarik kedua tangan Alona dan mengeratkan pelukannya pada pinggul Kenzo.     

"Hem... Itu tidak benar!" sahut Alona seraya menggelengkan kepalanya. "Aku cukup bangga, eh tidak... Sangat bangga padamu, kau sudah melalukan hal banyak untukku. Aku harap kau terus bersikap seperti dulu, saat kau masih menjadi kekasihku."     

Kenzo menarik napasnya perlahan lantas membuangnya kembali dengan pelan. "Aku selalu mencintaimu dan menomor satukan dirimu, sampai saat ini."     

"Iyakah?" tanya Alona seraya meliriknya dengan menyipitkan kedua matanya menatap wajah Kenzo.     

"Hem, kau masih meragukanku?"     

"Iya!" singkat Alona seraya setengah berbisik.     

Kenzo gemas, dia menarik ujung hidung Alona hingga membuat Alona meringis.     

Hari-hari terus berlalu, Kenzo sudah mulai kembali dengan aktivitasnya. Sementara Alona juga sibuk menjalani segala perubahan dan tugas-tugasnya sebagai seorang istri. Dia semakin pandai mengenakan hijab dan memilih setelan pakaian yang modis.     

Alona cukup merogoh tabungannya untuk membeli banyak model pakaian dan hijab yang sedang trend masa kini. Dia tidak menyesal sedikitpun, meski dia akan menghabiskan seluruh tabungannya sekalipun.     

Tapi di luar itu semua, di saat semua sudah baik-baik saja, kembali membaik dengan romantisme cinta, Kenzo masih memikirkan kondisi Maya dan perasaanya ketika di permalukan saat itu.     

Ini sudah berlalu beberapa hari, dia belum tahu bagaimana kabar Maya. Dia berniat menghampiri Maya di rumahnya, setelah pulang kerja nanti. Dia ingin meminta maaf, tak ingin hubungannya dengan Maya yang sudah bertahun-tahun terjalin akan putus begitu saja.     

Sore pun tiba, Kenzo bergegas pulang. Dia hendak pergi ke toko khusus yang menjual segala makanan dan minuman yang Maya sukai.     

Usai membeli semua itu, Kenzo beranjak pergi menuju rumah Maya. Namun, dia menerima panggilan telepon dari Alona. Segera Kenzo menerimanya dan berhenti di sisi jalan.     

"Halo, ya, Sayang?" sahut Kenzo dengan santai.     

"Kau sudah dalam perjalanan pulang?" tanya Alona dengan riang setelah mendengar suara berisik lalu lalang kendaraan di sisi jalan.     

"Emh... Aku pulang sedikit terlambat. Aku harus pergi ke suatu tempat," sahut Kenzo dengan lembut berbicara. Dia takut membuat Alona mencurigainya.     

"Mmh... Baiklah, tapi bawakan aku makanan yang berasam." Alona menjawab dengan santai dan langsung saja mengiyakannya.     

"Baiklah..." sahut Kenzo dengan riang gembira.     

Klik!     

Panggilan telepon berakhir. Kenzo tersenyum lega seraya hendak melajukan motornya kembali.     

"Makanan asam," ucap Kenzo mengingat apa yang Alona pinta barusan.     

"Makanan asam? Tunggu!" Kenzo kembali menghentikan laju motornya saat menyadari apa yang Alona pinta.     

"Ah, tidak mungkin. Aku pernah melihatnya meminum obat anti hamil, yah... Dia belum hamil," sahut Kenzo menepis pikirannya itu.     

Dia melaju kembali dengan cepat menuju rumah Maya. Sampai di rumah Maya, dia melihat pintu rumah Maya tertutup. Kenzo turun dari motornya usai mematikan mesin motornya.     

Kenzo menekan bel rumah Maya di sisi pintu. Beberapa kali, tak kunjung terbuka. Hingga yang kesekian kalinya, pintu baru terbuka. Maya keluar dengan wajah memucat dan tampak terkejut menatap wajah Kenzo.     

"Maya, astaga? Kau sakit?" tanya Kenzo dengan cemas seraya menempelkan punggung tangannya di kening Maya.     

Maya terbatuk-batuk, kali ini dia tidak mengenakan hijabnya. Dia mengurai rambutnya begitu saja sedikit berantakan.     

"Aku hanya sedikit lelah saja," sahut Maya dengan suara serak.     

"Boleh aku masuk? Aku membawa makanan dan jus kesukaanmu," ujar Kenzo sambil menunjukkan dua kantung plastik di tangan Kenzo.     

Maya masih tercengang. Dia seperti ragu akan permintaan Kenzo, sesungguhnya dia masih terkejut lantaran melihat Kenzo mendadak datang setelah mempermalukannya beberapa hari yang lalu.     

Namun, dia tidak bisa mengungkap amarahnya, dia tidak bisa meluapkan dan melampiaskannya pada Kenzo saat ini. Tubuhnya masih lemah, sangat lemah.     

"Hem, masuklah..." sahut Maya sambil menganggukkan kepalanya.     

Kenzo tersenyum lantas melangkah masuk ke dalam rumah Maya. Begitu masuk ke dalam ruangan, Kenzo terkejut melihat kondisi rumah yang sedikit berantakan.     

Maya kembali terbatuk-batuk. "Maaf, sedikit berantakan. Pembantu di rumah ini aku berhentikan! Jadi, anakku bermain sejak tadi sendiri dan membuat seisi ruangan berantakan."     

