The Lost Love

Kembali pada masa lalu



Kembali pada masa lalu

0Alona menyeka air matanya segera saat sudah terjatuh begitu melihat senyuman Kenzo kembali.     

"Hai, Ken! Apa kabar? Kau disini?" balas Alona kemudian dengan terbata-bata.     

Kenzo mengangguk seraya mengatupkan kedua bibirnya. Lalu mereka saling mendekat satu sama lain saling berhadap-hadapan.     

Mereka tampak saling canggung dan salah tingkah sejenak.     

"Kau datang sendiri?" tanya Kenzo kemudian untuk membuat suasana mencair.     

"Hem, aku datang sendiri." Alona mengiyakan.     

"Pacarmu?" tanya Kenzo tiba-tiba.     

"Tsk, pacar? Kau pikir aku sudah memiliki pacar?" balas Alona begitu saja terdengar seolah dia kesal akan pertanyaan Kenzo padanya itu.     

"Hahaha... Aku hanya sekedar bertanya, maafkan aku jika aku salah."     

Alona tertegun kembali seraya menatap wajah Kenzo dengan kedua tatapan mata berkaca-kaca.     

"Kau masih saja begitu, Ken!"     

Kenzo tersipu malu. Rasanya dia ingin jatuh pingsan, tak terduga dia benar-benar akan kembali bertemu dengan Alona detik ini.     

"Mau makan malam bersama?" tanya Kenzo lagi tanpa merasa canggung meski dia salah tingkah dan detak jantungnya terdengar sangat berisik di dalam sana.     

"Mmh... Bagaimana jika wanitamu marah melihatku dan kau makan malam bersama?"     

"Tsk, kau pun masih tetap sama. Jika aku mengajakmu, itu artinya aku hanya seorang diri. Tidak ada pacar atau teman wanita seperti biasanya, maka itu aku sendiri disini. Apakah jawaban ini cukup puas untukmu?"     

Sekujur tubuh Alona merasa bergetar, dia merasa seperti sedang kembali pada masa lalu dimana mereka saat masih bersama dulu. Bahkan jauh di dalam lubuk hati Alona saat ini tengah timbul rasa rindu yang sudah lama di pendam.     

"Baiklah, kebetulan aku sedang kabur dari rumah karena aku sangat lapar," jawab Alona terdengar membuat lelucon konyol.     

"Hahaha... Wah, kau semakin berani." Kenzo memujinya seraya berjalan lebih dulu ke dalam ruangan cafe itu kembali.     

Mereka berjalan saling beriringan namun dengan langkah yang sedikit berat. Lalu mereka duduk bersama di sebuah kursi dan meja yang kosong.     

"Baiklah, nona Alona. Apakah makanan favoritmu masih tetap sama? Lalu bagaimana denga minuman kesukaanmu?" Kenzo langsung saja menggoda Alona yang sedang duduk kebingungan di depannya sementara Kenzo asyik dengan menu makanan di depannya.     

Padahal, yang terjadi adalah Kenzo sedang berusaha menahan denyut nadinya yang seakan berontak di dalam sana.     

"Candaanmu selalu konyol, Ken! Panggil saja aku seperti biasa, Alona," jawab Alona malu-malu.     

"Ehm, anggap saja saat ini aku sedang kembali mengenalmu sama seperti di awal kita saling bertemu dan berkenalan."     

"Hem, jika begitu, aku akan memanggilmu tuan Kenzo."     

"Jangan! Itu justru membuatku merasa bahwa kita sepasang kekasih lagi."     

Degh!     

Alona tersentak seraya menatap wajah Kenzo sejenak.     

"Alona..."     

"Ken! Biarkan aku yang berbicara lebih dulu," ujar Alona menyela ucapan Kenzo.     

"Hem..." tanggapan Kenzo singkat seraya menaikkan setengah bahunya ke atas.     

"Apa kau membenciku?" tanya Alona seketika.     

Kenzo mengerutkan keningnya, andai saja dia tak pedulikan hati dan peraaan Alona yang tentu akan merasa malu jika saja Kenzo mengatakannya.     

Karena sampai detik ini pun, Alona masih saja menetap hatinya dengan sebuah perasaan cinta yang begitu dalam pada Alona.     

"Lalu bagaimana denganmu? Sepertinya aku lah yang membuat semuanya hancur seperti ini."     

"Ken, kita tidak sedang..."     

"Aku ingin membahasnya. Bisakah kita pergi ke tempat lain saja?"     

"Tidak!" Alona menolak ajakan Kenzo. Namun, sontak saja Kenzo berdiri lalu menarik lengan tangan Alona di depan banyak orang yang tengah duduk menikmati suasana malam di Cafe itu.     

Alona tak mengelaj atau menepis cengkraman tangan Kenzo pada lengannya yang kembali mengajaknya keluar saat ini.     

"Ken, kau mau mengajakku kemana?" tanya Alona setelah sampai di halaman parkir.     

Kenzo menoleh nya, memandang wajah Alona yang tampak kian cantik dan membuat Alona kian salah tingkah. Andai saja dia bisa menggerakkan kedua kakinya, dia ingin pergi saja.     

Tanpa berkata apapun lagi, Kenzo menarik Alona ke dalam pelukannya. Dia ingin memakinya, ingin mencercanya, ingin meluapkan segala asanya, dia ingin Alona tahu betapa selama ini dia sudah cukup terluka karena harus meninggalkannya secara paksa.     

