The Lost Love

Senja menjadi saksi



Senja menjadi saksi

0Setelah berjam-jam Alona dan Kenzo bersama menikmati waktu kebersamaan mereka hingga kini sudah tiba waktu sore mereka masih bersama tanpa rasa bosan setelah sejak tadi berbincang entah apa yang di perbincangkan.     

"Sebentar lagi matahari akan terbenam, ayo kita pulang saja!" ajak Kenzo sambil menyentuh lembut rambut lurus Alona.     

"Hem, aku belum mau pulang. Aku mau menikmati senja bersamamu, Ken!"     

"Alona, kita sudah bersama hampir seharian apakah tak apa? Aku takut ayah dan adikmu khawatir mencarimu," sahut Kenzo menunjukkan kecemasannya meski sejujurnya dia juga masih ingin bersama Alona menikmati senja.     

"Ken, aku punya alasan kuat jika mereka menanyaiku nanti. Atau kau… Kau ada janji dengan Maya?" tanya Alona sengaja menggodanya.     

"Huh… Lagi dan lagi, Sayangku… Aku hanya takut ayah dan adikmu marah nantinya, tapi jika kau ingin bersamaku menikmati senja sore ini," Kenzo mencubit pipi Alona dengan gemas.     

Alona tersenyum meringis menahan cubitan gemas Alona lantas bersandar di bahu Kenzo kembali dan menikmati senja yang sebentar lagi akan tenggelam.     

"Ken…" panggil Alona kembali dengan nada lembut.     

"Hem?" sahut Kenzo singkat sambil mengeratkan genggaman tangan Alona.     

"Biarlah senja kali ini menjadi saksi, bahwa aku akan selalu mencintaimu meski esok dan nanti kita akan tetap terpisah jauh oleh jarak dan waktu."     

"Kau… Apa kau sudah akan kembali ke kota besok?" tanya Kenzo terkejut.     

Alona menarik kepalanya kembali dari sandaran bahu Kenzo. Menatap wajah Kenzo dengan sendu, dia ingin kembali menumpahkan air matanya namun, tidak hari ini. Dia harus terlihat tegar meski terasa sudah sesak di dalam hatinya. Waktu kebersamaannya dengan Kenzo begitu singkat meski sudah berjam-jam lamanya selalu berdua.     

"Hem, aku hanya punya waktu dua hari yang begitu singkat dan besok aku harus segera kembali ke kota untuk menjalankan pekerjaanku seperti biasa."     

Kenzo menahan napasnya sejenak, lantas menyentuh pipi lembut Alona. "Tak apa, jika besok mengharuskanmu kembali ke kota."     

"Tapi, Ken…"     

"Sssttt… Bukankah selama tiga bulan terakhir ini kita bisa melewatinya dengan sungguh-sungguh?"     

Alona tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Dia tahu jika Kenzo akan selalu membuat hatinya lega dan tidak terbebani.     

"Terima kasih, Ken!"     

Kenzo mengangguk kemudian mengecup hangat kening Alona.     

Hari menjelang petang. Alona dan Kenzo hendak kembali pulang sebelum hari mulai gelap. Walau bagaimanapun Kenzo tak ingin membuat Alona terahan sehingga menimbulkan kekhawatiran pada ayah dan adiknya. Padahal, andai saja dia mamp memberanikan dirinya memperkenalkan dirinya sebagai kekasih Alona. Betapa senangnya dia karena dengan begitu dia akan menghabiskan waktu semalaman di rumah Alona dengan pengawasan ayah dan adiknya.     

"Al-alona?" panggil seorang wanita dari arah depan datang menghampiri.     

Alona dan Kenzo terkejut dan menatap seketika.     

"Bi-bi…" ucap Alona setelah bertatapan dengan wanita itu.     

"Bibi?" ujar Kenzo pun bertanya dan terkejut.     

"Astaga, bibi dengar kau bekerja di luar kota. Tapi kapan kau datang? Dan laki-laki ini…"     

"Ehm, bibi… Aku…" Alona segera menyalaminya dengan santun.     

"Aku sedang ambil cuti dua hari di rumah, jadi besok aku akan kembali lagi ke kota," sahut Alona kembali menerangkan.     

"Oh, kau ini… Kenapa tidak mampir ke rumah? Bagaimana kabar ayahmu? Ups, kau belum menjawab pertanyaan bibi siapa laki-laki ini, Alona?" ujar bibi Alona kembali.     

"Di-dia… Ehm, dia… Kenzo," sahut Alona sedikit gemetaran dan terbata-bata ucapannya.     

