The Lost Love

Pelanggan baru itu...



Pelanggan baru itu...

0"Ken, maafkan ayahmu ini, Nak!" ucap sang ayah saat mereka dalam perjalanan kembali ke kota.     

"Maaf? Untuk apa, Ayah?" sahut Kenzo dari arah belakang.     

"Ayah pikir, kau akan bahagia menerima Riska dan ayah lihat kalian pasangan yang cocok. Tapi ternyata, ayah salah…"     

"Harusnya Kenzo yang mengucapkan kata maaf itu pada ayah, Kenzo menolak sesuatu yang mungkin ayah yakini akan menjadi kebahagiaan untukku kelak."     

"Tidak, Nak… Ayah salah, kebahagiaan itu akan nyata kamu rasakan bila kamu sendiri yang mencarinya dan meyakininya."     

"Ayah, aku sayang ayah. Tapi kali ini aku pasti sudah mengecewakan hati ayah," sahut Kenzo seraya memeluk tubuh ayahnya dengan erat dari belakang.     

"Anak nakal! Ayah lupa, jika anak ayah sudah dewasa. Tentu sangat konyol jika ayah masih ikut campur untuk mencarikanmu pasangan yang akan membuatmu bahagia selamanya, hahaha…" ayah Kenzo tertawa lepas dan itu membuat Kenzo yakin jika sang ayah benar-benar baik-baik saja.     

"Ayah…" panggil Kenzo seraya kian memeluk erat tubuh sang ayah.     

"Satu permintaan ayah padamu, Ken!"     

"Katakan saja, Ayah?" sahut Kenzo lembut.     

"Jangan sampaikan semua yang telah ayah lakukan ini pada ibumu. Ibu mu selalu menentang setiap kali ayah ingin menjodohkanmu, ibumu bilang anak laki-laki tidak pantas di jodohkan, ibumu ingin kau mencari kebahagiaan sendiri dengan caramu sendiri."     

"Ibu memang yang terbaik dan paling pengertian!" sahut Kenzo sengaja menggoda ayahnya.     

"Hemm… Apakah ayah tidak begitu?"     

"Hahaha, ayah juga yang terbaik dan selalu mengerti apa yang aku inginkan selama ini. Terima kasih, ayah… semoga ayah sehat selalu sampai nantinya Kenzo menunjukkan kepada ayah siapa wanita yang akan mampu memberikan kebahagiaan itu."     

"Oh ya? Hem… Apakah kau sudah memiliki calon, Ken? Hayo…"     

"Ah, ehm, tidak. Be-lum, Ayah. Aku hanya sekedar bicara saja, aku mendoakan ayah. Ya Tuhan…" Kenzo sengaja berseru menyebut nama Tuhan untuk mengalihkan pembicaraan.     

"Hahaha, berbahagialah selalu, Nak!" sahut sang ayah lirih, kemudian mempercepat laju motor yang dia kendarai bersama Kenzo agar segera sampai di kota.     

Beberapa jam kemudian, mereka sampai di kota kembali. Sampai di rumah mereka sudah di sambut oleh ibu dan kakak Kenzo. Ibu Kenzo begitu senang setelah menerima banyak oleh-oleh yang sengaja di bawa dari desa.     

"Ibu paling mengerti," sahutnya pada suaminya, ayah Kenzo.     

Ayah Kenzo tersenyum melihat sang istri berkata demikian.     

"Lalu? Apa kau tidak rindu padaku, Sayang?" tanya ayah Kenzo menggodanya di depan kedua anak-anaknya.     

Kenzo dan sang kakak tercengang ketika membongkar banyak kemasan oleh-oleh dari desa. Lalu kemudian mereka saling menatap satu sama lain, lantas Kenzo dan sang kakak beranjak bangun dari duduknya yang sejak tadi sibuk dengan kemasan oleh-oleh yang mereka sukai dari nenek mereka di desa.     

"Ehm, kalian… Hei, tunggu! Ayah hanya bercanda pada ibumu," sahut sang ayah memanggil Kenzo dan sang kakak.     

Namun Kenzo dan sang kakak hanya melambaikan tangan pada mereka seolah mengerti dan membiarkan sang ayah dan ibu mereka melepas rindu meski hanya melalui perbincangan saja.     

"Suamiku, kau ini! mereka sudah dewasa, jangan membuatku malu di depan mereka," hardik sang istri pada ayah Kenzo.     

"Aku, aku hanya bercanda!"     

"Sudahlah, kau mandi saja dulu!"     

Ayah Kenzo mengangguk dan menuruti titah istrinya lalu segera pergi ke kamar mandi.     

