The Lost Love

Batas Pertemanan



Batas Pertemanan

0Dengan terpaksa Kenzo menerima sekotak sarapan yang sang nenek buatkan untuknya pagi ini. Lantas dia berpamitan untuk segera pergi bekerja tanpa berkata apapun lagi pada sang nenek. Dengan senang hati sang nenek menatap punggung Kenzo yang berlalu pergi setelah Kenzo akhirnya mau menerima sarapan buatannya.     

Begitu sampai di tempat kerja, Kenzo duduk seraya menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya. Dia menatap dalam-dalam kotak sarapan yang sang nenek buatkan untuknya, lantas membukanya pelan dan dia melihat nasi goreng petai buatan sang nenek yang juga merupakan makanan favoritnya.     

Seketika dia mengingat semua kenangan bersama ayahnya sepanjang hidupnya, air mata sudah membendung hendak membasahi pipinya. Dia menyentuh bekas tamparan ibunya di pipinya semalam, air mata pun mulai tumpah pada akhirnya. Dadanya sesak, dia kembali sedih dan terluka. Mendadak saja rasa rindu yang begitu dalam pada mendiang ayahnya terbersit di dalam hatinya.     

"Ken, laporan ini apakah sudah…"     

Kenzo tersentak dan segera menyeka air matanya. Dan salah satu rekan kerjanya itu menghentikan ucapannya begitu dia melihat Kenzo menyeka wajahnya yang sembab oleh air mata.     

"Hei, masih pagi, Man. Apa kau sedang menangis?" tanya rekannya itu.     

"Akh, tidak! Untuk apa menangis pagi-pagi?" sahut Kenzo mengalihkan seraya kembali menutup kota sarapan yang di buat oleh neneknya.     

Rekan kerjanya itu masih tertegun menatap wajah Kenzo yang tampak tidak bersemangat.     

"Emh, nanti saja! Sebaiknya kau lanjutkan sarapanmu dulu, Ken!" ujar temannya itu.     

"Eeeh, baiklah! Aku akan sarapan tapi biarkan aku sambil mengerjakannya, kemarikan laporan itu!" Kenzo beranjak berdiri seraya meraih beberapa dokumen dari rekan kerjanya itu.     

Waktu terus berputar selama Kenzo hanya sibuk bekerja sejak pagi tadi. Lantas Kenzo segera beranjak pulang setelah waktu sudah menunjukkan jam pulang, dia ingin segera bersepeda dengan Heni menikmati sore hari dan menghilangkan penatnya mengingat semalam yang sudah terjadi.     

Untuk kali ini dia tak ingin dulu mengusik kembali hati dan pikirannya yang sedang kacau. Seakan apa yang selalu menjadi panggilannya sebagai laki-laki playboy benar nyata adanya, dia tak peduli lagi apa yang akan di pikirkan oleh semua meski itu Alona sekalipun.     

"Aku bukan laki-laki Playboy, aku hanya sedang berusaha menghibur hatiku sendiri, bukankah saat ini aku hanya berteman saja dengan wanita itu? Aku hanya bersikap baik saja pada semuanya yang juga baik padaku, tidak ada yang salah dari sikap itu." Kenzo berbicara untuk membela dirinya sendiri.     

Begitu sampai di rumah, Kenzo segera melepas pakaiannya dan menuju kamar mandi dengan tergesa-gesa. Dia bernyanyi dengan riang gembira di kamar mandi pribadinya, lantaran saat sore hari di rumahnya hanya ada sang nenek saja yang ada untuk menjaga rumah, sementara yang lain sudah ada di kedai sejak siang tadi.     

Kenzo bernyanyi tanpa peduli suaranya menggema di seluruh ruangan kamar mandinya, dia berhenti sejenak mengingat semua kenangan dirinya semasih ada sang ayah. Dimana dia selalu bertingkah konyol, dimana dia selalu tertawa ceria tanpa ada hal yang membuatnya ingin tertawa. Namun, kali ini tidak lagi bisa mengembalikan keadaan seperti semula. Andai saja waktu bisa dia putar kembali.     

Tak ingin berlama-lama di kamar mandi dan mengenang semuanya, dia segera beranjak keluar kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi bersepeda bertemu dengan Heni. Setelah itu dia segera beranjak pergi keluar kamarnya dengan pakaian yang rapi serta wangi tentunya.     

"Ken, kau mau pergi kemana lagi, Nak?" tanya sang nenek begitu melihat Kenzo hendak menaiki sepedanya lagi.     

"Bersepeda, Nek!" sahut Kenzo acuh.     

"Ya sudah, jangan pulang larut malam. Sering-seringlah bersepeda agar sehat, Nak!"     