"Hai, bibi. Aku Kenzo, salam kenal," ucap Kenzo kembali sambil menyalami wanita setengah baya itu.     

Wanita itu tersenyum menerima uluran tangan Kenzo yang menyalaminya.     

"Apa, kalian… Berpacaran?" tanya sang bibi kembali menggoda Alona.     

Alona dan Kenzo tampak kikuk dan saling bertatapan dengan wajah gusar.     

"Hahaha, baiklah. Tidak perlu menjawabnya, bibi mengerti. Karena bibi juga pernah muda seperti kalian," sahut sang bibi kembali dengan senyuman nakal seolah menggoda Alona dan Kenzo dengan gemas.     

"Ehm, bibi. Aku mau pulang, aku pergi dulu. Aku tinggal dulu, tidak apa kan, Bi?" ucap Alona dengan ragu-ragu.     

"Yah, baikllah… Pulanglah, bibi masih ada urusan di dekat sini. Dan kau, Ken…"     

Kenzo tersentak begitu wanita itu menyebut namanya, sejak tadi pikirannya sedikit melayang jauh entah kemana perginya.     

"Yah, bibi…" jawab Kenzo sekenanya.     

"Antarkan Alona sampai di rumah dan jangan pergi kemana-mana lagi, bibi yakin kalian sudah bersama satu harian ini. hihihi…" ucap wanita itu pada Kenzo.     

Alona terkesiap dan malu-malu, begitu pula dengan Kenzo. "Ba-baik, Bi…" sahut Kenzo terbata-bata.     

"Ya sudah, hati-hati di jalan."     

"Iya, bi. Sampai ketemu lagi lain waktu," sahut Alona dan Kenzo hanya tersenyum menundukkan kepalanya untuk menutupi rasa malunya.     

Lantas Kenzo dan Alona pergi kembali dengan mengendarai motor. Sepanjang perjalanan Alona masih terdiam sambil memeluk tubuh Kenzo dari belakang namun, pelukan itu terasa hambar dan sangat terasa jika kali ini Alona sedikit gelisah.     

"Sayang, apakah akan baik-baik saja setelah bertemu dengan bibi tadi?" tanya Kenzo langsung menebaknya.     

"Ehm, aku rasa begitu. Tapi, bibi orang yang baik selama ini dan selalu mendukungku. Bahkan terkadang dia sering menanyaiku, apakah aku sudah memiliki seorang kekasih atau tidak. Dan itu diam-diam dia tanyakan tanpa sepengetahuan ayahku," sahut Alona menerangkan.     

"Hah…" Kenzo membuang napas lega.     

"Kenapa, Ken?" tanya Alona heran.     

"Aku sedikit lega, tadinya aku sungguh takut kita akan ada di dalam masalah yang besar. Aku sungguh belum siapa untuk bertemu dengan ayahmu dengan kondisiku yang belum mapan," sahut Kenzo tanpa memikirkan apa yang telah dia ucapkan kali ini akan mengundang pikiran yang berbeda di hati Alona.     

"Ken, kau membuatku merasa bersalah."     

"Eh, tidak-tidak. Kenapa begitu?" tanya Kenzo mulai gelisah sementara dia harus tetap fokus menyetir.     

"Apakah harus menunggu mapan dulu, kau baru berani menampakkan diri sebagai pacarku di depan ayahku?"     

"Ehm, saat ini aku hanya bekerja sebagai pelayan di kedai milik ayahku sendiri. Aku merasa, itu belum bisa aku andalkan untuk membuat ayahmu yakin membiarkanku berpacaran denganmu," jawab Kenzo menerangkan kembali. Kali ini dia terdengar lebih serius dalam bicaranya.     

"Tapi kita masih berpacaran, bukan mau menikah!"     

"Eh…" Kenzo terjeda dari bicaranya sejenak.     

Dia berpikir terlalu jauh, memangnya kenapa jika dia hanya seorang pelayan kedai kopi milik ayahnya sendiri? bukankah usaha itu juga miliknya sendiri? bukankah hubungannya dengan Alona hanya sebatas pacaran saja untuk saat ini, dan bukan untuk menikahinya.     

"Ken, kita hampir sampai di halte." Alona mengejutkan nya saat mengatakan akan tiba di halte tempat Alona biasa hendak pulang.     

Kenzo mengurangi laju motornya dan berhenti tepat di sisi jalan dekat halte bus untuk memarkir motonya dahulu. Lantas Kenzo dan Alona menuju halte bus dengan berjalan beberapa langkah kaki saja, Kenzo masih terdiam dan tidak meneruskan ucapannya tadi, sedang Alona menunggu dengan penasaran apa yang akan Kenzo katakan lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.