Begitu malam tiba, seperti biasa. Ayah Kenzo kembali melakukan pekerjaannya di kedai, tanpa merasa lelah sedikitpun meski baru beberapa jam tadi melakukan perjalanan yang cukup melelahkan. Begitu pula dengan Kenzo yang tak mau kalah dengan sang ayah, melakukan tugasnya bersama sang kakak.     

Kemudian, kakak Kenzo menghentikan aktivitasnya begitu melihat pelanggan baru yang selama beberapa hari ini membuatnya kesal. Dan itu membuat Kenzo ikut bertanya-tanya di dalam hatinya, sementara melihat sang kakak menatap tajam pada seseorang itu.     

"Kak, ada apa?" tanya Kenzo mengejutkannya.     

"Ah? Ehm, tidak ada apa-apa," jawab sang kakak lalu memalingkan wajahnya. berpura-pura menyibukkan diri dengan mengelap meja kosong di depannya.     

"Kakak lihat apa barusan, kakak terlihat sedikit marah?" tanya Kenzo kembali seraya melihat-lihat ke arah dimana pandangan Kenzo saat ini tertuju pada beberapa sekelompok wanita yang tengah duduk santai.     

"Oh, jadi yang mana nih, Kak?" goda Kenzo pada kakaknya.     

"Yang mana apaan?" tanya sang kakak masih tetap sok menyibukkan diri.     

"Wanita di depan itu," sahut Kenzo unjuk dagu ke arah meja itu.     

Cttak!     

Sang kakak menjitak kening Kenzo sedikit keras.     

"Awuh, kakak!"     

"Fokus kerja! Jangan mikirin para Miss Sosialita itu!" hardik sang kakak.     

"Pfffttt… Miss Sosialita itu memperhatikan kakak, coba lihat!"     

"Ken! Kakak sleding nih, Ya!" cetus sang kakak berusaha menutupi rasa malunya karena kejahilan sang adik.     

"Ciye…"     

Mereka saling bersenda gurau sambil menjalani aktivitas mereka. Mengingat sudah lama mereka tidak berkumpul bersama, sesekali sang kakak menatap taja, ke arah pelanggan baru yang selalu menebar senyuman penuh makna pada ibunya. Namun, dia memilih untuk memendam sendiri apa yang dia lihat dan dia pikirkan.     

Setelah itu, dia melihat pelanggan baru itu menatap sang ibu yang tengah mengobrol dengan senyuman pada sang ayah. Dan itu membuatnya semakin ingin tahu maksud dan tujuan kedatangannya di kedai itu selama beberapa hari belakangan ini.     

Lantas diam-diam kakak Kenzo menghampiri pelanggan itu, dia sengaja menawarkan berbagai varian kopi yang akan dia pesan nantinya.     

"Sikahkan di pesan varian apa untuk menemani waktu anda malam ini, Tuan?" tanya kakak Kenzo.     

Pelanggan baru itu menatap lugu ke arahnya tanpa merasa bersalah atau takut karena merasa di awasi.     

"Ehm, seperti biasanya."     

Kakak Kenzo meliriknya tajam.     

"Apakah anda datang hanya sendiri saja?"     

"Apakah itu tidak boleh?" tanya balik pelanggan itu padanya.     

Kakak Kenzo menarik napasnya dalam-dalam meski dia ingin sekali marah namun, dia harus tetap menjaga attitude nya sebagai pelayan di kedai itu membantu sang ayah. Walau di dalam hatinya begitu terbakar dan kesal.     

"Baiklah, anda bisa menunggunya dulu sebentar saya akan menyiapkan pesanan anda," sahut kakak Kenzo padanya sedikit cetus lalu beranja pergi dari hadapanya pelanggan itu.     

"Hei, Nak!" panggil orang itu.     

Kakak Kenzo menoleh dengan wajah yang mengkerut.     

"Apakah kau yang akan mengantarnya?" tanyanya.     

Kakak Kenzo mengerti akan pertanyaan orang itu, dia menggertakkan giginya dan mengepalkan kedua tangannya dengan penuh amarah yang memuncak.     

"Lalu, siapa lagi?"     

"Hem, baiklah, Nak!" sahut pelanggan itu mengulas senyuman ramah.     

Tanpa memberikan tanggapan lagi, kakak Kenzo membalik badannya kembali untuk segera menyeduh kopi pesanan pelanggan baru itu. Kenzo memperhatikan sikap sang kakak dalam menyeduh kopi di depannya, dia ingin bertanya dan menggodanya lagi namun dia berusaha mengurungkannya, takut-takut jika sang kakak akan betul-betul marah kali ini.     

"Ken!"     

"Ya, Kak?" sahut Kenzo menjawab panggilan sang kakak.     

"Bawa pesanan kopi ini pada orang yang di pojok sana," ujar sang kakak menunjuk ke arah pelanggan tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.