Kenzo hanya tersenyum tipis begitu mendengar ucapan sang nenek lantas dia pergi mengayuh sepedanya. Sepanjang jalan dia mengayuh sepeda sambil mendengarkan musik dari earphone yang terpasang di telingnya saat ini. Guna untuk menenangkan hati dan pikirannya.     

Kali ini dia menuju sebuah taman kota, dimana Heni akan menunggunya disana. Setelah sampai di sisi taman, dia masih mencari-cari sosok Heni yang belum menampakkan batang hidungnya. Kenzo melihat sekeliling, sepintas dia terbayang sosok Alona yang tersenyum manis setiap kali bertemu dengannya.     

"Ken!" panggil Heni dengan lantang muncul dengan mengendarai sepedanya dari arah depan.     

Sore ini, penampilan Heni tampak semakin seksi dan cantik bak gadis-gadis korea. Dia memakai celana levis yang hanya menutupi sampai di pahanya saja, baju berwarna maroon ketat menonjolkan lekuk di tubuhnya, rambut di kuncir ala kuda, sepatu kets berwarna putih dan topi berwarna hitam menutupi bagian kepalanya.     

Kenzo tercengang ketika Heni sudah berhenti di depannya, bibir Heni tampak merona, mengulas senyuman manis padanya dan kedua mata yang tampak lebar semakin membuat Heni begitu cantik dari dekat.     

"Hello…" kata Heni sambil melambaikan tangan pada Kenzo.     

"Oh, hai… Hehehe, aku hampir tidak mengenalimu, Hen!" sapa Kenzo kemudian.     

Heni tersenyum seraya menyipitkan kedua matanya tampak menyelidik ucapan Kenzo barusan. "Apakah aku cantik?" tanya Heni berterus terang tanpa rasa canggung lagi.     

"Tsk, bukankah semua wanita akan selalu di artikan makhluk yang cantik?" sahut Kenzo berusaha mengalihkan kembali ucapan Heni, sejujurnya di dalam hatinya saat ini dia memang memuji kecantikan Heni sore ini, bahkan wangi parfum yang Heni pakai sore ini mulai menyita indera penciumannya.     

"YA ya ya, aku memang selalu kalah saat berbicara denganmu. Ayo, kita mulai bersepeda!" ajak Heni kemudian.     

Kenzo menangguk seraya mengayuh sepedanya lebih dulu, seperti biasa. Heni selalu menyusulnya dan berhasil menyeimbangi untuk sejajar di sisi Kenzo, sesekali dia tersenyum melirik ke arah Kenzo, membuat Kenzo sesekali hanya berdehem dan terbatuk-batuk lantaran merasa canggung.     

"Ken…" panggil Heni dengan suara manjanya.     

"Hem?" sahut Kenzo menolehnya.     

"Apa kau pernah berpikir untuk selingkuh dari pacarmu?" tanya Heni tiba-tiba.     

Degh!     

Hati Kenzo tersentak, lagi lagi dia merasa terjebak akan pertanyaan Heni yang selalu berterus terang saat mengajaknya bicara.     

Kenzo terdiam sejenak tanpa berani menjawabnya lebih dulu.     

"Apakah kau merasa aku menjadikanmu wanita selingkuhanku?" Kenzo memutar balik pertanyaan.     

Heni menyumbingkan bibirnya mendengar pertanyaan Kenzo seraya berkata dalam hati, "Kau memang cerdik, Ken!"     

"Jika kau mengiyakannya, apakah itu akan menyakiti kekasihmu, Ken?" jawab Heni kian berani.     

"Tsk, kau mulai pintar menggodaku, Heni!" sahut Kenzo sambil menatap lurus kembali ke arah depan.     

"Pfffttt… kau berpikir aku menggodamu? Maka selamanya akan begitu, Ken! Lalu bagaimana denganmu?"     

"Sudahlah, jangan terus mengerjaiku!"     

"Aku bersungguh-sungguh," sahut Heni di sertai dengan tawa kecil.     

Kenzo tampak salah tingkah dan hanya berdehhem memalingkan mukanya dari pandangan Heni yang terus memandangnya sesekali. Lantas Kenzo mempercepat laju sepedanya, untuk menghindari dari pertanyaan Heni, tak mau kalah. Heni mengejarnya dari belakang dan akhirnya lagi-lagi beriringan dengan Kenzo mengendarai sepedanya. Namun sejujurnya, di dalam hati Kenzo hanya ada Alona seorang, dia hanya enggan menjawabnya untuk menjaga hati dan posisi Heni saat ini karena selalu bersamanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.