Alona terpaku di tempat, dia terdiam kaku di dalam pelukan Kenzo. Tanpa kata, tanpa helaan napas, bahkan sepertinya Alona juga menahan napasnya.     

Akan tetapi, air mata justru kembali mengalir deras di pipinya. Dia tak kuasa menahan kembali perasaan yang sudah bersusah payah dia ingin lupakan dari masa lalunya.     

Namun, kenapa justru malam ini Tuhan kembali mempertemukan dia dengan Kenzo?     

"Kenapa Tuhan, kau kembali mengoyak hati ini dengan mempertemukanku dengan laki-laki yang masih sangat aku cintai ini?" gumam hati Alona.     

Sesaat kemudian Kenzo segera sadar diri lalu melepas pelukannya dari tubuh Alona.     

"Maaf, aku... Aku sudah lancang."     

"Aku merindukanmu, Ken!" ucap Alona lirih sambil menundukkan kepalanya di depan Kenzo.     

Kenzo pun tersentak kaget, dia masih merasa pendengarannya mungkin saja rusak. Setelah sekian lama dia merubah dirinya menjadi laki-laki yang buta dan tuli akan masa lalunya dengan Alona.     

"Bisa kau mengulanginya lagi ucapanmu barusan?" tanya Kenzo dengan bibir gemetaran.     

Alona tak mengelak atau menepis cengkraman tangan Kenzo pada lengannya yang kembali mengajaknya keluar saat ini.     

"Ken, kau mau mengajakku kemana?" tanya Alona setelah sampai di halaman parkir.     

Kenzo menoleh nya, memandang wajah Alona yang tampak kian cantik dan membuat Alona kian salah tingkah. Andai saja dia bisa menggerakkan kedua kakinya, dia ingin pergi saja.     

Tanpa berkata apapun lagi, Kenzo menarik Alona ke dalam pelukannya. Dia ingin memakinya, ingin mencercanya, ingin meluapkan segala asanya, dia ingin Alona tahu betapa selama ini dia sudah cukup terluka karena harus meninggalkannya secara paksa.     

Alona terpaku di tempat, dia terdiam kaku di dalam pelukan Kenzo. Tanpa kata, tanpa helaan napas, bahkan sepertinya Alona juga menahan napasnya.     

Akan tetapi, air mata justru kembali mengalir deras di pipinya. Dia tak kuasa menahan kembali perasaan yang sudah bersusah payah dia ingin lupakan dari masa lalunya.     

Namun, kenapa justru malam ini Tuhan kembali mempertemukan dia dengan Kenzo?     

"Kenapa Tuhan, kau kembali mengoyak hati ini dengan mempertemukanku dengan laki-laki yang masih sangat aku cintai ini?" gumam hati Alona.     

Sesaat kemudian Kenzo segera sadar diri lalu melepas pelukannya dari tubuh Alona.     

"Maaf, aku... Aku sudah lancang."     

"Aku merindukanmu, Ken!" ucap Alona lirih sambil menundukkan kepalanya di depan Kenzo.     

Kenzo pun tersentak kaget, dia masih merasa pendengarannya mungkin saja rusak. Setelah sekian lama dia merubah dirinya menjadi laki-laki yang buta dan tuli akan masa lalunya dengan Alona.     

"Bisa kau mengulanginya lagi ucapanmu barusan?" tanya Kenzo dengan bibir gemetaran.     

"Apa pendengaranmu kini sudah mulai berkurang?" tanya Alona lagi sambil memalingkan muka.     

Kenzo tertawa kecil di sertai dengan haru biru dari dalam hati dan perasaannya malam ini. Tentu karena hal ini sangat mendadak dan juga bertubi-tubi memberikannya kejutan dan kebahagiaan sejak tadi.     

Mereka pun kembali saling berpelukan, melepas rindu yang sebenarnya sudah sejak tadi menggebu serta memaksa mereka untuk saling melepaskannya.     

"Kenapa, Ken! Kenapa?" ujar Alona seraya menangis dengan terisak-isak. Sejak tadi dia sudah cukup menahan diri dengan menangis tanpa suara.     

"Maafkan aku, Alona. Sudah cukup, kau menyiksa batinku selama ini, aku tidak pernah bisa melupakanmu, aku tidak pernah bisa mengubur dalam-dalam kenangan kita di masa lalu, aku pun tidak pernah bisa menghapus jejakmu di dalam benakku, aku masih mencintaimu, aku tersiksa, Alona."     

"Lalu bagaimana denganku, Ken? Apa kau pikir aku tidak terluka? Tidak tersiksa? Tidak patah hati?" balas Alona sambil meregangkan pelukannya dari tubuh Kenzo.     

Lantas dia memukul-mukul gemas namun kesal ke bagian dada dan seluruh tubuh Kenzo.     

"Kau jahat, Ken! Kau brengsek! Kau menyiksa batinku, kau melukai jiwa dan ragaku..." Alona kembali tersedu-sedu ke dalam tangisannya.     

Kenzo mengangguk pelan, lalu meraih kedua tangan Alona ke dalam genggaman tangannya. Lantas dia mengecup, menciumi tangan Alona dengan penuh kasih sayang.     

Kehangatan dari genggaman dan kecupan hangat yang Kenzo berikan saat ini masih tetap sama, seperti dulu saat mereka masih terikat dalam hubungan berpacaran.     

Yah, cinta itu memang masih sangat terasa. Rindu itu masih hidup dalam relung jiwa mereka, mereka masih saling mempertahankan cinta mereka berdua, meski telah di akhiri dengan keegoisan semata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.