"Suamimu?" tanya Kenzo sambil meletakkan kantung plastik di atas meja ruang tamu.     

"Dia pulang ke rumah orang tuanya." Maya menjawab dengan sekenanya lantas duduk bersebrangan dengan Kenzo.     

Kenzo terdiam sejenak, dia melirik ke arah Maya yang kini duduk menjauh darinya. Sudah tentu Kenzo berpikir dan meyakini bahwa Maya sedang marah betul padanya saat ini.     

"Kau sudah ke dokter?" tanya Kenzo pada Maya.     

Maya memalingkan wajahnya dari pandangan Kenzo.     

"Sudah kuduga, kau paling kuat menahan dan melawan rasa sakit. Lalu, kau sudah minum obat?" tanya Kenzo kembali dengan nada kian meninggi.     

"Sudah," sahut Maya singkat.     

"Makan dulu, ini jus nya!" sahut Kenzo mengalihkan seraya mengeluarkan semua makanan dan jus dari kantung plastik.     

Maya masih enggan menatap segala makanan dan minuman yang Kenzo siapkan dia atas meja.     

"Aku tau kau marah padaku, atau mungkin kau juga benci padaku saat ini. Tapi jangan memusuhi makanan ini, aku membelinya dengan tulus sebagai... Ungkapan maaf dariku," lanjut Kenzo berbicara.     

"Maaf?" tanya Maya menanggapi seraya menoleh dengan tajam menatap wajah Kenzo.     

Kenzo mengatupkan kedua bibirnya saat Maya berbicara seraya menatap tajam ke arah Kenzo.     

"Kau pikir dengan membawa makan ini, aku akan mudah memaafkanmu setelah kau membuatku malu di depan istrimu?" Maya mulai mengomel sehingga dia terbatuk-batuk kembali dengan ucapannya itu.     

"Minum dulu jus ini, agar kau tenang..." ujar Kenzo seraya memberikan jus kesukaan Maya.     

"Aku tidak mau!" tegas Maya menolaknya.     

"Kalau kau tidak mau menerima permintaan maafku, baik... Tak apa, aku tau aku sudah keterlaluan. Aku hanya ingin mempertegas hubungan kita yang sejak dulu erat dalam ikatan persahabatan dan aku datang kemari karena aku tidak ingin persahabatan kita putus begitu saja."     

Maya memalingkan kembali wajahnya mendengar ucapan Kenzo demikian. "Bulsyit!" sahutnya dengan acuh.     

Kenzo membuang napas berat, lantas beranjak berdiri dari posisi duduknya dan segera melangkah pergi.     

"Aku pamit, May!" ujar Kenzo seraya melangkah hendak menuju pintu. Namun, tanpa di duga Maya justru mengejar nya dan memeluknya dari belakang.     

"Jangan pergi dulu, aku sendirian dan aku juga sakit..." lirih Maya disertai dengan isakan tangis, menempelkan pipi kirinya di punggung Kenzo.     

Kenzo terdiam sejenak, dia benar-benar gusar kali ini setelah Maya memeluknya tiba-tiba dari belakang.     

"May, lepaskan dulu! Jangan memelukku tiba-tiba begini. Bagaimana jika ada yang melihat kita?" Kenzo mencoba untuk melepaskan pelukan Maya dari tubuhnya.     

Dengan mudah dan perlahan meski berat Maya melepaskan pelukannya dari tubuh Kenzo, sehingga kini Kenzo berbalik menatapnya di belakang.     

"Kau berubah... Kau bukan seperti Kenzo sahabatku dulu, sejak dulu kita tidak pernah membatasi hal apapun diantara kita. Kita sudah berjanji akan menjadi sahabay dan selalu bersama sampai kapanpun." Maya berbicara masih dengan suaranya yang lemah.     

"May..." panggil Kenzo dengan lembut.     

"Aku tidak mau tau, aku tidak mau mendengarnya!" Maya mengela sebelum Kenzo melanjutkan bicaranya.     

"May!" tegas Kenzo seraya membuka paksa kedua tangan Maya yang menutupi kedua telinganya serta memejamkan kedua matanya di depan Kenzo.     

"Kenapa, ada apa denganmu? Kenapa kau berubah konyol seperti ini, May?" lanjut Kenzo dengan tegas.     

Maya terdiam menatap kembali wajah Kenzo, dan kini dia menatap Kenzo dengan kedua mata memerah menahan tangisannya dengan amarah.     

"May, kita ini bersahabat! Sampai kapanpun kita akan tetap bersahabat! Aku sudah melupakan semua perasaanku yang pernah ada untukmu, aku sudah baik-baik saja. Bisakah kau mencoba belajar dariku? Jangan lagi merasa bersalah akan perasaanku yang baru kau ketahui, semua sudah terlambat."     

"Tidak, Ken! Kau sudah berkorban banyak hingga menahan segala perasaanmu untukku. Aku harus membalasnya, aku bersalah padamu, aku menyakitimu, tapi aku malah hidup bahagia dengan laki-laki pilihanku," bantah Maya.     

"Ya Tuhan, May... Please, berpikirlah dengan jernih, kita sudah dewasa. Kita bukan anak SMA lagi, aku sudah memiliki istri sedang kau... Kau bahkan sudah menjadi seorang ibu, apakah kau tidak kasihan pada anakmu itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.